Cegah Perpecahan, GNPF MUI Tawarkan Rekonsiliasi Antara Dua Kubu Berseberangan
10Berita-JAKARTA — Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) mengapresiasi keputusan Majelis Hakim dalam persidangan kasus penistaan agama yang dinilai cukup konsisten memenjarakan Basuki Tjahaja Purnama yang langsung diantar ke rutan Cipinang pasca pembacaan putusan hukuman 2 tahun penjara.
“Walau tidak pada putusan maksimal 5 tahun penjara, kami masyarakat yang taat hukum di negara hukum ini mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya atas putusan Majelis Hakim,” katanya selepas Konferensi Pers di Gedung AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu, 10 Mei 2017.
Ustadz Bachtiar menilai doa dan upaya dari umat Islam untuk mengawal kasus penodaan agama yang dilakukan Ahok sudah maksimal. Bimbingan para ulama, menurutnya, juga membantu memastikan aksi-aksi benar berlangsung damai seperti yang direncanakan.
“Umat Islam harus bersandar pada Allah, setiap pihak pasti juga punya keinginan. Sekarang hentikanlah tuduhan bahwa kami ini anti kebhinekaan atau anti apa saja,” ujarnya.
Selaku Ketua GNPF MUI, Ia juga mengungkapkan harapannya untuk diadakan upaya rekonsiliasi agar kembali tercipta suasana yang kondusif.
Sebagaimana diketahui, sejak Gubenur DKI Jakarta itu melakukan penistaan agama di kepulauan seribu, masyarakat terbelah menjadi dua; kubu pro dan kontra Ahok. Karenanya, Rekonsiliasi ini diadakan guna untuk menjalin kerjasama lagi dan agar bisa saljng memaafkan, dan saling membantu kedepannya.
“Agar yang sudah berlalu ini, kasus Ahok dan segala perseteruan di antara dua kubu ini tidak berlarut-larut, karenanya diadakan rekonsiliasi,” ujarnya.
Selanjutnya, satu bentuk rekonsiliasi yang ingin diwujudkan oleh GNPF MUI adalah melakukan silaturahmi antartokoh sentral di antara dua kubu yang pernah berseberangan itu.
“Itu masih berupa wacana tapi sekuat mungkin kami ingin wujudkan. Yang jelas kami akan mengajak tokoh sentral di pihak Pak Ahok untuk melakukan silaturahmi untuk mewujudkan rekonsiliasi tersebut,” katanya.
Dalam penjelasannya, Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) ini menyebut hikmah peristiwa ini sebagai pelajaran yang penuh hikmah bahwa siapa pun yang melakukan tindakan penodaan terhadap agama harus dihukum. “Untuk itu, kepada umat Islam hati-hatilah dalam bertindak dan bertutur dan jagalah keharmonian antar umat beragama yang sudah terjalin baik di Indonesia. Karena umat Islam pada hakikatnya adalah umat yang cinta damai dan janganlah umat Islam kemudian hanyut dan tenggelam dengan euforia merasa menang,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Ustadz Bachtiar menyampaikan harapannya bahwa apa yang selama ini diperjuangkan adalah sesuatu yang diharapkan bisa membuat umat dan bangsa tetap bersemangat untuk menegakkan supremasi hukum di Indonesia.
Secara khusus kepada umat Muslim yang merasa belum terpuaskan karena tidak sampai pada penetapan hukuman maksimal, beliau mengimbau untuk menerima apa yang menjadi putusan Majelis Hakim dengan lapang dada.
“Kepada sahabat-sahabat yang belum bisa menerima apa yang diputuskan oleh Majelis Hakim, baik dari kelompok Muslim karena merasa tidak maksimal maupun kelompok pro-Ahok karena merasa ada yang tidak adil, tidak ada jalan lain lagi kecuali menerima apa adanya putusan Majelis Hakim,” imbaunya.
Derasnya arus protes umat Islam yang menuntut penegakan hukum secara berkeadilan dan penegakan keadilan berdasarkan hukum, menurutnya tidak bisa dimaknai sebagai upaya sesaat yang menuntut pelaku penodaan agama dipenjara. Bukan pula aksi protes yang dilatarbelakangi kebencian atau bermotif politik melainkan murni untuk memgawal proses hukum dengan cara-cara damai, bermartabat, dan konstitusional. [fm/aql]
Sumber: Ummat.pos