OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 16 April 2017

Apa Sih yang Dimaksud ‘Masjid Dhirar’ Itu? Begini Penjelasannya

Apa Sih yang Dimaksud ‘Masjid Dhirar’ Itu? Begini Penjelasannya

10Berita-JAKARTA — Dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo untuk meminta agar menunda peresmian Masjid KH Hasyim Asy’ari yang berada di bilangan Daan Mogot, Ketua Dewan Pertimbangan MUI/Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah M Din Syamsuddin, sempat menyebut istilah ‘Masjid Dhirar’. Di dalam surat terbuka yang tersebar luas semenjak kemarin itu, ‘Din Syamsuddin’ mengartikan istilah ‘Masjid Dhirar’ sebagai masjid yang membahayakan.

BACA JUGA: Peresmian Masjid Daan Mogot Sebaiknya Ditunda

Setelah dicari dalam litelatur, maka soal sebutan masjid seperti itu ada dalam banyak pembahasan para cendikiawan Muslim, berikut ini penjelasan singkatnya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِّمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِن قَبْلُ ۚ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَىٰ ۖ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemadharatan (pada orang-orang Mukmin), untuk kekafiran dan memecah belah antara orang-orang Mukmin, serta menunggu kedatangan orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah,”kami tidak menghendaki selain kebaikan.”Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).” (QS. At-Taubah 9 : 107)

SEBAB TURUNNYA AYAT

Ibnu Mardawaih rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Ishaqrahimahullah yang berkata, “Ibnu Syihab az-Zuhri menyebutkan dari Ibnu Akîmah al-Laitsi dari anak saudara Abi Rahmi al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu. Dia mendengar Abi Rahmi al-Ghifariradhiyallahu ‘anhu – dia termasuk yang ikut baiat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Hudaibiyah – berkata, “Telah datang orang-orang yang membangun masjid dhirar kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat beliau bersiap-siap akan berangkat ke Tabuk.”

Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, kami telah membangun masjid buat orang-orang yang sakit maupun yang mempunyai keperluan pada malam yang sangat dingin dan hujan. Kami senang jika engkau mendatangi kami dan shalat di masjid tersebut.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Aku sekarang mau berangkat bepergian, insya Allah setelah kembali nanti aku akan mengunjungi kalian dan shalat di masjid kalian.”Kemudian dalam perjalanan pulang dari Tabuk, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam beristirahat di Dzu Awan (jaraknya ke Madinah sekitar setengah hari perjalanan). Pada waktu itulah Allah Subhanahu Wa Ta’ala  memberi kabar kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang masjid tersebut (dan larangan shalat di dalamnya) dengan menurunkan ayat ini.

PENJELASAN AYAT

Sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, di kota suci ini ada seorang laki-laki dari bani Khazraj berjuluk Abu Amir ar-Râhib. Lelaki ini pada masa jahiliyah beragama Nashrani dan mempelajari kitab-kitabnya, sehingga dia termasuk orang yang tekun beribadah pada masa itu. Disisi lain dia juga mempunyai kedudukan dan pengaruh besar dalam kabilahnya. Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, kaum Muslimin bersatu di bawah tampuk kepemimpinan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga Islam menjadi kuat, apalagi setelah Allah Ta’ala memenangkannya pada waktu perang Badar.

Melihat keadaan seperti ini, Abu Amir tidak rela, sehingga dia menampakkan permusuhannya terhadap kaum Muslimin; sampai-sampai dia pergi ke Makkah menemui orang-orang kafir Quraisy untuk mengajak memerangi Rasulullah dan kaum Muslimin di Madinah. Mereka pun setuju dan kemudian menyusun kekuatan; hingga terjadilah perang Uhud.

Abu Amir juga mengajak kaum Anshar untuk bekerjasama dan menyetujui pemikirannya. Namun ketika mereka mengetahui maksud buruknya, mereka berkata,”Wahai musuh Allah, semoga Allah menjadikanmu sebagai orang yang dibenci setiap orang yang melihatmu”, Mereka mencaci-maki dan mencelanya; lalu dia pulang dan berkata, ”Demi Allah, kejelekan telah menimpa kaumku.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah mengajaknya untuk masuk Islam serta membacakan al Qur’an kepadanya sebelum dia melarikan diri ke negeri Romawi. Meskipun demikian, dia tetap menolak masuk Islam, bahkan mengatakan kepada Rasulullah, “Aku tidak menemui suatu kaum yang memerangimu kecuali aku bersama mereka.” Maka beliau mendoakan dia agar mati di tempat yang jauh dalam keadaan terusir.

Lelaki ini memang selalu bersama orang-orang kafir dalam semua peperangan melawan kaum Muslimin. Kemudian ketika mereka kalah dalam perang di Hawazun, dia pun pergi ke negeri Romawi meminta bantuan raja Romawi untuk memerangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sana dia juga menyuruh orang-orang munafik (dari penduduk Madinah) untuk membangun masjid dhirar.

Atas dasar perintah tersebut, mereka lalu mendirikan masjid berdekatan dengan masjid Quba’. Masjid tersebut selesai didirikan sebelum Rasulullah berangkat ke Tabuk. Lalu mereka mendatangi beliau Rasulullah dan meminta agar beliau mengunjungi mereka dan shalat di masjid itu. Sebenarnya mereka bermaksud (mengelabui kaum Muslimin) menjadikan shalat beliau ini sebagai hujjah bagi mereka, bahwasanya Rasulullah telah menyetujui pembangunan masjid tersebut. Mereka menyebutkan kepada beliau alasan mendirikan masjid itu; yaitu untuk orang-orang tua maupun yang sakit (yang tidak bisa hadir shalat berjama’ah di masjid Quba’) pada saat malam musim dingin (akan tetapi alasan ini tidaklah benar adanya).

Kemudian Allah Subhanahu Wa Ta’ala  melarang rasulNya agar tidak melaksanakan shalat di masjid tersebut, dengan menurunkan ayat di atas. Penjelasannya: “Mereka yang mendirikan masjid dhirar adalah sekawanan orang (munafik) dari penduduk Madinah yang jumlahnya dua belas orang. Mereka mendirikan masjid dengan tujuan menimbulkan kemadharatan pada orang-orang Mukmin dan masjid mereka, dan untuk menguatkan kekafiran orang-orang munafik, serta memecah belah jama’ah kaum Mukminin. Pada awalnya mereka semua shalat berjamaah di satu masjid (yakni masjid Quba’), kemudian terpecah menjadi dua masjid (di masjid Quba’ dan masjid dhirar). Mereka ingin mendapatkan kesempatan untuk menyebarkan syubhat, menghasut, menfitnah dan memecah belah shaf kaum Mukminin. Juga untuk menunggu kedatangan orang yang telah memerangi Allah  dan RasulNya sejak dahulu yaitu Abu Amir ar-Rahib. Mereka sesungguhnya bersumpah dengan mengatakan,”Kami tidak menghendaki kecuali kebaikan yaitu menunaikan shalat dan berdzikir di dalamnya serta memberi kemudahan bagi para jama’ah.” Dan Allah Azza wa Jalla menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).”

Larangan Allah Subhanahu Wa Ta’ala tersebut telah di sebutkan dengan jelas di dalam ayat berikutnya, yaitu:

لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا ۚ لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ

“Janganlah kamu shalat di dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah Azza wa Jalla menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. At-Taubah 9 : 108).

Seorang Ulama Tafsir, Syaikh As-Sa’di rahimahullah dalam menafsirkan ayat ini mengatakan, “(Bangunan tersebut) menyebabkan keraguan itu melekat di hati mereka, kecuali jika mereka benar-benar menyesali dan bertaubat atas perbuatan mereka serta takut kepada Allah Azza wa Jalla. Jika demikian, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan mengampuni mereka. Tetapi jika sebaliknya, maka bangunan tersebut tidak akan menambah pada mereka, kecuali kemunafikan di atas kemunafikan. Dan Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu, baik yang ditampakkan oleh hambaNya maupun yang disembunyikan. Maha Bijaksana, tidak melakukan dan menciptakan, memerintahkan dan melarang kecuali di balik itu semua ada hikmahnya dan bagiNya segala pujian.”

Wallahu a’lam.

Sumber: Ummat.pos

Related Posts: