Anies Dibutuhkan karena Bisa Mengintegrasikan Kelebihan Semua Presiden sebelumnya
10Berita - Mantan Menteri ESDM Sudirman Said memiliki alasan tersendiri kenapa mendukung dan turut memperjuangkan Anies Baswedan sebagai calon presiden 2024.
Selain karena sudah berteman puluhan tahun, dia juga menilai mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut bisa merangkum dan mengintegrasikan kelebihan dari masing-masing Presiden RI sebelumnya sejak masa Bung Karno.
“Presiden pertama kita itu sangat kuat dalam membangun karakter bangsa. Dulu kita ingat, walaupun susah, walaupun miskin, walaupun lapar, tapi berjam-jam di lapangan ingin mendengar Bung Karno pidato. Kita bangga sebagai bangsa Indonesia,” katanya dalam podcast di kanal Youtube @ReflyHarunOfficial, dikutip KBA News, Rabu, 29 Maret 2023.
Tapi kemudian, dia melanjutkan, rakyat sadar bahwa tidak mungkin terus-menerus mendengar pidato sementara perut kosong. Dalam keadaan ekonomi terpuruk, kebetulan terjadi kecelakaan politik pada tahun 1965 hingga membuat Proklamator Kemerdekaan RI tersebut terjatuh dari kursi kepresidenan.
Soeharto kemudian tampil sebagai Presiden RI ke-2 dengan misi pembangunan. “Jadi pertama membangun karakter bangsa, yang kedua bangun ekonomi. Sandang, pangan, papan. Kita ingat delapan jalur pemerataan segala macam. Repelita. Karena Pak Harto, saya bisa sekolah. Kira-kira begitu,” jelas alumnus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) tahun 1990 ini.
Dalam perjalanannya, anak-anak Indonesia yang disekolahkan tersebut menjadi pintar dan memiliki aspirasi. Sementara pada saat yang sama, rezim Orde Baru mulai tampil otoriter. Kebetulan pula terjadi krisis ekonomi. Mahasiswa dan rakyat kemudian menyuarakan reformasi. Soeharto pun jatuh tahun 1998.
“Reformasi mendorong demokrasi. Demokrasi dibangun dengan segala dinamikanya,” bebernya.
Di tengah masa transisi demokrasi, Presiden RI ke-3 BJ Habibie telah menjalankan perannya dengan sangat baik. Meski memimpin dalam waktu yang sangat singkat 1 tahun 5 bulan.
“Kemudian ini menurut saya presiden yang paling menjaga etik. Karena begitu pertanggungjawaban enggak diterima, [Habibie] enggak nyalon. Padahal sebenarnya kalau mau, masih bisa dan tidak melanggar konstitusi juga,” lanjut mantan Komut PT TransJakarta ini.
Estafet kepemimpinan kemudian berlanjut kepada Abdurrahman Wahid. Meski memimpin Indonesia juga dalam waktu singkat, yaitu 1 tahun 9 bulan, tokoh NU ini berhasil meneruskan dasar-dasar demokrasi yang telah digagas pendahulunya.
“Setelah Habibie menegakkan dasar-dasar demokrasi, Gus Dur sangat cinta pada pluralisme. Bapak kemajemukan,” beber pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) dan Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG) ini.
Sementara Megawati Soekarnoputri yang meneruskan pemerintahan Gus Dur, baginya adalah seorang talent scouter. Karena menurut Sudirman, putri Bung Karno tersebut melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan. Presiden RI ke-6 SBY dan Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla, dan Wapres ke-10 Boediono merupakan orang-orang yang memperkuat kabinet Megawati saat itu.
“Hadirlah Pak SBY. Yang paling menonjol dari Pak SBY menurut saya adalah beliau tidak menggunakan instrumen hukum untuk kepentingan politiknya secara ugal-ugalan,” ungkap Sekjen PMI nonaktif ini.
Karena dalam masa sepuluh tahun pemerintahannya, 2004-2014, SBY tidak alergi kritik. Dia juga mempersilakan penegak hukum untuk mengusut besan dan partainya yang ketika tersandung kasus rasuah. “Jadi dari segi tata kelola, kita mengalami kenaikan sangat baik tuh. Di tangan Pak SBY juga banyak sekali orang-orang cerdas, orang-orang kompeten, orang jujur yang mendapat kesempatan,” tukasnya.
Setelah SBY, kepemimpinan nasional berikutnya dipegang oleh Joko Widodo. Menurutnya, Presiden RI ke-7 yang memimpin Indonesia sejak 2014 tersebut memiliki keunggulan dalam keseriusan membangun infrastruktur dan hal-hal yang bersifat fisik. “Memang ketinggalan kita dari segi pembangunan value segala macam,” sambung Sudirman Said.
Karena itu dia menyimpulkan tujuh presiden RI tersebut telah meninggalkan legacy-nya masing-masing. Baginya saat ini dibutuhkan pemimpin yang bisa mengintegrasikan semua keunggulan dari para pemimpin sebelumnya tersebut.
“Orang itu harus punya wawasan yang luas, harusnya punya artikulasi yang baik terhadap keadaan kompleksitas. Kemudian juga rasanya, waktunya kita itu tampil di panggung internasional,” imbuhnya.
Apalagi, sambungnya, selain melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, tujuan bernegara keempat seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia.
“Nah, yang keempat ini barangkali menurut saya, figur seperti Mas Anies itu sangat pas mewakili Indonesia di panggung internasional. Apa yang kita hasilkan, kita bungkus, kemudian jadilah Indonesia seperti yang dicita-citakan di dalam rumusan konstitusi,” tandasnya.
Sumber: kba