'Ketua KPU dan Bawaslu Tidak Jujur, Penjara Telah Menanti Anda'
10Berita - Oleh: Sholihin MS
Pemerhati Sosial dan Politik
Jika Ketua KPU dan Bawaslu masih merasa aman dengan upaya kecurangan seperti yang terjadi di Pemilu 2019, mereka salah besar.
Paling tidak ada tiga macam aspek pelanggaran Ketua KPU terhadap pelaksanaan Pilpres yang bisa dipidana atau dihukum administratif :
Pertama, pelanggaran yang menyangkut diterimanya Gibran sebagai cawapres
Gibran itu lolos dari MK karena ada unsur nepotisme dan conflict of interest yang menurut Undang-undang Kehakiman dan Undang-undang Pemilu harus dibatalkan. Tapi Ketua KPU mengabaikannya. Sekalipun DKPP sudah menjatuhkan sanksi peringatan keras tapi tidak memberikan dampak perubahan apa pun di KPU, sehingga putusan itu seolah hanya untuk menghibur orang-orang yang memprotes saja.
Kedua, Ketua KPU telah menyebarkan berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran yang diancam pasal 14 ayat 1 dan 2 dengan pidana 10 tahun
Berita bohong itu dengan menyampaikan data dan informasi palsu berkenaan dengan penghitungan suara yang tidak jujur dan direkayasa melalui alat hitung di KPU baik Sirekap maupun Situng. Kebohongan Ketua KPU dipastikan akan menimbulkan keonaran di maayarakat yang menuntut ditegakkannya keadilan
Ketiga, Ketua KPU dengan sengaja menggelembungkan DPT yang menurut berita yang beredar mencapai 54 juta pemilih siluman
Hal ini sudah masuk ranah kriminal dengan tuduhan pemalsuan data pemilih. Mungkin pelanggaran ini bukan lagi ditangani oleh DKPP tapi harus dilaporkan ke Bareskrim Polri
Keempat, Ketidak- transparanan Ketua KPU dalam penggunaan alat hitung suara sehingga diduga rekapitulasi data telah disetting dari awal dengan menggunakan algoritma tertentu yang menguntungkan paslon 02
Para pakar IT dari dalam dan luar negeri telah mendeteksi kecurangan KPU di sistem hitung sehingga perolehan suara paslon 02 menggelembung menjadi hampir ke angka 60%.
Kelima, Diduga KPU bekerja sama dengan pihak luar (Singapura dan China yang mengendalikan server di ruang KPU dari Luar Negri (Cloud Alibaba)
Ketua KPU menolak dilakukannya audit forensi terhadap penggunasn alat-alat hitung yang sangat bermasalah ini. Bisa ditafsirkan, KPU sengaja ingin menutupi kecurangannya.
Kalau di Pemilu 2019 KPU dan Bawaslu bisa lolos dari jeratan hukum, insya Allah tidak untuk kali ini.
Di Pemilu 2019 kenapa mereka bisa lolos dari jeratan hukum ? Apakah keadaan Pilpres tahun 2024 sama dengan tahun 2019? Jelas jauh berbeda. Ini beberapa alasannya :
Pertama, Pengaruh Jokowi masih sangat kuat, dan masyarakat masih lebih percaya Jokowi.
Sehingga, ketika semua perangkat Jokowi dikerahkan untuk mendukung Jokowi masyarakat relatif tidak ada yang protes.
Kini, pengaruh Jokowi di masyarakat sudah sangat lemah, para pendukung setianya sebagian besar sudah hengkang, seperti : Gunawan Mohammad, Iwan Fals, Ahok, Slank, termasuk para buzzer rp, dll.
Kedua, Prabowo-Sandi sebagai capres-cawapres lawan tidak memiliki bukti-bukti kecurangan dari lapangan (berupa form C1)
Kini paslon 01 (mungkin juga paslon 03) memiliki bukti fisik yang sangat lengkap dari seluruh TPS di Indonesia yang tidak bisa dibantah lagi.
Ketiga, Para surveyor istana sangat meraja lela yang tidak punya pembanding surveyor lain sehingga hasil quick count dianggap sahih lalu penghitungan di KPU dicocok- cocokkan.
Kini lembaga survey independen telah mampu mengimbangi lembaga survey bayaran dan masyarakat sama tidak percaya sekali lembaga survey istana yang sudah dicap pembohong dan rekayasa.
Keempat, Pada pemilu lalu masyarakat kampus khususnya para rektor dan guru besar berada di belakang Jokowi.
Kini mereka sudah berseberangan dengan Jokowi bahkan hampir seluruh kampus di Indonesia menentang politik dinasti Jokowi.
Kelima, Pada pemilu lalu tidak banyak pakar IT yang mempersoalkan Situng KPU.
Tapi kini, pakar IT dari dalam dan luar negeri telah menelanjangi kebobrokan sistem hitung KPU yang sangat tidak layak digunakan sebagai perangkat penghitungan suara.
Keenam, Pendukung paslon 01 dan 02 di lapangan berimbang sehingga kekuatan keduanya sama secara jumlah tapi secara power ada di paslon 01
Apalagi setelah Prabowo gabung rezim perampas kemenangan maka praktis perlawanan terhadap kecurangan berakhir.
Kini pendukung paslon 01 sangat solid karena capresnya tidak mau mengakui kemenangan dari hasil kecurangan dan bakal terus menuntut sampai ditegakkan kebenaran kejujuran.
Ketujuh, Pada pemilu lalu PDIP sebagai partai terbesar menjadi bagian dan pembela Jokowi.
Tapi kini, PDIP telah berseberangan dengan Jokowi yang menjadikan serangan terhadap Jokowi datang dengan sporadis bahkan jumlah kursi “oposisi” lebih besar daripada yang mendukung Jokowi .
Kedelapan, Pada pemilu lalu kekuatan umat Islam belum bersatu, kini semua umat Islam telah bersatu.
Pada pemilu 2019 memang Prabowo didukung ijtima’ ulama, tetapi suara Muhammadiyah terbelah dan tidak ada dukungan dari kalangan nahdhiyyin.
Saat ini baik Muhammadiyah, Nahdhiyyin, maupun ijtima’ ulama sudah mendukung paslon 01. Apa dampaknya ? Datangnya pertolongan Allah.
Kesembilan, Faktor Anies Baswedan.
Anies adalah calon pemimpin yang sangat memenuhi syarat menjadi pemimpin yang diridhai Allah, beda dengan Prabowo yang keislamannya masih diragukan.
Apalagi Anies terus didzalimi rezim Jokowi dan pendukungnya. Allah akan menolong orang yang terzalimi. Jika Allah telah ridha, maka Allah sendiri akan turun tangan. .
Kesepuluh, Tahun 2024 adalah Tahun Perubahan.
Ini sudah kehendak sejarah (sunatullah). Sekalupun makar Jokowi yang di- back up para oligarki taipan sangat kuat, rapih, dan sempurna, tidak akan mampu berhadapan dengan makar Allah.
Oleh karena itu, jika Ketua KPU dan Bawaslu tidak segera kembali ke jalan yang benar dan tidak meninggalkan kecurangan dan tipu-tipu, dipastikan akan segera menuai hasil kejahatannya.
KPU dan Bawaslu jujurlah jangan menyembunyikan kebusukan, karena setiap kebusukan pasti akan ketahuan juga serapat apa pun upaya menyembunyikannya. Lebih baik segera bertobat sebelum terlambat.
Bandung, 21 Sya’ban 1445
Sumber: konten islam