Sempat Diancam Tetangga Satu Kampung, Inilah Kisah Menggugah Petani yang Buka Lahan Tanpa Membakar
10Berita-PALEMBANG — Usahanya mengajak melakukan perubahan demi kebaikan bersama sempat memicu reaksi penentangan, bahkan ancaman oleh tetangga satu kampung. Itulah yang dialami oleh Jeni, warga desa Banyu Biru, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
Pasalnya, petani berusia 41 tahun ini tanpa kenal lelah mensosialisasikan cara mengolah lahan tanpa menggunakan metode bakar kepada masyarakat desanya.
Dinilai tidak lazim, apa yang dipromosikan Jeni dianggap menghambat dan mengganggu kegiatan pencaharian warga. Berbagai ancaman dan intimidasi pun kerap diterima oleh Jeni atas aksinya tersebut.
“Pokoknya kalau kami menanam padi ini gagal, kami akan datangi rumahmu, kami bawakan parang,” kata Jeni menirukan ancaman salah satu warga.
Selama puluhan tahun, metode bakar telah diterapkan oleh masyarakat Banyu Biru dalam membuka lahan pertanian, karena dianggap sebagai cara paling mudah dan murah. Namun dengan bermodal niat baik dan keteguhan hatinya, Jeni secara perlahan mampu mengubah keadaan. Dia mengungkap alasan mengapa merasa tergerak melakukan sesuatu terhadap perilaku bertani warga desanya. Sebab menurutnya metode bakar punya efek buruk dalam jangka panjang.
“Metode bakar memang lebih mudah dan murah, namun dampak jangka panjangnya merugikan. Selain rawan kebakaran, tanah juga akan semakin kering dan gersang. Apalagi kalau melihat dampak kebakaran bagi kesehatan, anak-anak terkena ISPA karena asap,” jelas Jeni.
Apa yang dipromosikan Jeni sebetulnya merupakan teknik yang sudah lumrah dipraktikkan dalam dunia pertanian yaitu menggunakan herbisida (bahan penyiang gulma) dan larutan bakteri dekomposer sebagai pengganti metode pembakaran lahan.
Namun karena pola pikir mayoritas warga yang telah terbentuk sekian lama, serta kurangnya kesadaran dan kemauan mencoba, maka timbulah resistensi terhadap perubahan.
Jeni memanfaatkan fungsi herbisida yang selain mematikan gulma, juga membantu tanah menjadi gembur dan selanjutnya akan berproses menjadi unsur hara.
Setelah gulma disemprot herbisida sampai mati, lahan dibiarkan selama sekitar dua pekan.
Tahap selanjutnya, lahan disemprotkan larutan bakteri dekomposer untuk mempercepat proses pengomposan gulma. Larutan bakteri dekomposer ini berfungsi sebagai pengurai bahan organik secara alami di dalam tanah.
Hasilnya, sisa-sisa tanaman pengganggu menjadi lapuk secara alamiah, dan tanah dapat mulai dibajak tanpa melalui proses bakar.
Memang proses membuka lahan tanpa bakar ini membutuhkan upaya ekstra baik secara teknik, bahan, maupun waktu. Namun secara jangka panjang dampaknya juga lebih baik, terutama bagi kesuburan tanah.
Sebaliknya meski lebih mudah, cepat, dan murah, teknik bakar lahan secara jangka panjang justru akan membuat tanah semakin gersang dan menurunkan kesuburan tanah.
Kegigihan Jeni dalam memperjuangkan apa yang diyakininya telah menginspirasi masyarakat sekitarnya. Kini, banyak petani Banyu Biru telah merasakan panen hasil taninya tanpa menggunakan metode bakar lahan.
Masa-masa sulit pembukaan lahan telah terlewati, dan satu per satu petani Banyu Biru mulai mengakui bahwa ternyata memungkinkan untuk mengolah lahan tanpa membakar terlebih dahulu.
Saat ini terdapat 7 kelompok tani di desa Banyu Biru, dengan anggota per kelompok mencapai 30-60an orang.
Kelompok tani yang dikepalai Jeni sendiri beranggotakan 64 orang, bernama Barokah Sri Rejeki.
Mereka disediakan lahan seluas 127 hektar untuk bercocok tanam.
Lahan ini merupakan bagian dari areal tanaman kehidupan salah satu mitra pemasok Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas.
Kisah Jeni yang menginspirasi warga desa Banyu Biru ini membuatnya hadir di acara Indogreen Environment & Forestry Expo, sebuah pameran tahunan yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (KLHK) dalam mendukung pelestarian lingkungan hidup Indonesia. Acara yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) pada 13-16 April ini diikuti oleh perwakilan multisektor, dan merupakan pameran lingkungan dan kehutanan terbesar di Indonesia.
Jeni merupakan petani binaan Desa Makmur Peduli Api (DMPA), sebuah program yang digagas oleh Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas yang turut berpartisipasi dalam Indogreen Environment & Forestry Expo kali ini. Program DMPA fokus dalam melibatkan masyarakat sekitar konsesi perusahaan untuk berdaya secara sosial-ekonomi melalui kegiatan wanatani (agroforestry).
Di pameran ini, Jeni membawa hasil kerja kerasnya, yaitu beras yang telah dipanen beberapa saat lalu bersama kelompok tani yang dikepalainya.
“Tahap awal memang masih belum maksimal, tapi insya Allah akan diperjuangkan agar dapat meningkat lagi hasil produksinya,” pungkasnya. (fm)
Sumber: jpnn/sriwijayapost/Ummat pos