06
Om, KPK Jangan Loyo Om!
Tuntaskan Perkara Korupsi Reklamasi Teluk Jakarta
10Berita-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta agar tidak berleha-leha mengusut perkara grand korupsi Reklamasi Teluk Jakarta. Beberapa waktu belakangan, perkembangan penanganan kasus ini di lembaga anti rasuah itu seperti tenggelam.
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mendesak KPK kembali melanjutkan penyidikan dan penuntutan atas perkara ini. Desakan ini terkait putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang menjatuhkan vonis bersalah dengan hukuman tujuh tahun penjara kepada Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Muhamad Sanusi.
Seperti diketahui, dia dijerat tindak pidana korupsi menerima suap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Reklamasi Teluk Jakarta. Awal September 2016 lalu Pengadilan juga telah mejatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada Ariesman Widjaja sebagai pemberi suap.
Jurubicara Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Martin Hadiwinata menyampaikan, perkara ini tidak boleh berhenti hanya pada Sanusi saja. "Atas vonis yang telah dijatuhkan tersebut, Koalisi mendesak KPK untuk kembali melakukan pengembangan kasus korupsi reklamasi Teluk Jakarta hingga tuntas," tegasnya.
Koalisi menilai, lanjut Martin, dalam kasus Korupsi Reklamasi tidak mungkin hanya melibatkan Muhamad Sanusi dan Ariesman saja. Namun pasti ada banyak pihak yang terlibat dan memiliki berkepentingan terhadap proyek besar reklamasi Teluk Jakarta.
Martin yang juga Ketua Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) ini menyampaikan, proyek Reklamasi Teluk Jakarta sejak awal telah bermasalah dan mendapatkan penolakan banyak pihak.
Di antara alasan peolakan itu, ungkap Martin, karena menimbulkan kerusakan lingkungan dan menghilangkan kehidupan ribuan nelayan, sehingga pihak-pihak yang memiliki kepentingan akan menggunakan cara-cara korup dan melanggar aturan untuk memuluskan proyek reklamasi.
Seperti diketahui, dia dijerat tindak pidana korupsi menerima suap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Reklamasi Teluk Jakarta. Awal September 2016 lalu Pengadilan juga telah mejatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada Ariesman Widjaja sebagai pemberi suap.
Jurubicara Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Martin Hadiwinata menyampaikan, perkara ini tidak boleh berhenti hanya pada Sanusi saja. "Atas vonis yang telah dijatuhkan tersebut, Koalisi mendesak KPK untuk kembali melakukan pengembangan kasus korupsi reklamasi Teluk Jakarta hingga tuntas," tegasnya.
Koalisi menilai, lanjut Martin, dalam kasus Korupsi Reklamasi tidak mungkin hanya melibatkan Muhamad Sanusi dan Ariesman saja. Namun pasti ada banyak pihak yang terlibat dan memiliki berkepentingan terhadap proyek besar reklamasi Teluk Jakarta.
Martin yang juga Ketua Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) ini menyampaikan, proyek Reklamasi Teluk Jakarta sejak awal telah bermasalah dan mendapatkan penolakan banyak pihak.
Di antara alasan peolakan itu, ungkap Martin, karena menimbulkan kerusakan lingkungan dan menghilangkan kehidupan ribuan nelayan, sehingga pihak-pihak yang memiliki kepentingan akan menggunakan cara-cara korup dan melanggar aturan untuk memuluskan proyek reklamasi.
Sebelum persidangan digelar, ungkap dia, KPK telah memeriksa berbagai pihak yang diduga memiliki kaitan kuat dengan korupsi reklamasi. Dimulai dari pihak pengembang yakni Ariesman Widjaja selaku Presiden Direktur APL dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudera pemegang konsesi Izin reklamasi Pulau G.
Ariesman telah divonis bersalah karena memberikan suap, KPK juga telah mencekal dan memeriksa berulang kali pemilik PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma (Aguan) dan Richard Halim Kusuma yang memiliki kepentingan membangunpulau C dan D.
Di pihak legislatif KPK telah memeriksa berbagai anggota DPRD DKI Jakarta di antaranya Ketua DPRD DKI Prasetyo Edhi Marsudi, Ketua Badan Legislasi DPRD M. Taufik, Ongen Sangadji, Slamet Nurdin.
Tak hanya itu, lanjut Martin lagi, KPK juga telah mencekal Sunny Tanuwidjaja dalam kapasitasnya sebagai staf khusus Gubernur DKI Jakarta Non Aktif Basuki Thahajaya Purnama (Ahok).
Dalam fakta persidangan maupun hasil penyadapan telepon oleh KPK yang dituangkan dalam berkas perkara, dia mengingatkan, terlihat jelas pengembang reklamasi dengan leluasa mengatur apa saja yang harus dilakukan demi memuluskan proyek reklamasi.
Dalam persidangan Ariesman dan Sanusi pun telah terungkap terjadi pertemuan antara beberapa anggota DPRD DKI Jakarta dan pengembang reklamasi untuk membahas Raperda reklamasi.
Ini memperkuat dugaan keras bahwa pembahasan Raperda reklamasi yang berujung terjadinya tindakan korupsi reklamasi Teluk Jakarta diduga tidak hanya melibatkan Ariesman dan Muhamad Sanusi.
"Ada banyak pihak yang diduga keras secara bersama-sama menerima uang, menyuruh memberikan uang, dan mereka semua harus diajukan ke muka pengadilan," ujarnya. ***
Ariesman telah divonis bersalah karena memberikan suap, KPK juga telah mencekal dan memeriksa berulang kali pemilik PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma (Aguan) dan Richard Halim Kusuma yang memiliki kepentingan membangunpulau C dan D.
Di pihak legislatif KPK telah memeriksa berbagai anggota DPRD DKI Jakarta di antaranya Ketua DPRD DKI Prasetyo Edhi Marsudi, Ketua Badan Legislasi DPRD M. Taufik, Ongen Sangadji, Slamet Nurdin.
Tak hanya itu, lanjut Martin lagi, KPK juga telah mencekal Sunny Tanuwidjaja dalam kapasitasnya sebagai staf khusus Gubernur DKI Jakarta Non Aktif Basuki Thahajaya Purnama (Ahok).
Dalam fakta persidangan maupun hasil penyadapan telepon oleh KPK yang dituangkan dalam berkas perkara, dia mengingatkan, terlihat jelas pengembang reklamasi dengan leluasa mengatur apa saja yang harus dilakukan demi memuluskan proyek reklamasi.
Dalam persidangan Ariesman dan Sanusi pun telah terungkap terjadi pertemuan antara beberapa anggota DPRD DKI Jakarta dan pengembang reklamasi untuk membahas Raperda reklamasi.
Ini memperkuat dugaan keras bahwa pembahasan Raperda reklamasi yang berujung terjadinya tindakan korupsi reklamasi Teluk Jakarta diduga tidak hanya melibatkan Ariesman dan Muhamad Sanusi.
"Ada banyak pihak yang diduga keras secara bersama-sama menerima uang, menyuruh memberikan uang, dan mereka semua harus diajukan ke muka pengadilan," ujarnya. ***
Sumber: rmol