OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 31 Januari 2023

Aktivis Uyghur: Tekad Dunia Cegah Kejahatan terhadap Kemanusiaan Seolah Tak Berlaku Dalam Kasus Xinjiang

Aktivis Uyghur: Tekad Dunia Cegah Kejahatan terhadap Kemanusiaan Seolah Tak Berlaku Dalam Kasus Xinjiang



Arsip foto warga Uyghur yang disekap di sebuah kamp di Lop County, Xinjiang, sedang mendengarkan pidato. Sumber: Wikipedia Commons

10Berita, TURKISTAN TIMUR – Tanggal 27 Januari ditetapkan oleh PBB sebagai Hari Peringatan Holocaust Internasional, mengambil momentum pembebasan kamp konsentrasi Auschwitz dan untuk mengenang para warga Yahudi korban genosida Nazi.

Sayangnya, tekad dunia untuk mencegah kejahatan terhadap kemanusiaan semacam itu agar tak terulang lagi tampaknya gagal dalam kasus Xinjiang, sebut para aktivis Uyghur.

Kamp konsentrasi masih beroperasi dan Cina terus menjadikan etnis minoritas di kawasan itu sebagai objek pelanggaran berat hak asasi manusia, baik di dalam maupun di luar kamp, sambil berusaha mengaburkan fakta kepada dunia.

Kesaksian yang muncul baru-baru ini mengungkapkan keadaan yang begitu mengerikan di Xinjiang. Awal bulan Januari, aktivis Kazakh dan mantan jurnalis, Zhanargul Zhumatai mengirimkan permohonan bantuan dari rumahnya di Urumqi.

Sebelumnya ia telah ditahan di kamp konsentrasi selama dua tahun 23 hari, diduga karena memiliki aplikasi Instagram dan Facebook di ponselnya. Sekarang dia menerima telepon hampir setiap hari dari otoritas lokal.

Christoph Giesen dan Katharina Graça Peters dari Der Spiegel membagikan kisah Zhanargul Zhumatai minggu ini dan menyoroti pelecehan terus-menerus yang dia hadapi sejak pembebasannya.

“Saya tidak diperlakukan seperti manusia oleh petugas, saya diperlakukan seperti anjing peliharaan yang diikat dengan tali. Keceriaan dan kegembiraan hidup saya hilang. Saya sebelumnya sering pergi keluar, saya menari, saya bernyanyi. Tetapi, saya merasa tidak ingin melakukan apa pun sejak berada di kamp.”

“Sejak saya kembali dari kamp, saya hanya merawat tanaman. Daripada mati tanpa bisa memenuhi impian saya, saya menceritakan kisah saya sekarang. Setidaknya akan ada hikmah di saat saya nanti mati.”

Asim Kashgarian dari VOA mewawancarai seorang Muhajirin Uyghur yang baru-baru ini meninggalkan Cina dan menceritakan ketakutan serta penangkapan terus-menerus yang membayangi warga Uyghur.

“Fenomena lain pada tahun 2022 di Xinjiang adalah bahwa rezim komunis Cina tidak pernah menghentikan penangkapan sewenang-wenang terhadap warga Uyghur, bahkan mulai menahan kembali mereka yang pernah menjalani pendidikan ulang di masa lalu.”

“Saya punya teman yang merupakan dosen di sebuah universitas. Dia telah ditangkap dua kali sebelum tahun 2022. Pada musim semi tahun 2022, dia ditangkap untuk ketiga kalinya, dan keluarganya tidak pernah mendengar lagi kabar tentangnya.”

Beberapa warga Uyghur juga ditangkap oleh pihak berwenang setelah gelombang protes nasional baru-baru ini.

Seorang pria Uyghur di AS bernama Kewser Wayit berbicara awal pekan ini, mendesak rezim Cina untuk membebaskan saudara perempuannya yang berusia 19 tahun, Kamile Wayit, yang ditahan pada bulan Desember setelah memposting video terkait protes tersebut.

Kewser juga menyatakan bahwa ayah mereka telah ditahan di kamp konsentrasi antara 2017 dan 2019. Sementara sepupu mereka, Zulpiqar Qudret, seorang mahasiswa ilmu komputer Universitas Shanghai Jiaotong, “hilang” pada musim panas 2022 karena menggunakan “perangkat lunak luar negeri” dan masih ditahan hingga hari ini.

Minggu ini, Tomomi Shimizu, seorang penulis dan ilustrator terkenal di Jepang, merilis terjemahan bahasa Inggris dari buklet manga barunya yang menggambarkan pengalaman Qelbinur Sidiq, seorang wanita Uzbekistan berusia 53 tahun dari Xinjiang yang dipaksa untuk mengajar bahasa Mandarin di kamp konsentrasi.

Sidiq, yang sebelumnya menjadi sasaran aborsi paksa dan sterilisasi di bawah kampanye pemerintah untuk menekan angka kelahiran warga Muslim, mengatakan bahwa dia menyaksikan pemerkosaan dan berbagai bentuk penyiksaan lainnya di kamp.

Pada hari Jumat, Filip Noubel dari Global Voices mewawancarai Gene Bunin, pendiri dan kurator Xinjiang Victims Database, yang menerangkan bahwa situasi di Xinjiang sangat mengerikan. Kondisi riilnya, banyak orang masih dalam penahanan sewenang-wenang maupun mengalami trauma atas penghancuran hidup mereka oleh negara.

Selain itu, dampak negatif dan masalah kesehatan mental yang disebabkan oleh pemisahan keluarga, pengasingan yang tak berujung, dan trauma yang tidak terselesaikan hanya akan terus memburuk setiap tahun.

Karena masalah mendasar—warga yang dipenjara, ditutupnya jalur komunikasi, maupun pembatasan atas pergerakan mereka—semuanya masih belum terselesaikan. (China Digital Times)

 

Sumber: Sahabat Al-Aqsha.