OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 11 Januari 2022

Di Balik Harga Minyak Goreng Mahal Tercium Bau Busuk Kartel, Ketua YLKI: Kasusnya Sama seperti Batu Bara

Di Balik Harga Minyak Goreng Mahal Tercium Bau Busuk Kartel, Ketua YLKI: Kasusnya Sama seperti Batu Bara



Ilustrasi (Liputan6.com/Angga Yuniar)

10Berita
- Sejak tahun lalu, minyak goreng yang mahal menjadi sorotan publik dan dikeluhkan masyarakat. Tingginya harga minyak goreng dicurigai adanya permainan harga dari pengusaha dan produsen minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO).

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menerangkan, sebelumnya harga minyak goreng tinggi karen efek menjelang natal dan tahun baru. Saat ini momen itu sudah lewat harga masih tinggi.

"Saya curiga ada praktek kartel atau oligopoli. Dalam UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, ada larangan terkait praktek usaha tidak sehat, monopoli, oligopoli, hingga kartel. Kalau kartel pengusaha bersepakat, bersekongkol menentukan harga yang sama sehingga tidak ada pilihan lain bagi konsumen," katanya kepada detikcom, Senin (10/1/2022).

Kecurigaan itu juga didorong karena tidak ditemukannya masalah yang mempengaruhi tingginya harga minyak goreng setelah nataru. Menurutnya, jika pemerintah mengguyur subsidi Rp 3,6 triliun untuk menggelontorkan minyak goreng, menurutnya tidak relevan.

"Logika awalnya harga tinggi karena supply dan demand-nya. Demand-nya tinggi kan sudah lewat, atau ada nggak gangguan supply seperti bencana alam atau gangguan produksi. Menurut monitoring saya, itu tidak ada," ucapnya.

Kemudian, Tulus juga menanggapi penyebab tingginya harga minyak goreng karena tingginya harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) internasional. Menurut dia, Indonesia sebagai penghasil CPO terbesar, seharusnya bisa menentukan harga CPO domestik.

"Kita kan penghasil CPO terbesar, kita eksportir bukan importir, jadi bisa menentukan harga CPO domestik. Jangan harga internasional untuk nasional," tuturnya.

Tulus menekankan agar pemerintah harus memberikan harga acuan untuk CPO domestik, jangan tergantung dengan harga internasional. Apa lagi Indonesia merupakan penghasil minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) terbesar dan merupakan eksportir.

"Ini kan kasusnya sama seperti batu bara. Kita ini kalau CPO sebagai eksportir bukan importir. Harus ada harga acuan untuk domestiknya berapa. Jangan harga internasional dipakai untuk nasional. Harga acuan ini kan untuk domestic market obligation (DMO), harga di tengah-tengah. Jadi tidak merugikan pengusaha dan tidak memberatkan masyarakat," imbuhnya.

Sumber: detik


Related Posts:

  • 03  Antara Alotnya Penetapan Menteri ESDM dan Tekanan Amerika dibalik Sosok Acandra Tahar 10Berita-Jakarta- Berulang kali pihak Istana Merdeka mengkonfirmasi berbagai macam informasi terkait penetapan m… Read More
  • 04  PENISTAAN AGAMA, MANA PERANAN NEGARA? Jika kita melihat media sosial hari ini maka pandangan kita tertuju kepada kabar pergerakan hijrah massa dari berbagai daerah menuju Masjid Istiqlal atau ibukota propin… Read More
  • 06  Wiranto Kembali Bahas Pembentukan Badan Cyber Nasional  10Berita Jakarta- Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan dunia internasional kini tengah mengamat… Read More
  • 05  Tanggapan Imam Shamsi Ali: "Nusron Wahid antithesis NU" "Nusron Wahid antithesis NU" Oleh: Imam Shamsi AliPresiden Nusantara Foundation & Muslim Foundation of America, Inc.Saya cukup terkejut dan sanga… Read More
  • 07  FJI Tagih Janji Bupati Bantul, Segera Bongkar Patung Yesus 10Berita-YOGYAKARTA– Front Jihad Islam (FJI) Yogyakarta bersama Ormas Islam Solo dan Klaten mendatangi Pemerintah Daerah Bantul guna menagih janji D… Read More