OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 11 April 2017

Belajar Tawakal pada Burung

Belajar Tawakal pada Burung


10Berita-TAWAKAL sering disalahartikan sebagai sikap menyerah dan tak berdaya. Banyak orang menganggap tawakal adalah sikap pasrah, tanpa ada usaha dan kerja sama sekali. Ini sungguh keliru. Tawakal yang benar haruslah tercakup dua hal yakni penyandaran diri pada Allah dan melakukan usaha.

Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Usaha dengan anggota badan dalam melakukan sebab adalah suatu bentuk ketaatan pada Allah. Sedangkan bersandarnya hati pada Allah adalah termasuk keimanan,” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 517)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengisyaratkan sikap tawakal dengan burung yang bisa pulang dalam keadaan mendapatkan rezeki dikarenakan ia juga melakukan usaha keluar di pagi harinya, disertai hatinya bersandar pada Allah.

Al Munawi mengatakan, ”Burung itu pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali ketika sore dalam keadaan kenyang. Namun, usaha (sebab) itu bukanlah yang memberi rizki, yang memberi rizki adalah Allah Ta’ala. Hal ini menunjukkan bahwa tawakkal tidak harus meninggalkan usaha. Tawakkal haruslah dengan melakukan berbagai usaha yang akan membawa pada hasil yang diinginkan. Karena burung saja mendapatkan rizki dengan usaha. Sehingga hal ini menuntunkan pada kita untuk mencari rizki. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi bisyarhi Jaami’ At Tirmidzi, 7/7-8, Asy Syamilah).

Allah subhanahu wa ta’ala dalam beberapa ayat juga menyuruh kita agar tidak meninggalkan usaha sebagaimana firman-Nya, ”Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang,” (QS. Al Anfaal: 60).

Juga firman-Nya, “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah,” (QS. Al Jumu’ah: 10).

Dalam ayat-ayat ini terlihat bahwa kita juga diperintahkan untuk melakukan usaha.

Sahl At Tusturi mengatakan, ”Barangsiapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah mencela sunnatullah (ketentuan yang Allah tetapkan). Barangsiapa mencela tawakkal (tidak mau bersandar pada Allah) maka dia telah meninggalkan keimanan.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 517). []

Sumber : rumaysho.com, islampos


Related Posts:

  • SEANDAINYA "MEREKA" HIDUP DI JAMAN RASULULLAHSEANDAINYA "MEREKA" HIDUP DI JAMAN RASULULLAH SEANDAINYA MEREKA HIDUP DI JAMAN RASULULLAH Seandainya orang ini hidup di jaman Nabi: Melihat Nabi memimpin perang Badar, Uhud, Khandaq dll,... Mereka akan berkata: Nabi kok hobi… Read More
  • 7 Keutamaan Memberi Makan Buka Puasa 7 Keutamaan Memberi Makan Buka Puasa10Berita-ADA beberapa keutamaan memberi makan buka puasa. Ini juga termasuk bagi yang membantu atau menjadi panitia buka puasa karena termasuk dalam orang yang menolong dalam kebaikan. 1.Me… Read More
  • Tak Ada Gunanya Meratapi Masa Lalu Tak Ada Gunanya Meratapi Masa Lalu Oleh: DR. Abdullah Aidh al-Qarni MENGENANG masa lalu, kemudian bersedih atas nestapa dan kegagalan di dalamnya merupakan tindakan bodoh. Sama artinya dengan membunuh semangat, memupuskan tek… Read More
  • Hijrah, Jalan Untuk Selamatkan Dakwah dan Akidah IslamHijrah, Jalan Untuk Selamatkan Dakwah dan Akidah Islam 10Berita– Ketika berbagai cobaan dan ujian silih berganti dialami umat Islam, Rasul SAW memerintahkan kaum Muslimin untuk segera berhijrah ke Yatsrib. Perihal tempa… Read More
  • Di Usia 91 Tahun, Wanita Prancis Ini Nyatakan Masuk IslamDi Usia 91 Tahun, Wanita Prancis Ini Nyatakan Masuk Islam TIDAK ada batas usia untuk kembali kepada Allah. Bahkan orang yang sudah tua renta pun bisa mendapatkan hidayah Allah sehingga bisa memeluk Islam di akhir senja usiany… Read More