OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 30 April 2021

Abaikan Fakta, Rezim Mesir Eksekusi Mati 17 Tawanan; Termasuk Guru Al-Qur’an Berusia 80 Tahun

Abaikan Fakta, Rezim Mesir Eksekusi Mati 17 Tawanan; Termasuk Guru Al-Qur’an Berusia 80 Tahun



Foto: Middle East Monitor

10Berita, MESIR – Tujuh belas tawanan Mesir, termasuk Syaikh Abdel Halim Gabreel, seorang guru Al-Qur’an yang berusia 80 tahun, dieksekusi mati, Senin (26/4/2021).

Sebelumnya, mereka dikriminalisasi dengan tuduhan palsu dalam kasus yang dikenal di media sebagai “pembantaian Kerdasa”.

Rezim Mesir melaksanakan eksekusi mati saat fajar di Penjara Wadi Al-Natrun secara rahasia dan tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada keluarga.

16 tawanan lainnya yang dieksekusi adalah: Walid Saad Abu Omaira, Mohamed Rizk Abuel Soud, Ashraf Sayed Rizk, Ahmed Owes Hussein, Essam Abdel Moety, Ahmed Abdel Nabi, Badr Abdel Nabi, Qutb Sayed Qutb, Omar Mohamed El-Sayed, Izzat Al-Attar.

Selanjutnya Ali El-Sayed Kenawy, Abdullah Saeed, Mohamed Yousef Al-Seidi, Ahmed Abdel Salam, Arafat Abdel Latif, Mustafa El-Sayed El-Kerfesh.

Ketujuh belas tawanan itu telah dituduh membunuh 13 polisi selama serangan 2013 di sebuah kantor polisi di pinggiran Giza, Kerdasa pada 2013.

Kasus itu masih menjadi tanda tanya besar. Arab Organisation for Human Rights UK (AOHR) mengonfirmasikan bahwa identitas mereka yang menggerebek kantor polisi tersebut masih belum diketahui.

Rezim belum memberikan bukti konkret yang menghubungkan orang-orang yang dieksekusi (atau salah satu dari mereka yang dituduh) dengan penyerangan tersebut.

Banyak dari kesaksian mereka diambil di bawah penyiksaan, dan oleh karena itu tidak dapat diterima.

Persidangan pertama pun dibatalkan karena penggunaan penyiksaan oleh negara.

Eksekusi mati Syaikh Gabreel khususnya telah menimbulkan keprihatinan dan kecaman yang serius.

Pria berusia 80 tahun itu tak hanya menderita kondisi kesehatan yang serius – yang membuatnya tidak mungkin ambil bagian dalam penyerbuan yang mematikan – tetapi para saksi mata juga menegaskan bahwa dia tidak termasuk di antara mereka yang berada di dekat kantor polisi Kerdasa saat hari kejadian.

Selain itu, saksi yang dihadirkan jaksa penuntut membantah menandatangani pernyataan tertulis yang mengonfirmasikan partisipasi Gabreel dalam acara tersebut.

Namun demikian, pengadilan rezim Mesir mengabaikan dokumen-dokumen ini dan memutuskan untuk mengeksekusinya.

Pengacaranya mengatakan Syaikh Gabreel tidak pernah melakukan tindakan kriminal sepanjang hidupnya.

Ia menderita psoriasis dan tidak dapat berjalan jauh, yang membuatnya tidak mungkin untuk berpartisipasi dalam operasi kriminal apa pun.

Eksekusi, yang merupakan bagian dari kampanye penindasan yang lebih luas terhadap semua pengkritik rezim Mesir, telah mendapat kecaman luas.

“Eksekusi pada hari-hari yang diberkati ini menunjukkan sejauh mana rezim ini melakukan kriminalitas, kecerobohan, dan pembangkangan terhadap semua standar dan nilai,” kata Dr Maha Azzam, Presiden Dewan Revolusi Mesir, dalam sebuah pernyataan bersama dengan Partai Demokratik Rakyat Mesir.

Mereka meminta rakyat Mesir untuk melanjutkan perlawanan damai serta melakukan pembangkangan sipil dan revolusi melawan kudeta militer yang dipimpin oleh Abdel Fattah Al-Sisi.

Pekan lalu koalisi 14 kelompok HAM dan LSM terkemuka, termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch, meminta AS untuk tidak mengabaikan fakta-fakta pelanggaran HAM yang terjadi sebelum memutuskan memberi paket bantuan $1,3 miliar untuk Mesir. (Middle East Monitor)