10Berita – Kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat memantik sorotan publik kembali pada kasus penembakan yang menewaskan 6 anggota Front Pembela Islam (FPi) di KM 50 Tol Jakarta -Cikampek pada akhir 2020. Kedua kasus itu ternyata sama-sama melibatkan mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdi Sambo.
Dalam insiden pembunuhan Brigadir J yang terjadi di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7) lalu, Ferdi Sambo diyakini sebagai otak yang merencanakan eksekusi terhadap anak buahnya itu. Dia pun ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat pasal pembunuhan berencana.
Sementara dalam kasus penembakan anggota Front Pembela Islam (FPI) oleh polisi terjadi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) KM 50 pada Senin, 7 Desember 2020 dini hari. Ferdi Sambo selaku Kadiv Propam Polri dan ditugaskan untuk mengusut insiden yang menewaskan enam anggota FPI di KM 50 tersebut.
Dirangkum merdeka.com, berikut beberapa kesamaan lain terlihat dalam kasus KM 50 dan kasus Brigadir J.
CCTV di Tidak Berfungsi
Pada awal penanganan kasus Brigadir J, Closed Circuit Television (CCTV) di lokasi kejadian sempat dinyatakan rusak. Hal ini diungkapkan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi. Dia menyebut, kamera yang dapat merekam kegiatan seseorang itu mengalami kerusakan sejak dua pekan sebelum kejadian.
“Kami juga mendapatkan bahwa di rumah tersebut memang kebetulan CCTV-nya rusak sejak dua minggu lalu, sehingga tidak dapat kami dapatkan,” kata Budhi saat jumpa pers di Polres Jakarta Selatan, Selasa (12/7)
Rusaknya CCTV juga diamini oleh Jafar, yang merupakan seorang satpam atau sekuriti. CCTV disebut rusak akibat tersambar petir.
“Itu kan beberapa baru saja dibetulkan karena tersambar petir (CCTV). Sekitar 4 apa 3 gitu,” ucap Jafar saat ditemui, Jumat (15/7).
Selain CCTV di rumah dinas rusak, kamera pengawas di kawasan sekitar lokasi juga diambil oleh pihak tidak diketahui. Namun, pencarian polisi akhirnya berhasil menemukan CCTV yang merekam sekitar lokasi kejadian pembunuhan Brigadir J. Selanjutnya CCTV tersebut langsung diproses di Laboratorium Forensik.
“Tim ini bekerja maksimal. Kita sudah menemukan CCTV yang bisa mengungkap secara jelas tentang konstruksi kasus ini, dan CCTV ini sedang didalami oleh timsus yang nanti akan dibuka apabila seluruh rangkaian proses penyidikan oleh Timsus sudah selesai,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo Rabu (20/7) malam.
Sama halnya, CCTV dalam kasus penembakan di KM 50 pun dinyatakan tidak berfungsi. Direktur Utama Jasa Marga Subakti Syukur mengakui adanya gangguan perekaman pada CCTV di sepanjang jalan Tol Jakarta-Cikampek pada saat insiden tewasnya enam orang anggota FPI. Akibat hal itu, sebanyak 23 CCTV mulai dari KM 49 – KM 72 tidak dapat melakukan perekaman data dalam rentang waktu terjadinya insiden tewasnya 6 orang Laskar FPI.
“Itu di 23 titik itu enggak kekirim data. Tidak ada rekaman,” kata Subakti di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (14/12).
Komisioner Komnas HAM RI sekaligus Ketua Tim Penyelidikan M Choirul Anam mengatakan ditemukan hal terkait tidak berfungsinya kamera pemantau merekam insiden penembakan tersebut.
“Tim penyelidik telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan melakukan pemeriksaan langsung ke titik lokasi dan menemukan fakta bahwa telah terjadi kegagalan pengiriman rekaman gambar CCTV,” kata Choirul saat jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (8/1/21).
Sumber: eramuslim.com