Oleh: Aus Hidayat Nur

Anggota DPR RI Fraksi PKS

Karakter suatu bangsa akan menentukan kesuksesan dan kemajuan bangsa tersebut. Suatu bangsa dinilai karakternya bukan oleh mereka sendiri ataupun bangsa lainnya tetapi oleh Allah Yang Maha Pencipta. Allah, Tuhan Yang Maha Esa yang memprogram manusia dengan masa depan yang pasti dan tujuan yang benar sebagaimana firman-Nya:

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.” (QS Al Hujurat: 13)

Dalam ayat ini jelas bahwa bangsa yang paling mulia bukanlah yang paling makmur dengan kekayaan duniawi dan kehidupan mewah dengan infrastruktur dan teknologi berlimpah, bukan bangsa yang hidup dengan glamour namun dipenuhi maksiat dan jiwa yang merana karena dikuasai syaitan dan hawa nafsu mereka, tetapi bangsa yang beriman dan bertakwa sehingga kehidupan mereka penuh berkah di dunia dan menjadi penghuni syurga sebagai akhir kesudahannya.

“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf: 96)

Bangsa Palestina hidup di zaman serba materialistis, di saat teknologi sedang membumbung tinggi menghasilkan peralatan super canggih dan memudahkan. Manusia terbang di udara dengan pesawat antar benua antar negara dan antar kota yang serba cepat, manusia seluruh dunia terkoneksi dengan gawai yang ada di genggamannya, namun kondisi ini membuat umat manusia semakin sombong dan kufur kepada Yang Maha Pencipta dan melupakan nilai-nilai dasar kehidupan mereka sebagai hamba-hamba-Nya. Namun akibatnya seluruh bangsa di dunia hidup dalam kemiskinan jiwa, tenggelam dalam maksiat dan dosa, kehilangan tujuan dan pegangan hidupnya. Kondisi mereka sebagaimana berada dalam suasana zaman akhir yang digambarkan Allah dalam ayat ini:

“… dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk…” (QS Al Hajj: 2)

Di tengah carut marut dunia yang penuh gonjang ganjing ini Bangsa Palestina menunjukkan betapa mulianya nilai iman dan taqwa.

Bangsa Palestina menunjukkan kepada dunia peran iman dan taqwa dalam kehidupan keseharian di tengah tekanan penjajahan musuh yang luar biasa kejahatannya. Penjajah yang para pemimpinnya zalim melebihi Firaun dan Namrudz dengan tentara yang kejahatannya melewati batas melewati para pembakar ashabul ukhdud dalam kisah mereka. Namun bangsa Palestina tidak menyerah dan tetap  sabar dengan perjuangannya,

“Betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari pengikut(-nya) yang bertakwa. Mereka tidak (menjadi) lemah karena bencana yang menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat, dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (QS 3:146)

Bangsa Palestina jelas memiliki karakter pemenang yang terbentuk dengan beberapa ciri:

1. Allah adalah tujuan hidup mereka.

Seorang warga Gaza yang rumahnya habis dibombardir musuh mampu menampakkan wajah cerah terbalut senyuman sembari mengucap hamdalah. Tetap, apapun keadaannya, bagi mereka Allah patut dan yang hanya layak dipuji. Sementara warga lain dengan optimis mengatakan bahwa saudara lelakinya yang telah wafat telah kembali kepada Allah SWT dengan derajat syahid.

Ketika Allah menjadi tempat seseorang menggantungkan tujuan, maka karakter ketegaran akan tampak dengan kesabarannya atas musibah dan ketidak jumawaannya atas kenikmatan yang didapat.

2. Rasulullah adalah teladan hidup mereka.

Kepribadian yang agung mengagumkan yang Allah puji melalui Al-Qur’an surat Al Qalam ayat 4 (“Sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung”) adalah rujukan ketauladanan yang paling tinggi dalam kehidupan seorang manusia. Karakternya diakui sebelum diutus menjadi Nabi, terasah ketika menjalani risalah, dan menjadi model abadi bagi peradaban dunia.

Bila sosok tersebut yang diteladani, jelas saja karakter pemenang akan terduplikasi.

3. Alqur'an adalah konstitusi mereka

Dan akhlak Rasulullah tadi rupanya refleksi dari Al-Qur’an. “Akhlak Nabi saw. adalah Al-Quran,” begitu ungkap Aisyah R.ha. dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Kalamullah adalah sumber inspirasi pembentuk karakter yang kuat untuk membuat diri menjadi pemenang dalam berbagai keadaan.

4. Jihad adalah jalan juang mereka.

Tak ada kata kalah dalam jihad. Bila berhasil menaklukkan musuh, maka pelaku jihad menjadi pemenang. Namun bila terbunuh, maka seorang mujahid akan syahid dan bertemu dengan Allah dalam keadaan yang dimuliakan. Dua pilihan yang menyenangkan itu membuat warga Palestina tidak ragu untuk terjun ke medan perang.

5. Mati syahid adalah cita-cita tertinggi mereka.

Kesyahidan adalah kemenangan dalam pertarungan melawan hawa nafsu dan angkara murka dunia. “Demi Tuhan Ka’bah, aku telah menang!” ucap Haram bin Milhan r.a. ketika terbunuh oleh orang kafir pada peristiwa Bi’ru Ma’unah. Karakter pencari syahid adalah karakter yang tak mengenal kekalahan. Yang disangka orang kebinasaan, justru itu adalah keberuntungan. Sehingga watak tegar dan berani menjadi ciri utamanya.

Maka lima hal tadi telah menggerakkan mereka membangun terowongan layaknya labirin di bawah tanah. Para pekerja yang sabar dan Ikhlas menggali lubang-lubang yang mungkin bila ditotal telah ratusan kilometer panjangnya. Sebuah sumber mengatakan 8 jam tiap malam dengan waktu istirahat 2 jam, lalu siangnya para pekerja itu harus mencari nafkah.

Meski berjarak waktu yang panjang dengan generasi sahabat, namun pada totalitas perjuangan para pahlawan Palestina kita bisa intip kilasan cermin tentang keteguhan sahabat Rasulullah mempertahankan agama Islam.

Apakah bangsa Indonesia bisa memiliki karakter seperti bangsa Palestina?  Dari sisi sejarah bangsa Indonesia dan Palestina sama-sama memiliki semangat perjuangan melawan penjajah. Perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesian didasarkan semangat Islam. Pada peristiwa 10 November, teriakan takbir mengiringi para karakter pemenang yang terjun ke medan jihad mencari syahid untuk menaklukkan musuh.

Kemudian waktu pun berlalu dan generasi berganti. Semangat dan heroisme itu terulang diceritakan tiap tahun. Namun entah berhasil masuk ke sanubari masyarakat kita atau hanya sekedar angin lalu. Ini yang perlu kita introspeksi.

Sumber: https://blog.pks.id/2023/11/bangsa-palestina-berkarakter-pemenang.html?utm_source=dlvr.it&utm_medium=twitter&m=1