OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 02 Mei 2017

May Day di Swedia: Ketika Para Buruh Muslimah Memperjuangkan Hak Berjilbab

May Day di Swedia: Ketika Para Buruh Muslimah Memperjuangkan Hak Berjilbab


10Berita, Stockholm – Di Hari Buruh Internasional, Senin (01/05), para muslimah di Swedia turun ke jalan, menuntut hak berjilbab di tempat kerja. Aksi dilakukan setelah Hakim Pengadilan Uni Eropa, mengizinkan perusahaan swasta untuk melarang karyawan mengenakan simbol-simbol keagamaan.

Secara tidak langsung, keputusan itu merupakan serangan langsung terhadap wanita-wanita yang mengenakan jilbab di tempat kerja mereka. Keputusan diambil setelah seorang wanita Belgia dan seorang wanita Perancis mengajukan tuntutan hukum karena diberhentikan dari pekerjaan mereka karena mengenakan jilbab.

Aksi ini tidak hanya dilakukan di ibukota Stockholm, tetapi juga di kota-kota Malmo, Gothenburg, Vasteras, Sala dan Umea. Mereka meneriakkan slogan-slogan seperti “Hancurkan Rasisme!”, “Jilbab Saya Bukanlah Urusan Anda” dan “Pekerjaan adalah Hak Kita”.

“Wanita Muslim di sini (Gothenburg) biasanya tidak pergi untuk demonstrasi pada May Day. Aksi ini menunjukkan begitu banyak orang dari berbagai latar belakang yang memperjuangkan hak-hak buruh,” kata Maimuna Abdullahi, salah satu penyelenggara acara tersebut kepada Al Jazeera.

“Saya keluar karena ini adalah tanggung jawab masyarakat kita untuk membela kita semua,” kata Gabrielle Guastad, seorang peserta aksi dari jaringan aktivis Swedia di Gothenburg, The Right Our Bodies.

Seorang lainnya, Khaali Mohammed, mengatakan bahwa ia memiliki hak sesuai yang diinginkan. “Paling tidak aksi ini untuk mendidik orang-orang dan memecahkan kesunyian seputar hak pekerja Muslimah,” imbuhnya.

Penyelenggara mengatakan bahwa mereka heran dengan tidak adanya respon terhadap keputusan pengadilan Uni Eropa. Hal inilah yang mendorong mereka untuk mengadakan acara tersebut.

“Tidak ada kritik keras terhadap keputusan tersebut, terutama di Swedia, sebuah negara yang dipuji karena hak asasi manusia,” kata Abdullahi.

Untuk mempromosikan pawai tersebut, Aftab Soltani, salah satu panitia, mengungkapkan bahwa Muslimah adalah sosok yang kuat. Dia mengatakan bahwa tujuan aksi untuk membalikkan citra Muslimah sebagai korban diskriminasi.

“Ini memmbangun citra hijaber yang kuat, karena narasi nyata perlawanan tidak pernah diungkapkan,” ujarnya.

Sementara itu, para netizen langsung menyebarkan postingan-postingan terkait aksi itu, sembati menyematkan hastag #Muslimwomenban.

“Para aktivis dan seniman yang berbeda di Eropa menghubungi kami dengan mengatakan bahwa mereka akan memberikan dukungan kepada para Muslimah selama demonstrasi May Day,” kata Soltani.

Keputusan pengadilan Uni Eropa memang tidak mengizinkan pelarangan hijab secara menyeluruh di sektor swasta. Namun, secara tersirat memungkinkan para pengusaha untuk dapat sewenang-wenang memutuskan apa yang dianggap netral di tempat kerja.

“Kata-kata pengadilan tentang netralitas di sebuah perusahaan juga menunjukkan bahwa hijab dianggap abnormal,” kata Hajar El Jahidi dari Forum Eropa untuk Wanita Muslim.

“Keputusan pengadilan tersebut juga menyebabkan beberapa pengusaha sektor swasta memasukkan klausul netralitas dalam kebijakan mereka sebagai dasar untuk menghapus atau melarang pekerja yang mengenakan jilbab,” imbuhnya.

Menurut sebuah studi baru-baru ini oleh European Network Against Racism (ENAR), diskriminasi di tempat kerja untuk wanita yang memakai jilbab sebesar tiga kali lipat, karena mereka dinilai berdasarkan jenis kelamin, etnisitas dan agama.

Reporter: Ibas Fuadi
Sumber: Al-Jazeera, Kiblat.net



Related Posts: