Lawan Anies Semakin Gelap Mata
10Berita - Pemilu gembira dan sehat nampaknya masih jauh dari harapan. Betapa tidak, lawan lawan politik Anies Baswedan sudah kehilangan akal sehat dan gelap mata, sehingga menghalalkan segala cara.
Cara cara kotor dan tidak beradab, menjadi pilihan dalam berkompetisi, padahal kontestasi pilpres yang dibutuhkan adalah persaingan prestasi dan kompetensi. Machiavilian menjadi madzab yang dianut.
Akan jadi apa negeri ini kalau pemimpin terpilih kelak diproduksi dari cara cara cara kotor dan tidak beradab. Pilpres sebelumnya sepertinya menjadi pelajaran yang sangat berharga bagaimana kita memilih pemimpin. Tentu kita tak ingin rakyat menjadi korban lagi dari politik kotor yang pernah terjadi.
Negeri ini butuh perubahan, perubahan menjadi negeri yang beradab, negeri yang mampu menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya, bukan negeri yang hanya mengurusi kepentingan kelompok dan oligarki.
Anies adalah fenomena perubahan, perubahan menuju apa yang menjadi harapan rakyat Indonesia, seorang pemimpin yang digadang – gadang mampu menghadirkan amanat konstitusi, negeri yang menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Rekam jejak Anies selama memimpin Jakarta telah membuktikan. Sehingga sejatinya tak ada ruang untuk mengatakan Anies tak menepati janji, tak ada celah untuk mengatakan Anies tak berprestasi.
Karena ketiadaan cela itulah, maka membuat mereka ketakutan dan cemas, kebiasaan menjarah negara akan sirna bila Anies memenangkan pertarungan pilpres.
Pernyataan Butet Kartarejasa terhadap Anies yang mengatakan Anies melakukan tindakan pidana, ini salah satu bukti gelap mata lawan politik Anies. Mereka kehilangan narasi sehat dan tak mampu melihat apa yang ada di depan matanya, Formula E dan Jakarta Internasional Stadium ( JIS) adalah jejak prestasi kasat mata, tapi sayangnya Butet tak mampu melihat dengan mata, apalagi dengan mata batinnya.
Butet Kartarejasa adalah representasi lawan politik gelap mata, yang kemudian cawe cawe. Sikap politik primitif, tak beradab yang sudah tak laku lagi pada peradaban manusia modern.
Bagi Anies, sikap lawan politiknya tentu tak harus dihadapi dengan cara cara yang sama, Anies menunjukkan dirinya sebagai politisi yang berada pada peradaban manusia, santun, humanis dan konsisten atas ucapan dan perbuatan. Anies mengajarkan kepada kita bagaimana berpolitik yang sehat, riang gembira dan beradab. Berpolitik yang menghidupkan kembali tradisi demokrasi.
Cercaan dan fitnah, Anies hadapi dengan senyuman dan kesantunan, tak ada sedikitpun Anies melakukan hal yang kasar apalagi memfitnah dan menjatuhkan lawan politiknya. Jejak rekam menjadi jawabannya.
Dalam keheningan ibadah hajinya, menjalankan wukuf, Anies pun berdoa akan keselamatan bangsa, Doa agar Indonesia lebih baik, masyarakatnya lebih makmur dan insya Allah jadi negeri yang mendapatkan keberkahaan dari Allah. Sebuah sikap mulia dan sikap melindungi dan mengayomi.
Kitapun berharap dalam sesi melempar jumroh, Anies mampu membidikkan lemparannya kepada setan para pengganggu bangsa. Sebagaimana Ibrahim dan Ismail ketika dipengaruhi agar melawan perintah Tuhan.
Kumandang takbir dan penyembelihan hewan qurban, diharapkan menjadi penanda bahwa para pengganggu bangsa telah “tersembelih” dan kemenangan sudah dekat.
Surabaya, 28 Juni 2023
Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi
Sumber: kba