Pemuda PUI: Tuduhan Makar, Cara Usang Bungkam Masyarakat Kritis
Ilustrasi: Makar !
10Berita-JAKARTA – Untuk kesekian kalinya para kativis yang kritis langsung ditangkap dengan tuduhan makar. Mereka merupakan para eksponen demontran yang resah dengan kondisi negara.
Seperti dalam kasus Ahok. Eskalasi demonstrasi dalam penyikapan kasus penodaan agama oleh Ahok semakin meningkat. Hampir tiap demo, (di luar masyarakat DKI sendiri), gelombang demonstran luar DKI Jakarta kian menguat. Mereka yang tidak ada kepentingan pilkada DKI berdatangan. Tuntutan mereka hanya satu, tegakkan hukum secara adil bagi ahok.
Tetapi di luar dugaan. Demontrasi itu disambut dengan penangkapan sejumlah tokoh. Sebut saja, mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen, eks Staf Ahli Panglima TNI Brigadir Jenderal (Purn) Adityawarman Thaha, Firza Husein, Ratna Sarumpaet, Rachmawati Soekarnoputri, Eko dan terakhir Sekjen FUI, KH Muhammad al-Khathath masih ditahan. Sebagian dari mereka ditahan dengan tuduhan makar, yang kemudian dibebaskan.
PP Pemuda PUI melalui Ketua Umum Raizal Arifin menyayangkan penangkapan dan tuduhan makar.
“demontrasi itu bukan makar. Bagaimana bisa disebut maka, mereka bukan aliansi radikal yang berkelompok membentuk kelompok penjatuhan pemerintah. Makar itu harus ada kolaborasi dengan kekuatan lain. Lah, ini menyuarakan keadilan. Bukan meminta pemerintahan. Lihat Kendeng. Sampai ada yang meninggal, kebijakan tetap. Tida berubah,” kata Raizal saat ditemui di Jakarta, 3 April 2017.
Raizal pun menambahkan, “Gelombang demontrasi yang semakin menguat, seharusnya pemerintah instrospeksi diri. Sejauh mana sikap dan kebijakan itu menyumbat demokrasi. Bagaimana hukum bisa tegak diatas segala-galanya. Tanpa pandang bulu. Dan tidak mengistimewakan seorang tersangka. Jangan sampai hanya gara-gara seseorang, negara seperti limbung. Sibuk membendung arus masyarakat sipil yang menghendaki keadilan.”
Sekretaris Jenderal PP Pemuda PUI, Kana Kurniawan mewanti-wanti. “Jika model pembungkaman masyarakat kritis terus dilakukan dengan cara ini. Apa bedanya dengan era orde baru. Bagaimana kita akan maju jika selalu curiga dengan masyarakat. Model ini akan memunculkan gelombang besar dari masyarakat. Ingat loh, rakyat itu punya kuasa. Punya kekuatan yang melebihi masa kekuasaan pemerintah,” tandasnya. [AW]
Sumber: Panjimas