OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 20 Januari 2023

Isu Anies Bakal Dirompi Oranye Dinilai Kental Unsur Politis daripada Mengedepankan Hukum

Isu Anies Bakal Dirompi Oranye Dinilai Kental Unsur Politis daripada Mengedepankan Hukum



 

10Berita - Aktivis Bidang Hukum dan Advokasi Aliansi Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (APTSI), Juju Purwantoro menilai pernyataan Anies Baswedan akan dirompi oranye lebih terlihat unsur politik ketimbang hukum. Padahal, Indonesia, kata dia adalah negara hukum (recht staat).

Mengamati apa yang dikatakan Jaya Suprana, saat ini, Juju berujar, masih ada pihak-pihak yang terus menggiring (framing) isu bahwa Anies telah melakukan suatu tindak pidana.
 
“Seperti ramai di berbagai media ada kesan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun terus berupaya agar Anies bisa ditersangkakan atau sebagai pesakitan pidana korupsi,” ujar Juju kepada KBA News, Kamis, 19 Januari 2023.

Status seseorang layak dijadikan tersangka menurut Juju harus memenuhi unsur atau rumusan Pasal 1 ayat (1) KUHP. Dalam hal ini adanya unsur kesalahan dalam hukum pidana pidana antara lain; kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa). Apabila unsur kesalahan tidak terbukti maka pelaku tidak dapat dipidana.

Asas ‘tiada pidana tanpa kesalahan’ (Geen Straf Zonder Schuld, atau No Punishment Without Fault) berhubungan erat dengan teori pertanggungjawaban pidana. “Karena untuk adanya pertanggungjawaban pidana, maka kesalahan dari pelaku tindak pidana harus terbukti,” kata Juju.

Dalam hal ini apakah Anies patut diduga telah melakukan suatu tindak pidana, karena memang sengaja ataupun karena kealpaan. Dengan perkataan lain, bahwa seseorang baru dapat dipidana, hanya apabila orang tersebut benar-benar telah melakukan suatu perbuatan yang dilarang secara hukum dan diancam dengan sanksi pidana, dan perbuatan yang dilakukannya itu harus karena kesengajaan ataupun karena kealpaan.

Kategori tindak pidana korupsi menurut UU No. 31/1999 jo. UU No.20/2001 ialah “merugikan keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.”

Anies dikaitkan dengan isu adanya melakukan tindap pidana korupsi dalam lomba balap mobil listrik Formula E di Ancol, Jakarta. Walaupun KPK telah melakukan gelar perkara sebanyak 8 kali atas kasus tersebut, tapi belum juga bisa ditemukan tersangkanya (TSK) berdasarkan minimal 2 alat bukti.

Alat bukti dalam hal ini mengacu pada tiga butir dalam Pasal 44 UU KPK No.3Q/2002. Ketiga butir itu di antaranya: 1.”Jika penyelidik dalam melakukan penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi, dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditemukan bukti permulaan yang cukup tersebut, penyelidik melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.”

2.”Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada  apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optik.”

(3) “Dalam  hal  penyelidik   melakukan  tugasnya tidak menemukan bukti permulaan yang cukup sebagaimana   dimaksud pada ayat (1), penyelidik melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan KPK menghentikan penyelidikan.”

“Jelas unsur politis lebih tendensius ketimbang hukum terlihat dalam perkara ini,” kata Juju.

Sumber: kbanews