OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 22 Februari 2024

BREAKING, NasDem, PKB, PKS Sepakat Usung "Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024", PDIP: Jokowi Bisa Dimakzulkan

BREAKING, NasDem, PKB, PKS Sepakat Usung "Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024", PDIP: Jokowi Bisa Dimakzulkan






10Berita - NasDem, PKB, PKS Sepakat Usung "Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024"

Partai anggota Koalisi Perubahan, NasDem, PKS, dan PKB sepakat untuk menggulirkan hak angket pengusutan kecurangan Pemilu 2024 di KPU yang diinisiasi oleh PDIP.

Hal ini disampaikan oleh Sekjen NasDem Hermawi Taslim usai melakukan rapat tertutup dengan dua sekjen partai koalisi lainnya, yakni Sekjen PKB Hasanuddin Wahid dan Sekjen PKS Aboe Bakar Al Habsyi.

“Semangat kami sebagai satu kesatuan yang utuh, 3 partai yang solid berkoalisi, semangat kami seperti semangat yang paling dinyatakan oleh Pak Anies kita siap bersama inisiator PDIP untuk menggulirkan angket,” kata Hermawi saat konferensi pers di NasDem tower, Jakarta Pusat, Kamis (22/2/2024).

“Kenapa hak angket kita dukung? kita inginkan kebenaran. Kami bersekutu dengan siapa pun di Republik ini yang memiliki itikad baik untuk menegakkan kebenaran dan keadilan untuk bangsa Indonesia,” lanjutnya.

Bahkan, Hermawi mengatakan Koalisi Perubahan sudah mengantongi data yang diperlukan untuk menggulirkan hak angket.

Kini, sikap Koalisi Perubahan tinggal menunggu langkah PDIP sebagai partai pertama yang mengusulkan hak istimewa untuk melakukan pengusutan atau penyelidikan terhadap pelaksanaan Pemilu 2024.

“Kawan-kawan PDIP sebagai partai terbesar, sebagai inisiator bagaimana lanjutnya?” kata Hermawi.

Hermawi pun memberikan undangan terbuka kepada PPP untuk ikut bergabung mengusung penggunaan hak angket ini.

“Kalau nanti kami bersama-sama dengan PDIP, mungkin juga PPP kalau sama-sama menggulirkan hak angket,” pungkasnya. (Kumparan)

Politikus PDIP: Pemakzulan Presiden Jokowi Bisa Dilakukan DPR dengan Hak Angket
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) TB Hasanuddin angkat bicara soal aspirasi sejumlah organisasi masyarakat sipil untuk memakzulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Seruan pemakzulan datang dari sejumlah tokoh masyarakat karena Presiden Jokowi dinilai telah melakukan dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024.

Hasanuddin menjelaskan, DPR dan MPR bisa saja mengakomodir aspirasi tersebut dengan menggunakan hak angket.

"Proses pemakzulan presiden memang tidak sederhana, namun tetap bisa dilakukan. DPR dapat mengusulkan hak angket pemakzulan presiden," kata Hasanuddin dalam keterangannya, Rabu (21/2/2024).

Dia mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, usulan hak angket DPR dapat bergulir apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna yang dihadiri lebih dari separuh jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir.

Bila dilakukan hitung-hitungan, kata dia, setidaknya ada 5 partai politik (parpol) yang bisa saja ingin mengusulkan hak angket pemakzukan Jokowi lantaran merasa dicurangi dalam kontestasi Pilpres 2024.

Kelima parpol itu adalah PDIP yang memiliki 128 kursi di DPR, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 19 kursi, Partai NasDem 59 kursi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 58 kursi, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 50 kursi. Apabila ditotal, jumlah kursi mereka mencapai 314 suara.

Sedangkan, imbuhnya, partai-partai koalisi pro Jokowi di antaranya Gerindra (78 kursi), Partai Golkar (85 kursi), PAN (44 kursi) dan Demokrat (54 kursi) menguasai total 261 kursi.

"Jumlah anggota DPR saat ini 575 orang. Bisa dikatakan dengan situasi politik saat ini, ada 314 suara di DPR yang ingin Jokowi dimakzulkan dan hanya 261 suara pro Jokowi. Bila merujuk UU 17 tahun 2014, di mana keputusan yang diambil harus lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir, maka 314 suara sudah sangat mencukupi," ujar Hasanuddin.

Dia menambahkan, ada tiga alasan seorang presiden dapat dimakzulkan atau diberhentikan dari jabatannya yakni melakukan pelanggaran hukum atau pidana, melakukan perbuatan tercela, dan tak mampu lagi menjadi presiden.

“Bisa juga pelanggaran presiden terakumulasi lantaran banyak pelanggaran yang dilakukan itu, dan cawe-cawe pemilu itu dapat dikatakan perbuatan tercela atau pidana," katanya.

Setelah diputuskan hak angket bergulir, kata dia, panitia khusus (pansus) DPR kemudian melakukan penyelidikan dan membuat kesimpulan.

Setelah itu, parlemen mengeluarkan hak menyatakan pendapat yang menyebut bahwa presiden harus diberhentikan.

Pendapat ini kemudian diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diperiksa, apakah benar presiden melakukan pelanggaran atau tidak.

"Bila dalam pansus penyelidikan hak angket ini ditemukan bukti-bukti dugaan kecurangan, maka proses selanjutnya dilanjutkan oleh MK," katanya.(KOMPASTV)