OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 12 Februari 2018

Jleb, Jokowi Minta Indonesia Tak Lagi Mencari Bantuan Asing, Warganet: Jokowi Nasihati Presiden RI

Jleb, Jokowi Minta Indonesia Tak Lagi Mencari Bantuan Asing, Warganet: Jokowi Nasihati Presiden RI

10Berita, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan agar Indonesia tidak lagi menjadi negara penerima bantuan.

Hal ini disampaikan Jokowi dalam rapat kerja Kepala Perwakilan Republik Indonesia dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu).

"Kita sudah masuk negara G20 artinya sudah menjadi negara besar, seharusnya tidak lagi mencari bantuan-bantuan tapi sebaliknya, kita membantu," kata Jokowi di Jakarta, Senin, 12 Februari 2018.

Jokowi mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,07 persen membuat Indonesia menjadi negara dengan ekonomi yang baik. Dia melanjutkan, Indonesia kedepan harus aktif untuk memberikan bantuan kepada negara-negara yang membutuhkan.

Ia mencontohkan bantuan yang telah mulai dilakukan dalam setahun terakhir seperti pengiriman bantuan kepada pengungsi Rohingya di Bangladesh. Juga diplomasi perdamaian di Afghanistan dan di Palestina.

"Harus dianggarkan. Seperti kemarin negara-negara pasifik yang kita bantu," ujarnya.

Menjadi negara yang tidak lagi menerima bantuan ditekankan Jokowi dalam pidato pembukaan rapat kerja kemlu. Dia meminta semua perwakilan negara tidak lagi merasa inferior atau merasa dari negara kecil. Penekanan sebagai negara besar diungkapkan kembali oleh Jokowi dengan Indonesia menjadi satu-satunya negara anggota G 20 di Asia Tenggara.

"Jadi nanti kalau ada summit, saya minta duduk dekat dengan tuan rumah, nggak mau di pojokan, ini bukan untuk saya tapi untuk negara," katanya.

Sementara, rapat kerja Kepala Perwakilan Republik Indonesia dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dihadiri oleh sekitar 134 perwakilan RI di luar negeri, seperti para duta besar. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, rapat kali ini mengambil tema "diplomasi zaman now".

Dia mengatakan, tema yang diambil memang pendek namun merupakan kunci dari segala perubahan mindset atau mental yang harus dilakukan seluruh republik Indonesia. Perubahan diperlukan untuk menjawab tantangan yang dinamis saat ini.

"Untuk membuat Indonesia maju maka perbahan mindset harus dilakukan setiap orang dan diplomat negara," katanya.

Sumber: Republika

-------

Menanggapi pernyataan Jokowi, banyak warganet bingung. Karena dalam kenyataannya, Indonesia justru kerap menerima bantuan dari negara lain, terutama di bidang finansial.

Tak heran bila beberapa dari warganet menyebut pernyataan Jokowi adalah sebuah nasihat yang sangat tepat untuk dilakukan olehnya sendiri.

Pak Jokowi lg menasehati Presiden Indonesia
— NeoAmzah (@NeoAmzah) February 12, 2018

Dia yg berbuat dia yg ngoceh #ngigau
— thubiy (@thubiy) February 12, 2018

Untuk kedua kalinya Pak Jokowi menasihati Presiden.
— Toto Raharjo (@trah1967) February 12, 2018

Sumber : portal-islam.id

Limbad Tanya Hukum Rambut Gimbal, Jawaban Ustadz Abdul Shomad Bikin Jama'ah Tertawa

Limbad Tanya Hukum Rambut Gimbal, Jawaban Ustadz Abdul Shomad Bikin Jama'ah Tertawa


10Berita, Sesi tanya jawab di setiap Safari Dakwah Ustaz Abdul Somad, selalu menarik untuk diikuti.

Sebab Ustaz Somad selalu menjawab dengan dalil-dalil yang kuat, disampaikan secara sederhana dan terkadang dengan kata-kata jenaka.

Seperti terlihat dalam sebuah video yang diunggah oleh Limbad di akun Instagram-nya, @limbadindonesia, Sabtu (3/2/2018).

Dalam video itu, pesulap fenomenal asal Tegal ini, meramaikan sesi tanya jawab pada salah satu momen Safari Da’wah yang dipimpin Ustaz Abdul Somad.

Melalui secarik kertas, Limbad menanyakan ke Ustaz Somad mengenai hukum dari rambut gimbal.

“Pak Ustaz, kenalkan nama saya Master Limbad. Oh, asli,” baca Ustaz Somad dengan gaya khasnya, sambil tersenyum.

Jemaah kemudian menyambut ungkapan tersebut dengan tertawa.

“Apa hukumnya rambut gimbal?” lanjutnya.

Tawa jemaah pun semakin riuh terdengar setelah pertanyaan pesulap jebolan ajang pencarian bakat sulap The Master dibacakan sang ustaz.

Ustaz asal Silo Lama, Riau ini, kemudian menjelaskan betapa panasnya Makkah.

Hal itu membuat Nabi Muhammad SAW menutupi kepalanya dengan rambut yang tebal, topi, dan sorban.

Menurut penjelasan yang disampaikan Ustaz Somad, rambut tebal memiliki hukum bersifat mubah.

“Tidak disuruh, tidak dilarang, mubah,” ucapnya.

“Rambut gimbal, rambut yang tebal atau panjang, selama tidak menimbulkan mudharat, ya tidak apa-apa. Hukumnya mubah,” sambungnya.

Tak hanya itu, Ustaz Somad juga membumbui nasihatnya dengan guyonan singkat.

“Tapi kalau sampai dia menimbulkan mudharat, misalnya istri bangun pagi bingung dia bedakan mana sumbu kompor, mana rambut,” ujar ustaz yang lahir 40 tahun silam tersebut.

Seketika pernyataan jenaka tersebut mengundang tawa jemaah yang menghadiri acara yang digelar pada 2-4 Februari 2018 di Jakarta itu.

Setelah pertanyaannya selesai dijawab, sang pesulap kemudian berdiri dan menyalami Ustaz Somad sambil tersenyum.

Sumber : http://dakwahmedia.co

Cuitan Pentolan Liberal ini soal Penyerangan Gereja, Dapat Sindiran Telak Warganet

Cuitan Pentolan Liberal ini soal Penyerangan Gereja, Dapat Sindiran Telak Warganet


10Berita, Cuitan pentolan Islam Liberal Goenawan Mohamad soal aksi penyerangan Gereja St. Lidwina di Sleman,  Yogyakarta, Ahad (11/2) mendapat sindiran telak dari warganet.

Dalam akun twitternya, pendiri Tempo itu terkesan menyalahkan tokoh agama Islam atas peristiwa di atas.

goenawan mohamad@gm_gm: Umat Budha dilarang, Jemaat Katholik diserang. Di atas, para tokoh agama Islam dan petinggi pemerintah bicara&ttg kerukunan. Dua wajah: mana yg bisa dipercaya?

Cuitan tersebut langsung mendapat sindiran telak dari netizen atau warganet.

Ridho@ridhorahadi: Simbah hobinya cuma manas2i tanpa cari klarifikasi dan sulosi, tobat mbah sudah dekat…

Oleg_ae@oleg_ae: Orang macam kamulah yg bikin suasana panas. Stop provokasi

Joel Alta@joel_alta: Jangan menyudutkan Islam.

Soer_jo@soer_jo: Lha waktu ustadz dibunuh sampean nyungsep ke mana mbah? 

Serperti diketahui, pastor dan umat di Gereja St Lidwina pada pukul 07.30 WIB diserang  seorang pelaku yang belum diungkap identitasnya.

Umat yang sedang menghadiri misa terluka, begitu pula dengan Pastor Karl-Edmund Prier SJ, biasa dipanggil Romo Prier, yang sedang memimpin misa.

Sumber : http://dakwahmedia.co

Penyerangan Pemuka Agama Seperti Dikendalikan oleh Skenario Sistemik

Penyerangan Pemuka Agama Seperti Dikendalikan oleh Skenario Sistemik

10Berita , Jakarta – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Sirajuddin Syamsuddin menilai penyerangan terhadap ulama dan tokoh Islam, serta pemuka agama lain di Indonesia meyebut kejadian itu seperti dikendalikan oleh skenario sistemik.

Din Syamsuddin mengungkapkan keprihatinannya atas terjadinya penyerangan Gereja St Lidwina di Sleman baru-baru ini. Dia pun mengecam peristiwa itu.

Di saat yang sama mantan Ketua MUI Pusat itu menduga kejadian di Sleman tak berdiri sendiri. Dia lantas menyebutkan penyerangan yang dialami pemuka agama lain, termasuk ulama umat Islam. Din mencatat sejumlah kejadian antara lain kekerasan atas seorang ulama di Cicalengka, penganiayaan seorang aktifis Persatuan Islam (Persis) di Bandung hingga tewas, tindakan tak menyenangkan kepada seorang Bikkhu Buddha di Tangerang, serta ancaman atas tokoh ulama Jawa Barat oleh seorang yang mengaku gila.

“Secara logis dapat diduga tidaklah berdiri sendiri,” kata Din melalui pernyataan tertulis pada Ahad (11/02/2018).

Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, menurut Din, kejadian penyerangan itu terjadi hampir bersamaan. Selain itu sama-sama menyasar lambang-lambang keagamaan, baik figur-figur agama maupun tempat ibadat. Begitu pula, pelakunya disimpulkan sebagai orang gila.

“Berdasarkan hal-hal tadi, kejadian-kejadian tersebut sepertinya dikendalikan oleh suatu skenario sistemik,” ungkapnya.

Din menilai hal itu bertujuan untuk menyebarkan rasa takut dan pertentangan antar umat beragama. “Dan akhirnya menciptakan instabilitas nasional,” tandasnya.

Reporter: Imam S.
Editor: Wildan Mustofa
Sumber : Kiblat.

“Mimpi yang Terbeli" Iwan Fals Saat Ini Jadi Kenyataan

“Mimpi yang Terbeli" Iwan Fals Saat Ini Jadi Kenyataan


10Berita, Politikus Partai Gerindra DKI Jakarta, Bastian P Simanjuntak mengatakan, harus diakui dan bukan tendensi politik bahwa rakyat Indonesia telah bangkrut. World Bank mencatatkan Indonesia termasuk dalam tiga negara penyumbang terbesar penduduk miskin kota, bersama dengan Tiongkok dan Filipina di kawasan Asia Timur dan Pasifik.

Menurut Bastian, hasil penelitian World Bank juga mencatat, beberapa tantangan yang dihadapi kaum miskin kota adalah kurangnya akses terhadap pekerjaan dan perumahan yang terjangkau.

“Dalam bentuk kesenjangan ekonomi antara si kaya dan miskin, Indonesia masuk dalam enam besar. Kekayaan 4 miliader di Indonesia setara dengan kekayaan 40 persen penduduk miskin di Indonesia, atau 100 juta orang. Hal itu berdasarkan laporan Oxfam beberapa waktu yang lalu,” terang Bastian.

Akibat bangkrutnya rakyat Indonesia, kata Bastian, mereka tak dapat memberi makanan bergizi pada anak-anak mereka padahal anak-anak merupakan generasi penerus bangsa. Selain itu rakyat Indonesia tak mampu pula memenuhi kebutuhan sandang dan papan serta pendidikan maupun kesehatan. Terkait hunian, ungkapnya, masih banyak saudara-saudara kita yang tinggal dibantaran kali dan rumah susun.

“Apa yang diteliti Bank Dunia dapat kita saksikan pada masyarakat di Cilincing atau Marunda. Mereka hidup dalam kesulitan walaupun lokasi mereka di ibukota negara. Mereka tak mampu memenuhi kebutuhan primer konon lagi sekunder serta kebutuhan lain,” ujar Bastian.

Sementara, lanjutnya, pemerintah lebih condong membangun infrastruktur yang tidak terkait langsung dengan kebutuhan masyarakat. Selain pemborosan, infrastruktur yang dibangun tidak mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.

Ironisnya lagi, papar Bastian, pembangunan infrastruktur dilakukan ketika APBN mengalami defisit primer. Hal itu diperparah lagi dengan korupsi yang dilakukan secara terencana dan terstruktur bahkan massif.

“Masyarakat Marunda dan Cilincing Jakarta Utara merupakan potret bagaimana salah urusnya negeri ini. Negeri yang kaya sumber daya alam namun kebanyakan rakyatnya dalam kebangkrutan,” ungkap Bastian.

“Masyarakat di Marunda dan Cilincing menjadi contoh apa yang dikatakan Iwan Fals dalam lagunya ‘mimpi yang terbeli’. Mereka ingin membeli namun hanya mimpi yang terbeli, bagaimana mau membeli sementara uang tak ada,” imbuhnya.

Menurut Presiden Gerakan Pribumi Indonesia itu, bangkrutnya kebanyakan rakyat Indonesia bukanlah perkara kecil namun hal itu terkait keberlangsungan nasib negeri ini. Anak bangsa hanya bisa membeli mimpi sementara Asing dengan seenaknya mengeksploitasi sumber daya alam kita.

“Sementara pembangunan infrastruktur yang menggunakan uang rakyat sering kali dikorupsi, dan hanya menyenangkan para Asing dan konglomerat sementara rakyat Indonesia seperti penumpang dinegerinya sendiri. Kondisi ini harus diubah, atau Indonesia hanya tinggal nama dikemudian hari,” tutup Bastian.

Sumber : http://harakatono.com

Islam di Georgia, Hadir dan Kukuh Sejak Khalifah Utsman

Islam di Georgia, Hadir dan Kukuh Sejak Khalifah Utsman

10Berita ,  JAKARTA --  Islam di Georgia ada sejak 654 M, saat orang-orang Arab pertama kali tiba di negara kawasan Eropa Timur ini. Pada 735 M, mereka berhasil mendapatkan kekuasaan atas sebagian besar negara tersebut.

Saat itu, tentara Arab di masa kekhalifahan Utsman menaklukkan Georgia Timur dan mendirikan pemerintahan Islam. Di tahun itu juga, Marwan II menguasai Tbilisi dan menempatkan seorang emir Arab.

Selama pemerintahan Arab, Kota Tbilisi tumbuh menjadi pusat perdagangan Islam di Eropa Utara. Selain itu, wilayah ini juga menjadi pos utama Arab sebagai provinsi penyangga saat menghadapi Bizantium dan Khazar.

Seiring waktu banyak dari penduduk Tbilisi memeluk Islam. Pada 1386 dan 1404, Georgia menjadi sasaran invasi tentara Turco-Mongol Timur.

Selama tujuh invasi, pasukan ini menguasai ibu kota Georgia, Tbilisi, dan menangkap Raja Bagrat V pada 1386. Pada akhir 1401, Mongol menyerang Kaukasus, kemudian Raja Georgia me- nuntut perdamaian dengan mengirim saudaranya sebagai pertukaran.

Saat itu, Mongol sedang bersiap untuk menyerang Ottoman. Mongol pun berusaha mendinginkan situasi dan meminta pasukan bantuan kepada Georgia sebagai syarat perdamaian.
Dinasti Safawi di Georgia kemudian terus bersitegang dengan Ottoman karena menguasai Kaukasus.

Dari awal abad ke- 16 hingga paruh kedua abad ke-18 Safawi terus bersitegang dengan beberapa kerajaan di Gerogia, karena Georgia saat itu bukanlah negara tunggal. Safawi kemudian berusaha menguasai Kerajaan Kartli dan Kakheti di timur dan kerajaan Samtske dan Saatabago di selatan.
Sedangkan Georgia barat dikuasai oleh Ottoman.

Kemudian pada 1503 kerajaan ini seluruhnya bergabung dengan Persia. Pada 29 Mei 1555, Dinasti Safawi dan Kekaisaran Ottoman mengakhiri ketegan- gan dengan perjanjian di Amasya setelah sebelumnya terjadi peperangan pada 1532 hingga 1555.

Dalam perjanjian tersebut wilayah Kaukasus dibagi dua, Georgia barat dan bagian barat Georgia Selatan jatuh ke tan- gan Ottoman dan Georgia timur yakni ker- ajaan Kartli dan Kakheti serta bagian selatan Georgia jatuh ke tangan Safawi Iran.

Pada 1639, kekuasaan Safawi berada di bawah pemerintahan Islam. Pada 1703, Kerajaan Kartli dipimpin oleh Vakhtang VI dan pada 1716 dia pun mengadopsi aturan Islam. Namun, dia harus menghentikan operasi militer.

Belakangan, dia menerapkan aturan pro Rusia dengan harapan mendapatkan bantuan militer.
Namun, ternyata dia gagal mendapatkannya. Selama beberapa abad raja-raja Georgia dan bangsawan memeluk Islam dan menjadi bagian dari Dinasti Safawi, Afsharid dan Qajar.

Sumber :Republika.co.id 

Lagu Lama Judul Baru: Dari Ciketing Asem, Tolikara hingga Gereja St Lidwina

Lagu Lama Judul Baru: Dari Ciketing Asem, Tolikara hingga Gereja St Lidwina

10Berita, Gereja St Lidwina membuat ingatan saya terbang melayang pada dua nama daerah: Ciketing Asem di Kota Bekasi dan Tolikara di Papua. Ketiganya mengalami tragedi kekerasan yang berdarah-darah. Namun, reaksi media dan penguasa berbeda-beda. Siapa yang menjadi korban membuat pengelolaan isu tak serupa.

Tujuh tahun lalu, saat umat Islam merayakan Hari Kemenangan, kaum Muslim di Ciketing Asem justru bersimbah darah setelah aksi provokasi jemaat HKBP. Seketika itu juga dunia internasional menyoroti Ciketing Asem.

Berbagai media (cetak dan elektronik), baik dalam maupun luar negeri, kompak mengangkat peristiwa itu dengan satu angel yang seragam: kebebasan beribadah. Judul kemudian dibuat beragam. Beberapa di antaranya: “Pemkot Bekasi Diminta Berikan Izin Ibadah untuk jemaat HKBP” (Detik), Romo Benny: “Negara Tidak Boleh Kalah oleh Pelaku Kekerasan” (Detik), “Indonesia, Belajarlah Toleransi” (Kompas), “Kebebasan Beragama Belum Terjamin” (Kompas), “Ada Pertemuan sebelum Penusukan” (Kompas), “Kebebasan Beribadah Terancam” (Media Indonesia), “KWI: Gejala Intoleransi Terjadi” (Kompas), “Sukur Nababan: Ini Tindakan Biadab” (Kompas), “Jemaat HKBP Ditusuk saat akan Beribadah” (Koran Tempo), “Christian Worshippers Attacked in Indonesia” (New York Times/Associated Press).

Nada pemberitaan mereka seperti sudah diatur layaknya paduan suara yang menyanyikan lagu Kebebasan Beragama dengan syair yang menyudutkan umat Islam.

Padahal, faktanya tidak demikian. Tertusuknya jemaat HKBP akibat provokasi mereka yang berjalan kaki sejauh 2-3 Km untuk beribadah, dengan melewati rumah-rumah penduduk sambil bernyanyi kidung rohani.

Benturan tak terhindarkan. Tak cuma jemaat HKBP yang jadi korban, warga Ciketing Asem pun terluka. Insiden Cikeas terjadi karena bandelnya jemaat HKBP yang tidak mematuhi instruksi Pemkot Bekasi untuk tidak beribadah di Ciketing Asem. Tapi media tak mau tahu. Fakta itu mereka endapkan. Yang ditampilkan hanya akibat. Maka muncul berita-berita yang memojokkan umat Islam.

Tahun 2016, ketika umat Islam memekikkan takbir kemenangan di Hari Idul Fitri, nun jauh di Tolikara Papua aksi kekerasan kembali terjadi. Kaum Muslim yang hendak sholat ied diserang jamaah teroris GIDI (Gereja Injil Di Indonesia). Mereka juga membakar tempat ibadah umat Islam di sana. Lalu bagaimana media arus utama memberitakannya?

Simak pemberitaan Kompas Online. Judul berita mereka:

1. “Situasi Karubaga Berangsur Kondusif, Polisi Selidiki Pemicu Kerusuhan”

2. “Pembakaran Rumah Ibadah Melanggar Norma Adat Papua”

3. “MUI Minta Umat Islam di Tolikara Menahan Diri”

4. “Belasan Kios dan Rumah Warga Hangus Dibakar Massa Tak Dikenal”

Lain halnya dengan Metro TV Online. Awalnya mereka memberitakan peristiwa tersebut dengan judul: “Saat Takbir Pertama, Sekelompok Orang Datang dan Lempari Musholla di Tolikara”. Lalu judul diubah menjadi “Amuk Massa di Tolikara”.

Kita coba tarik lebih jauh ke belakang. Pada 2008 ada tragedi Monas 1 Juni. Peristiwa Monas diberitakan sebagai aksi kekerasan umat Islam terhadap AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan). Islam pun diopinikan sebagai antikebhinekaan, mengingat saat peristiwa terjadi bertepatan dengan ‘Hari Pancasila’. Padahal, bentrokan antara FPI dan AAKBB disebabkan oleh provokasi AKKBB. Tapi media tak mau tahu. Fakta itu mereka sisihkan, dan hanya memberitakan aksi kekerasan FPI.

Keesokan harinya, Koran Tempo menampilkan foto headline saat Munarman, tokoh FPI, sedang “mencekik” seorang laki-laki yang ditulis mereka sebagai “anggota AKKBB”, untuk memberikan efek dramatis aksi kekerasan FPI. Ternyata, fakta yang sesungguhnya tidak demikian. Munarman justru sedang berusaha mencegah anggota FPI melakukan serangan kepada anggota AKKBB.

Kini, pada tahun 2018, hal serupa juga terjadi. Pemberitaan media dan bagaimana respons penguasa terhadap penyerangan Gereja St Lidwina di Sleman, Yogyakarta, Ahad (11/2) lalu, setali tiga uang dengan kasus Ciketing Asem dan Monas.

Simak berita dibawah ini:

1. Gereja St Lidwina Diserang, Jokowi: Tidak Ada Tempat bagi Intoleran (Tempo)

2. Gereja Diserang, Kemenag DIY: Ini Perilaku Intoleran (Detik)

3. Wiranto: Pelaku Penyerang Gereja Santa Lidwina adalah Teroris (Kompas)

Sebelum peristiwa ini terjadi, penyerangan juga dialami para ulama. Bahkan Ust Parwoto meninggal dunia karena penganiayaan. Tapi tak ada suara soal intoleransi dan teroris. Yang mengemuka adalah pelaku disimpulkan orang gila.

Inilah yang saya sebut lagu lama judul baru. Jika korban bukan umat Islam, maka senandung lagu akan sama dengan yang lama. Hanya judulnya saja yang berbeda.

Erwyn Kurniawan

Sumber : Ngelmu.co

Jadi Menteri Terbaik Dunia; Maaf Ekonomi Indonesia Dibawah SMI Mengecewakan

Jadi Menteri Terbaik Dunia; Maaf Ekonomi Indonesia Dibawah SMI Mengecewakan

10Berita – Ketua Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima) Sya’roni menyampaikan ucapkan selamat kepada Sri Mulyani atas penghargaan yang didapatnya sebagai Menteri Keuangan Terbaik di Dunia (Best Minister in the World Award).

“Tapi mohon maaf, kami ingin bertanya: kok prestasi ibu tentang ekonomi Indonesia biasa-biasa saja, kalau tidak boleh dibilang sangat mengecewakan. Manfaatnya untuk Indonesia apa?” kata dia kepada redaksi RMOL, Senin (12/02).

Yang ada, katanya, hampir dua tahun memperkuat tim ekonomi kabinet Jokowi, Sri Mulyani membuat rakyat harus membayar bunga bonds supertinggi, merugikan negara miliaran dolar, ekonomi mengalami stagnasi, daya beli rakyat merosot dan reformasi pajak amburadul. Padahal, ucap dia, sudah dibiayai pinjaman 800 dolar AS dari Bank Dunia.

Selain itu, ratio pajak terhadap GDP hanya 9,5 persen, tercatat sebagai terendah dalam sejarah reformasi.

“Kok menteri-menteri keuangan Singapora, Vietnam dan China yang hebat tidak dapat award ini? Sudah tentu karena dalam negosiasi mereka correct, mereka tidak menawarkan bunga super tinggi yang merugikan bangsanya,” tukas Sya’roni membandingkan.

Penghargaan Best Minister in the World Award diterima Sri Mulyani Indrawati dalam World Government Summit, di Dubai, Uni Arab Emirates. Sri Mulyani terpilih karena diduga sudah bekerja meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. (Rmol/Ram)

Sumber : Eramuslim

Keren !, Walikota Bima NTB Larang Perayaan Valentine Day di Wilayahnya

Keren !, Walikota Bima NTB Larang Perayaan Valentine Day di Wilayahnya


10Berita, Wali Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, H Qurais H Abidin, menerbitkan surat edaran perihal larangan merayakan Valentine Day atau Hari Kasih Sayang di kota Bima.

“Surat Edaran Wali Kota Bima Nomor 54 Tahun 2018 tersebut dimaksudkan untuk mencegah perilaku generasi muda, mahasiswa dan pelajar Kota Bima yang melanggar nilai-nilai moral dan akhlak yang umumnya terjadi setiap tanggal 14 Februari atau Valentine Day,” kata H Qurais H Abidin dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/2/2018).

Dalam edaran tersebut, Wali Kota meminta seluruh pimpinan perguruan tinggi dan kepala sekolah/madrasah di wilayah Kota Bima untuk melarang kegiatan mahasiswa/pelajar, baik pada lingkungan perguruan tinggi/sekolah/madrasah atau di luar, yang bertujuan untuk merayakan Hari Kasih Sayang.

H Qurais H Abidin pun meminta pimpinan perguruan tinggi dan kepala sekolah/madrasah untuk membuat surat pemberitahuan kepada seluruh orang tua dan wali murid untuk dapat mengawasi putra-putrinya agar tidak terjebak dan melakukan hal-hal yang melanggar nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi masyarakat Kota Bima.

Selain kepada guru dan orang tua, Wali Kota juga meminta Ormas Islam se-kota Bima agar senantiasa ikut menjaga ketertiban sosial dengan menegakkan dakwah amar makruf nahi munkar, dengan menjunjung tinggi aturan hukum yang berlaku dan tetap melakukan koordinasi dengan aparat dan dinas terkait pada setiap aksi yang dilakukan.

Sementara itu, Dinas Koperindag, Dinas Kesehatan dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak diinstruksikan untuk mengawasi penjualan alat kontrasepsi pada semua apotik dan toko obat di Kota Bima agar penjualannya lebih selektif sebagai upaya untuk mencegah perilaku seks bebas di kalangan pasangan yang belum menikah.

Camat dan lurah pun diimbau untuk mempersiapkan tema khutbah tentang larangan perayaan Hari Kasih Sayang atau valentine day.

Sebagai upaya tambahan, Satuan Polisi Pamong Praja diarahkan untuk melakukan pengawasan dan pengamanan pada malam perayaan Hari Kasih Sayang atau valentine day serta melakukan razia pada tanggal 13-15 Februari 2018 di seluruh kos-kosan, hotel/penginapan, kafe dan tempat-tempat hiburan lainnya.

Sumber : Dakwah media 

Politisi: Ulama Dimata-matai, Dibunuh, Gereja Diserang, Presidennya Ngapain Aja?

Politisi: Ulama Dimata-matai, Dibunuh, Gereja Diserang, Presidennya Ngapain Aja?

10Berita, JAKARTA - Peristiwa belakangan ini nampaknya bukan menunjukkan rasa kejiwaan Indonesia. Ulama atau tokoh agama diintai sampai pula meregang nyawa. Politisi pun mengkritisi pemerintahan Joko Widodo atas keadaan tersebut.

“Ulama dimata-matai, pengajian dakwah digerudug, ibadah di gereja diserang parang, orang gila membunuh kyai, Presidennya ngapain aja,” kata Andi Arief, politisi dari Demokrat, melalui akun Twitter pribadinya, belum lama ini.


Menurut dia, pemerintah melalui Presiden mestinya dapat bergerak atas atau mengambil sikap atas kejadian belakangan ini. Seperti SBY, contohnya kala itu segera turun tangan memanggil pejabatnya.

“Ukuran menjaga keharmonisan umat beragama adalah keseriusan pemimpin negara. Saya ingat tahun 2010 ada pengurus gereja di Bekasi diserang siang hari, sore hari SBY memanggil Kapolri, panglima TNI dan menteri terkait. Modal bangsa ini cuma satu, persatuan.” (Robi/)

Sumber :voa-islam.com