“Kekuasaan itu bisa nikmat dan juga bisa laknat”
Kekuasaan adalah fitrah. Setiap manusia -baik laki-laki maupun perempuan ingin berkuasa. Minimal menguasai diri sendiri. Syukur-syukur bisa menguasai keluarga, masyarakat, negara atau dunia.
Nafsu kuasa manusia bila tidak diatur, maka akan bertabrakan satu sama lain. Karena itu perlu musyawarah untuk mengatur hal ini. Sistem pemilihan demokrasi, satu orang satu suara, sebenarnya tidak tepat diterapkan di negeri Islam. Kelemahan sistem ini, seperti diterangkan banyak ahli, suara kiai sama dengan suara pelacur.
Padahal manusia bukan binatang. Kalau binatang bisa diukur sama (kadang juga tidak). Kalau manusia tidak bisa. Satu manusia karena kehebatannya bisa nilainya dengan satu juta manusia. Karena itu sistem yang tepat untuk pemilihan pemimpin adalah musyawarah, bukan pemilu. Apalagi dalam pemilu pembelian atau permainan kotak suara ‘mudah’ untuk dilakukan.
Meski demokrasi tidak sesuai dengan Islam, tapi bisa dikatakan ia lebih dekat kepada Islam daripada kerajaan. Di dalam demokrasi ada kemerdekaan berpendapat, budaya kritik, transparansi keuangan pejabat dan lain-lain. Sesuatu yang dianggap ‘tabu’ dalam sistem kerajaan.
Imam Al Ghazali menegaskan bahwa sumber kekuasaan adalah dari Tuhan. Dasar kriteria pemimpin Islam menurutnya adalah Al-Qur’an surah al Nisa’ ayat 59. Ayat ini memerintahkan orang-orang mukmin taat kepada Allah, kepada Rasul-Nya, dan kepada para pemimpin. Kemudian dalam surat ‘Ali Imran ayat 26, yang menegaskan bahwa Allah memberikan kekuasaan kepada yang Ia kehendaki. (Samsudin, 2016)
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Masalah kekuasaan negara atau dunia adalah masalah yang pelik. Bila tidak dilakukan dengan musyawarah atau pemilu, bisa terjadi pembunuhan. Dan itu terjadi di banyak negara. Padahal pembunuhan adalah suatu tindakan yang sangat dicela dalam Islam. Kecuali pembunuhan dalam hukum Qishash (‘harus dibunuh karena ia membunuh orang lain’).
Nafsu kuasa bila tidak dikendalikan maka nafsu ini akan buas seperti serigala atau drakula. Nafsu kekuasaan yang menggelegak bisa menyebabkan pemimpin membunuh jutaan atau ribuan orang. Seperti yang dilakukan Mao Ze Dong, Lenin, George W Bush atau Netanyahu.
Bila ia sanggup mengendalikan nafsu kuasanya, maka rakyat bisa adil dan makmur dibawah ridha Allah. Dalam Islam, kendali kuasanya adalah Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah. Para pemimpin yang berpegang teguh pada keduanya, maka ia dapat menyejahterakan rakyatnya. Sejahtera lahir dan batin.
Karena itu Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisaa’ 59)
Sumber: SUARAISLAM.ID