10Berita – Menurut pakar hukum pidana Dr Muhammad Taufiq, peristiwa KM 50 yang menewaskan 6 laskar FPI menegaskan bahwa negara tidak ubahnya seperti monster. Menurutnya, negara memelihara mesin pembunuh. Awalnya, Taufiq mempertanyakan apa alasan mengapa hakim memutuskan bebas kepada pelaku penembakan 6 laskar FPI tersebut. Pasalnya, tidak ditemukan posisi kasus mengapa 6 laskar FPI tersebut ditindak.
“Posisi 6 syuhada yang meninggal apa saat itu? mereka ini saksi yang dipanggil patut dua kali tidak datang ataukah mereka ini tersangka yang sedang melarikan diri, ataukah mereka ini dalam proses penyidikan?” tanya Taufiq dilansir dari YouTube Refly Harun pada Senin 28 Maret 2022.
Posisi ini penting, sebab menentukan alasan kepolisian melakukan penindakan. Namun dalam hal ini, posisinya adalah pada tahap penyelidikan. “Kalau penyelidikan itu tidak boleh menyentuh, jadi argumen yang dibangun hakim seolah-olah ilmiah, hakim itu ada yang salah. Karena keenam ini statusnya apa, saksi bukan, tersangka bukan, terdakwa yang melarikan diri juga bukan,” “Jadi kenapa harus ada tindakan dipepet dan sebagainya, jadi proses dipepet ini ada antagonis putusan itu,” ujar Taufiq.
Karena itu, putusan hakim tersebut jelas dipertanyakan, sebab bila dengan alasan bela diri, maka harus punya alasan di mana posisi 6 laskar FPI tersebut.
Sumber: