OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 16 Maret 2017

KontraS: Aparat Banyak Lakukan Kriminalisasi Terkait Proyek Reklamasi



10Berita, Jakarta – Proyek reklamasi menjadi salah satu sorotan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban (KontraS). Temuan organisasi hak asasi manusia itu menunjukkan banyaknya kriminalisasi terhadap aktivis terkait kegiatan itu.

Wakil Koordinator I sekaligus ketua Bidang Advokasi KontraS, Putri Kanesia mengatakan proyek reklamasi ini memunculkan topik perlawanan warga. “Pembangunan bernama reklamasi yang muncul belakangan ini nampaknya tidak memiliki peta dan perkakas yang jelas terkait Prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia,” ungkapnya di Jakarta, Selasa (13/3).

Putri menyebut, bahwa dalam proyak reklamasi yang mengemuka bukan prinsip bisnis dan slogan anti korupsi. Sebaliknya, malah lebih banyak yang digunakan dalam operasionalisasi adalah service and standards dalam mengembangkan modernisasi.

“Pada konteks reklamasi, kebijakan ini kemudian tidak memperhatikan pentingnya partisipasi warga. Di sisi lain, warga juga memiliki standar-standar apa yang terbaik dan dibutuhkan oleh warga dan masyarakat setempat dalam mengembangkan makna pembangunan, malah tidak diperhatikan,” terangnya.

Perlawanan warga di Bali, Romang, Jakarta, menurutnya turut menunjukkan bahwa membangun suatu daerah, ternyata memiliki standar yang berbeda-beda. Padahal, pemerintah tetap ingin menggunakan ukuran birokrasi yang sama.

“Dari sisi penegakan hukum dan HAM, temuan fakta dan kejanggalan di lapangan dalam memuluskan lajur reklamasi di Indonesia, termasuk tindakan kriminalisasi terhadap sejumlah aktivis tolak reklamasi yang dilakukan oleh aparat keamanan masih banyak terjadi. Bahkan, sentimen ‘pembangunan baru’ di masa pemerintahan Joko Widodo belum menempatkan publik sebagai penerima manfaat utama,” ungkapnya.

“Gaya ‘pembangunan baru’ di Indonesia melalui aktivitas reklamasi juga tidak menunjukkan watak dari semangat kemajuan-kemajuan yang dapat terrealisasi sebagaimana diatur di dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (1966),” pungkasnya.

Sumber: kiblat

Related Posts: