Sehari Habis 15 Kopi Saset dan 2 Bungkus Rokok, Mekanik Motor Ini Harus Cuci Darah 2 Kali Seminggu
Pada bengkel rumahan itu, laki-laki kurus cepak berkutat mengurus Honda Suprafit hitam keluaran pertama. Ia membuka bak mesin sebelah kanan, tempat kick starter berada.
"Saya buka setengah mesin ini untuk memasang per engkol. Per ini biasa patah karena memang dimakan usia," kata Wiji Untara (45) alias Toro, tukang bengkel motor, belum lama ini.
Per kick starter Suprafit ini patah sejak setengah tahun lalu. Namun pemilik motor baru memperbaiki sejak electrik starternya menyusul tidak berfungsi.
Pemilik motor juga melakukan servis ringan dan memperbaiki onderdil rusak lainya.
Keahlian membengkel mesin motor didapat Toro sejak bekerja di bengkel umum dan AHASS Honda pada masa lalu.
Padahal Toro lulus SMK jurusan bangunan air, tapi berani berdikari membuka bengkel di rumah sendiri mulai 2003, di pinggir desa, jauh dari keramaian kota.
Pelanggannya tidak hanya dari Kulon Progo, tapi banyak dari Yogyakarta hingga Prambanan.
“Banyak juga dari teman-teman mancing,” katanya.
Suprafit motor ke sekian yang diperbaiki hari ini. Tanpa menunggu lama, motor lain berdatangan.
Energi Toro terlihat banyak meski seorang diri berteman segelas kopi dan sesekali mengisap rokok.
Cuci Darah
Bekerja keras seperti ini terus dilakukan, meski dirinya memiliki keterbatasann harus cuci darah (Hemodialisis atau HD) dua kali dalam satu minggu di RSU Rizki Amalia Temon. Hemodialisis adalah proses pembersihan darah dengan menggunakan mesin dialisis.
Toro mulai cuci darah sejak umur 39 tahun.
“Berangkat pulang ke rumah sakit, sendiri, naik motor,” katanya.
Terdapat sejumlah bekas luka di lengan kanan dan kirinya, tanda menanam AV-Shunt sebagai akses aliran bagi HD. Akses yang berfungsi baik terdapat di lengan atas kiri, membentuk pembuluh darah yang meliuk-liuk besar.
Semua berawal karena kedua ginjalnya bermasalah.
Ia merasa tidak baik-baik saja ketika suatu pagi bangun tidur, enam tahun lalu. Tubuh berat, tidak enak badan, letih, lemas, sesak nafas.
Seorang teman di laboratorium rumah sakit menyarankan Toro periksa.
Toro akhirnya memeriksakan diri dan didapati kreatinin 16,7 miligram per desiliter (mg/dL) dalam urine. Ini sangat jauh dari kadar kreatinin normal pada tubuh manusia.
Dilansir dari laman MedicineNet, kadar kreatinin normal pria dewasa sekitar 0,6-1,2 mg/dL, sementara untuk wanita dewasa 0,5-1,1 mg/dL.
Kreatinin merupakan produk limbah hasil metabolisme dalam tubuh. Ginjal menjaga kadar kreatinin dengan menyaringnya untuk tetap normal dan tidak berubah.
Kadar kreatinin tinggi menunjukkan adanya gangguan atau kerusakan fungsi ginjal. Ini vonis berat bagi seorang pekerja keras.
“Kata dokter ada kista di ginjal saya,” katanya.
Ia harus menerima saran dokter untuk HD. Bila tidak cuci darah, dia mengalami sesak nafas, lemah, sebagai tanda darahnya penuh limbah.
Sepekan pikir-pikir, ia akhirnya memulai lembaran baru jalani cuci darah.
"Diculik teman-teman mancing (untuk cuci darah), dibantu uang, hingga dibantu agar bisa dicover BPJS. Sekarang lebih baik kondisi, tinggal kita jalani penuh semangat kehidupan kita," kata Toro.
Dokter mengupas pola hidupnya yang berimbas pada ginjal di masa lalu. Selama ini, ia seolah lupa waktu selagi badan sehat.
Ia tenggelam dalam kesukaannya pada mesin, berteman dengan 12-15 saset kopi dalam satu hari dan dua bungkus rokok. Ia bahkan bisa lupa makan dan hampir tidak minum air putih.
“Dulu bisa bekerja hingga pukul 02.00 WIB pagi. Tidak tahu kenapa. Dulu senang sekali hanya tenggelam di mesin, kopi dan rokok,” katanya.
Mulailah muncul gejala sakit pinggang setiap dua minggu. Sakit itu bisa reda dengan obat. Kerja tetap tidak henti dan tidak lupa minum kopi, sedikit air putih. Suatu waktu, obat tidak lagi meredam. Tubuh menunjukkan pembengkakan di banyak bagian.
"Ingatlah, sayangi ginjal kalian," pesannya.
Kini, Toro masih tetap membengkel. Ia melakoni pekerjaan itu tetap dengan gembira. Semua demi menghidupi istri yang sesekali jualan jajanan pasar, anak pertama yang putus sekolah namun hobi IT, satu anak SMA, satu SMP dan dua SD, serta satu cucu laki-laki yang baru dua tahun.
Saat ini, ia cepat-cepat menutup bengkel pukul 16.00 WIB. Kopi hanya tiga kali sehari, rokok berkurang sangat banyak.
"Jam empat selesai. Waktunya bermain dengan anak-anak," kata Toro.
Perjuangan Toro menghasilkan Rp 100.000 - 150.000 setiap hari. Sesekali menembus Rp 500.000 sehari bila penuh pelanggan.
“Kalau servis ringan bisa 12 motor sehari, tapi kalau turun mesin tiga kendaraan. Kalau dulu saya siap layani sampai pagi,” katanya.
Semua untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang rata-rata Rp 300.000 per hari, terutama uang saku anak sekolah Rp 10.000 – 15.000 per hari di SD dan SMP. Sedangkan anaknya yang SMA memerlukan Rp 75.000 sehari karena sekolah kejuruan tata rias di Yogyakarta.
“Kalau dihitung-hitung tidak masuk di akal pemasukan dan kebutuhan. Tapi inilah rahasia ilahi,” ungkapnya.
Ia masih terus bekerja meski tidak sekeras dulu. Ia tidak mau mengeluh dengan keadaan ginjal yang dinyatakan tidak berfungsi. Tidak ada cara pengobatan lain kecuali jalani Hemodialisis atau memperoleh donor ginjal.
Toro pun tetap semangat bekerja mengingat harga diri laki-lakinya tergugah untuk terus bekerja dan berkarya. Ia membulatkan tekat melakoni kehidupannya mengalir untuk keluarga yang dicinta.
"Hakikatnya laki-laki itu bekerja. Bukan mengeluh. Tidak boleh cengeng," katanya.
(Sumber: KOMPAS)