
Foto: AP
10Berita, PALESTINA – Para pengacara–yang berusaha menghentikan genosida zionis ‘Israel’ di Gaza–berharap gugatan yang diterima hakim Mahkamah Internasional (ICJ) atas tuduhan genosida terhadap Muslim Rohingya di Myanmar akan menuai hasil serupa ketika mereka menyeret penjajah zionis ke pengadilan di Den Haag.
Sidang awal selama dua hari dimulai pada hari Kamis (11/1/2024) setelah Afrika Selatan membawa ‘Israel’ ke ICJ, mengklaim bahwa serangan negara palsu tersebut ke Gaza adalah genosida.
Meski dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mendapatkan keputusan penuh, Afrika Selatan akan meminta putusan dini ICJ sehingga ‘Israel’ mendapat perintah untuk menghentikan kejahatannya.
ICJ mengambil langkah serupa pada tahun 2022 ketika Rusia diminta untuk menghentikan invasinya ke Ukraina. Sebelumnya, pada tahun 2020, ICJ memerintahkan Myanmar untuk mencegah pembunuhan lebih lanjut terhadap etnis minoritas Rohingya.
Meski mahkamah tidak mempunyai cara untuk memastikan perintah tersebut ditegakkan, putusan dini dari Den Haag dapat menambah tekanan internasional terhadap penjajah ‘Israel’ guna menghentikan agresinya.
Seorang profesor hukum terkemuka di wilayah Palestina yang diduduki ‘Israel’ mengakui bahwa kata-kata yang menghasut dari beberapa politisi dan presenter televisi di negara palsu tersebut dapat menimbulkan masalah bagi mereka dengan ditafsirkan sebagai hasutan untuk melakukan genosida.
“Ini adalah proses yang akan menghasilkan keputusan yang mengikat secara hukum dalam konteks… yang dapat mempersulit upaya perang [‘Israel’] di Gaza,” jelas Prof Yuval Shany kepada jurnalis di kedutaan ‘Israel’ di London.
“Perintah mahkamah yang mengharuskan ‘Israel’ menghentikan perang, atau mengizinkan warga sipil di selatan untuk kembali ke utara, akan menimbulkan komplikasi yang signifikan bagi ‘Israel’.”
Keputusan mahkamah tersebut dapat mempunyai “dampak nyata pada agresi” ‘Israel’, karena mereka tidak ingin ada tuduhan bahwa mereka melakukan genosida.
Belgia akan membahas rencana untuk bergabung dengan perjuangan Afrika Selatan di ICJ setelah seorang menteri seniornya menyerukan tindakan hukum terhadap “kejahatan mengerikan yang tak terbayangkan” di Gaza.
Putusan ICJ terhadap Myanmar–yang disambut baik oleh negara-negara Barat, termasuk Inggris dan Kanada–dikutip lebih dari dua puluh kali dalam dokumen hukum yang diajukan oleh Afrika Selatan.
Hal ini dipandang relevan karena diajukan oleh pihak ketiga, Gambia, yang seperti Afrika Selatan lakukan, atas nama korban genosida.
Penjajah ‘Israel’ mungkin berargumentasi bahwa Afrika Selatan tidak mempunyai hubungan dengan Gaza. Oleh karena itu, mereka tidak mempunyai hak untuk mengajukan kasus tersebut.
Sama seperti Myanmar yang berusaha menolak tuntutan Gambia dengan mengatakan bahwa seharusnya Bangladesh yang mengajukan tuntutan tersebut.
Namun, fakta bahwa hakim ICJ menerima gugatan Gambia merupakan preseden yang jelas dalam kasus Afrika Selatan-negara palsu ‘Israel’, menurut Tareq Shrourou, seorang pengacara HAM di Inggris yang bekerja untuk perjuangan Palestina.
“Semua pihak dalam Konvensi Genosida mempunyai kepentingan untuk memastikan bahwa hal tersebut tidak dilanggar,” ujarnya.
Afrika Selatan menyatakan bahwa penjajah zionis ‘Israel’ “membantai warga Palestina di Gaza; yang menyebabkan penderitaan fisik dan mental yang serius, serta menciptakan kondisi hidup yang diyakini akan menyebabkan kehancuran fisik.
Shrourou menambahkan, ‘Israel’ kemungkinan besar akan berpendapat bahwa mereka bertindak seperti itu untuk membela diri melawan Hamas. Dalih itu pula yang diungkapkan Myanmar dalam sidang di ICJ.
Kala itu, salah satu pembelaan Myanmar adalah adanya ratusan ribu warga Rohingya yang tetap tinggal di negara tersebut sehingga menimbulkan keraguan atas klaim “pengusiran paksa” yang merupakan tindakan genosida. Namun, pengadilan tetap memihak Gambia pada sidang putaran pertama tersebut.
Afrika Selatan juga menyampaikan poin serupa dalam dokumen gugatannya setebal 84 halaman terhadap negara palsu ‘Israel’, dengan mengatakan bahwa tidak ada persyaratan untuk harus menjadikan genosida sebagai sebuah kesimpulan pada tahap proses ini.
Disebutkan bahwa mereka dimotivasi oleh pengalaman masa lalu yang menyakitkan dari sistem apartheid, sebuah tuduhan yang sering dilontarkan kepada penjajah zionis ‘Israel’.
Kasus genosida Myanmar terhadap Rohingya sendiri masih belum selesai, meski telah menghabiskan waktu hampir empat tahun setelah putusan dini dikeluarkan. (The National News)
Sumber: Sahabat Al-Aqsha