OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 08 Maret 2017

Ini 4 Catatan Penting Komnas HAM Pasca 1 Tahun Kematian Siyono



10Berita- Depok – Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Manager Nasution mengatakan bahwa momentum 1 tahun pasca kematian Siyono, warga Klaten yang dituding menjadi anggota kelompok teroris, seharusnya menjadi perhatian publik dan pemerintah untuk mengevaluasi penindakan tindak pidana terorisme di Indonesia. Manager mengungkapkan setidaknya ada 4 poin penting yang harus jadi catatan dan evaluasi pemerintah.

“Setidaknya ada 4 kritik dalam penanganan tindak pidana terorisme yang saharusnya tidak mengabaikan prinsip-prinsip kemanusiaan. Di antara prinsip-prinsip itu adalah harus memperhatikan asas praduga tak bersalah, polisi tidak boleh membunuh, pemberian akses informasi pada keluarga terduga, dan hal yang berkaitan dengan pendanaan program penanganan tindak pidana terorisme,” ujarnya pada Kiblat.net, Rabu (08/03) di Depok.

Manager pun menjelaskan bahwa dalam penindakan tindak pidana terorisme harus bisa dipastikan adanya asas praduga tidak bersalah. Sehingga siapapun yang diduga melakukan teror, mereka haruslah dimintai pertanggungjawaban dalam proses hukum yang terbuka, adil, jujur dan profesional.

“Jangan sampai ada orang yang kemudian ditindak oleh aparat penegak hukum, namun penanganannya melanggar asas ini. Dan dari catatan Komnas HAM selama ini, ada lebih dari 121 masyarakat yang ditembak mati, dengan alasan dianggap sebagai pelaku teroris,” terang Manager.

“Mestinya, mereka (terduga teroris.Red) dimintai pertanggung jawaban melalui hukum, dan diberi kesempatan untuk membela diri, dan untuk menyampaikan pembelaan dan pernyataannya. Sekaligus, negara punya kesempatan membuka apa yang mereka sebut sebagai jaringan itu. Dengan ditangkap hidup-hidup, dapat membongkar apa yang disebut jaringan terorisme,” lanjutnya.

Kedua, lanjut Manager, berkaitan dengan kewenangan kepolisian dan Densus 88. Polri sebagai institusi negara sudah ditetapkan dan diposisikan sebagai sipil, dan konsensus sebagai bangsa dan juga alat sipil, maka tentunya tidak dibolehkan melakukan pembunuhan dalam melakukan tugas.

“Polisi hanya dibolehkan melumpuhkan, tidak boleh membunuh. Dan dalam kasus Siyono ini kembali mengingatkan kita bahwa Negara harus kembali menegakkan HAM,” ungkapnya.

Adapun yang ketiga, Manager mengatakan bahwa dalam penindakan tindak pidana terorisme, keluarga terduga seharusnya diberi penjelasan yang jelas terkait hal tersebut.

“Penting juga memberikan akses kepada keluarga berupa pengetahuan keluarga, ketika ada orang ditangkap ini harus dijelaskan karena alasan apa. Ini yang harus diberi ruang yang cukup,” terangnya.

Sedangkan yang terakhir, Manager menyebut bahwa Negara Indonesia harus kuat menghadapi kekuatan di luar negeri. Dalam kasus Siyono ini membuktikan perlunya akuntabilitas pembiayaan dari operasi penanggulangan terorisme.

“Pembiayaan program anti-teror ini harus dipastikan dari uang negara, tidak boleh dari uang non APBN. Cara membuktikannya adalah dengan melakukan mekanisme pembayaran, dan itu sudah ada standarnya. Misal kalau ngasih ke orang itu ada kwitansi dan tanda terima,” ujarnya.

Dalam kasus Siyono ini, lanjut dia, ada uang yang diserahkan kepada keluarga almarhum dengan berbagai nomenklatur (alasan.Red) yang akhirnya diketahui sejumlah 100 juta.

“Ini kan minus akuntabilitas soal keuangan dalam penanganan terorisme, karena tidak adanya kwitansi dan bukti penyerahan itu,” tandasnya.

Reporter: Muhammad Jundii
Editor: M. Rudy

Sumber: kiblat


Related Posts: