Langkah KPK soal Formula E Dinilai Tidak Wajar, BPK Disebut akan Bersikap Independen dan Objektif
10Berita - Ahli Keuangan Negara Soemardjijo menyoroti soal langkah pimpinan bersama penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membawa angka kerugian negara atas dugaan korupsi Formula E ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurut Soemardjijo, langkah itu dinilainya merupakan hal yang tidak wajar.
Apalagi, KPK meminta BPK yang merupakan lembaga independen untuk melakukan audit investigatif.
“Apabila pimpinan KPK sebagai penyidik membawa angka jumlah kerugian negara tentang Formula E dan minta BPK untuk melakukan audit PDTT dan audit investigatif sebagai mana diatur di UU Nomor 15 Tahun 2004 Pasal 4 Ayat (4) dan Pasal 13 dan Pasal 14 Ayat (1) dan UU Nomor 15 Tahun 2006 Pasal 10 Ayat (1) dan (2), ini yang kurang baik dari sisi independensi,” kata Soemardjijo saat dikonfirmasi, Kamis (19/1/2023).
Soemardjijo menegaskan penghitungan kerugian negara merupakan kewenangan mutlak BPK. Wewenang itu sesuai perintah UU Nomor 15 Tahun 2006 Pasal 10 Ayat (1) dan (2).
Sedangkan KPK, kata dia, memiliki tugas sebagai lembaga pemberantas korupsi.
Meski keduanya merupakan lembaga yang keberadaannya bersifat khusus atau lex specialis derogat lex generalis, BPK sebagai state auditor jelas dikelola oleh akuntan-akuntan register negara dan auditor negara yang teruji dan kompeten.
Sedangkan KPK dikelola oleh ahli-ahli hukum pidana tipikor yang teruji dan memiliki integritas tinggi. Kemudian, hasil kerja KPK akan diuji dan dipertanggungjawabkan di Pengadilan Tipikor.
“Kedua lembaga negara tersebut sangat berbeda tupoksinya, satu sama lain tidak bisa memengaruhi dan intervensi karena berbeda disiplin Ilmu, dan proses kerjanya, serta out put-nya,” ucap Soemardjijo.
Kendati begitu, dia menyebut kedatangan KPK ke BPK akan wajar jika hanya dalam rangka berdialog soal kasus Formula E.
Apalagi, kerja kedua lembaga negara ini saling membutuhkan, khususnya dalam memberantas praktik rasuah di Tanah Air.
“Menurut pendapat saya tidak ada masalah sepanjang minta masukan dan saran kepada auditor negara, bagaimana proses penyelidikan bisa menemukan minimal dua alat bukti yang valid,” kata dia.
Menurut Soemardjijo, dalam ilmu audit penyelidikan itu sebenarnya sama dengan audit. Yakni dalam rangka menemukan data dan bukti-bukti yang valid.
“Apabila berbicara audit investigatif dan penyelidikan sebenarnya tujuannya sama untuk mengetahui apakah terjadi fraud dan ada kerugian negara atau daerah,” terangnya.
Di sisi lain, Soemardjijo yakin jika BPK tak akan terpengaruh dengan desakan KPK.
BPK diyakini bakal tetap independen dalam melihat konstruksi perkara, termasuk dugaan korupsi Formula E tersebut.
“Saya yakin BPK RI, pasti independen, objektif, integritas, dan profesional. Anggota BPK RI tetap konsisten menjaga muruah state auditor, sebagai lembaga independen karena perintah Konstitusi UUD 1945. Karena akuntan negara sebagai auditor negara BPK RI wajib menjaga kode etik, moral dan integritas,” tegasnya.
Dia juga mendorong agar pimpinan KPK betul-betul faham kerugian keuangan negara di luar OTT, harus melalui proses audit investigatif yang panjang, cermat dan teliti, serta prudent, dinyatakan dalam Perhitungan Kerugian Negara dan di declare secara resmi oleh State Auditor BPK RI psl 10 ayat (1) dan (2) UU No.15/2006.
Hal itu agar dapat dipertanggungjawabkan oleh JPU KPK di Pengadilan Tipikor.
“Kerugian Negara itu ada perbuatan melawan hukum ada niat jahat, dan perbuatan jahat, secara pasti dan nyata terjadi telah kerugian Keuangan negara baik bersifat net lost atau total lost,” jelasnya.
Sumber: tribun