OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 25 Juni 2017

Dalil-dalil Untuk Silaturahmi di Hari Raya ke Kerabat dan Teman

Dalil-dalil Untuk Silaturahmi di Hari Raya ke Kerabat dan Teman


10Berita-Hari Raya atau Lebaran merupakan momentum istimewa yang menjadi ajang memperat hubungan keluarga, kerabat dan teman. Di hari raya ‘Idul Fitri atau pun Idul Adlha, masyarakat berbodong-bondong mudik untuk bisa berjumpa dengan orang-orang yang mereka cintai.

Di hari raya, banyak aktifitas yang dilakukan mulai dari ziarah kubur, berkunjung / silaturahmi, dan lainnya. Dalam silaturahmi, ada aktifitas yang sudah menjadi tradisi serta bagian daripada adab kesopanan (tatakrama) di masyarakat, misalnya berjabat tangan, cium tangan dan lain sebagainya.

Aktifitas-aktifitas diatas kadang ditolak oleh beberapa pihak, bahkan mungkin termasuk pihak keluarga, kerabat atau teman yang dikunjungi karena ketidak tahuan mereka atau karena terpengaruh paham diluar mayoritas umat Islam,

Lalu mereka dengan mudah mengatakan tidak pernah dicontohkan oleh Nabi, tidak ada dalilnya, perbuatan syirik, bid’ah sesat dan sebagainya.

Oleh karena itu, penting kiranya bagi kaum muslimin untuk mengetahui dalil-dalil yang berkaitan dengan aktifitas mereka sehari-hari, khususnya ketika bersilaturahmi di momentum lebaran.

1. Silaturahmi
Silaturahmi atau menyambung tali kasih sayang bisa dilakukan kapan saja, apalagi dimomen yang di istimewa seperti lebaran, dimana kesempatan untuk silaturahim lebih luas, karena kemungkinan besar keluarga, kerabat, handai taulan dan teman masih bisa berkumpul bersama.

Rasulullah Saw pernah bersabda:

تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ، وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ ، وَتُؤْتِى الزَّكَاةَ ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ

“Sembahlah Allah, janganlah persekutukan dengan sesuatu pun, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan sambilkan tali kasih sayang (silaturahmi”. (HR. Al-Bukhari)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saaw bersabda,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung tali kasih sayang (silaturahmi).” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

2. Ziarah Kubur di Hari Raya
Pada prinsipnya, ziarah ke makam orang tua, keluarga, guru dan para ulama itu dapat dilaksanakan kapan saja. Karena sifatnya mutlak, boleh dilakukan kapan saja maka termasuk di Lebaran atau bulan Ramadlan sekali pun, diperbolehkan, tidak dilarang.

Bila ada orang yang melarang, berarti orang tersebut hendak membatasi kemultakan perintah ziarah kubur. Oleh karena itu ia perlu dihadirkan dalilnya.

Jadi, bukan peziarah kubur di hari raya yang harus menghadirkan dalil, tetapi orang yang melarang, karena orang tersebut telah melarang sesuatu yang tidak dilarang oleh agama.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : – قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم ( زُوْرُوا الْقُبُوْرَ . فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ اْلآَخِرَةَ ) . رواه ابن ماجه

Abu Hurairah berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berziarahlah kalian ke kuburan, karena sesungguhnya hal itu dapat mengingatkan kalian pada kehidupan akhirat.” (HR. Ibnu Majah).

4. Berjabat Tangan
Saat bertemu dengan orang yang kita kunjungi, disunnahkan untuk berjabat tangan. Berjabat tangan hukumnya sunnah ketika bertemu. Dari al-Bara’ bin ‘Azib ra, Rasulullah Saw pernah bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا

“Tidaklah 2 orang muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni (dosa-dosa) keduanya, sebelum mereka berpisah” (HR. Abu Daud, At-Turmidzi dan Ibnu Majjah)

5. Tersenyum
Saat bertemu dengan keluarga, kerabat atau teman tentu harus dengan wajah yang berseri-seri, dengan senyuman bahagia.

Menampakkan wajah berseri dengan senyuman seperti ini merupakan sunnah sebagaimana hadits berikut: dari Abu Dzar ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda,

تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ

“Senyumanmu dihadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu” (HR. At-Turmidzi dan Ibnu Hibban)

6. Cium Tangan
Salah satu aktifitas tatakrama dimasyarakat yang sering dilakukan adalah cium tangan, seperti seorang anak mencium tangan kedua orang tuanya, kakak, paman bibinya, kakeknya, guru atau ustadznya, kiainya, dan sebagainya.

Kebiasaan ini adalah kebiasaan baik yang sebenarnya sudah banyak dipraktekkan oleh para ulama, bahkan sahabat Nabi Saw. Tidak ada kaitannya dengan kesyirikan.

Hanya saja, sebagian orang yang berlebih-lebihan menganggap cium tangan sebagai bentuk syirik. Hal itu karena kurangnya pemahaman mereka terhadap agama.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ يَزِيدَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَبَّلَ يَدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudlail dari Yazid dari Abdurrahman bin Abu Lailai dari Ibnu Umar, bahwa ia pernah mencium tangan Nabi Saw” (HR. Ahmad)

حدثنا أحمد بن يونس حدثنا زهير حدثنا يزيد بن أبى زياد أن عبد الرحمن بن أبى ليلى حدثه أن عبد الله بن عمر حدثه وذكر قصة قال فدنونا – يعنى – من النبى -صلى الله عليه وسلم- فقبلنا يده.

“Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus berkata, telah menceritakan kepada kami Zuhair berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Abu Ziyad bahwa ‘Abdurrahman bin Abu Laila menceritakan kepadanya bahwa Abdullah bin Umar menceritakan kepadanya, lalu ia menyebutkan kisahnya. Ia berkata, “Kami mendekat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu kami mencium tangannya”. (HR. Abu Daud)

Riwayat lain, bahkan dishahihkan oleh ulama Wahhabi al-Albani, berikut ini:

حدثنا بن أبي مريم قال حدثنا عطاف بن خالد قال حدثني عبد الرحمن بن رزين قال مررنا بالربذة فقيل لنا ها هنا سلمة بن الأكوع فأتيته فسلمنا عليه فأخرج يديه فقال بايعت بهاتين نبي الله صصص فأخرج كفا له ضخمة كأنها كف بعير فقمنا إليها فقبلناها….. حسنه الالباني

“Abdurrahman bin Razin bercerita: Kami berjalan jalan di daerah Ribdzah kemudian ada yang mengatakan kepada kami: Disini Salmah bin Al Akwa’ tinggal (sahabat nabi)pent. Kemudian saya mendatangi beliau. Saya mengucapkan salam kepadanya. Dia mengeluarkan tangannya seraya berkata:”Saya pernah berbai’at kepada Nabi dengan kedua tangan saya ini. Lantas dia mengulurkan telapak tangannya yang besar seakan akan seperti telapaknya unta, maka kami langsung berdiri meraih telapak tangan beliau kamudian kami menciumnya.”

Pendapat ulama tentang cium tangan ini dijelaskan didalam kitab Asnal Mathaalib (III/114) sebagai berikut:

وَيُسْتَحَبُّ تَقْبِيلُ يَدِ الْحَيِّ لِصَلَاحٍ وَنَحْوِهِ من الْأُمُورِ الدِّينِيَّةِ كَزُهْدٍ وَعِلْمٍ وَ شَرَفٍ كما كانت الصَّحَابَةُ تَفْعَلُهُ مع النبي صلى اللَّهُ عليه وسلم كما رَوَاهُ أبو دَاوُد وَغَيْرُهُ بِأَسَانِيدَ صَحِيحَةٍ

“Dan disunahkan mencium tangan orang yang masih hidup karena kebaikannya dan sejenisnya yang tergolong kebaikan-kebaikan yang bersifat ‘diniyyah’ (agama), kealimannya, kemuliaannya sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat pada baginda nabi Muhammad shallallaahu alaihi wa sallam dalam hadits riwayat Abu Daud dan lainnya dengan sanad hadits yang shahih.

وَيُكْرَهُ ذلك لِغِنَاهُ وَنَحْوِهِ من الْأُمُورِ الدُّنْيَوِيَّةِ كَشَوْكَتِهِ وَوَجَاهَتِهِ عِنْدَ أَهْلِ الدُّنْيَا لِخَبَرِ من تَوَاضَعَ لِغَنِيٍّ لِغِنَاهُ ذَهَبَ ثُلُثَا دِينِهِ

Dan dimakruhkan mencium tangan seseorang karena kekayaannya atau lainnya yang bersifat duniawi seperti lantaran butuh dan hajatnya pada orang yang memiliki harta dunia berdasarkan hadits “Barangsiapa merendahkan hati pada orang kaya karena kekayaannya hilanglah 2/3 agamanya”.

Terkadang, ada orang yang mencium tangannya sendiri usai berjabat tangan atau mencium tangan orang lain. Kebiasaan ini menurut ulama juga dinilai sebagai sunnah. Ibn Hajar menilainya sunnah sebagaimana dijelaskan didalam kitabBughyah al-Mustarsyidiin I/103:

ويسنّ تقبيل يد نفسه بعد المصافحة قاله ابن حجر

“Dan disunahkan mencium tangan sendiri setelah berjabat tangan, hal ini dinyatakan oleh Ibn Hajar”.

7. Membaca Shalawat Saat Salaman/ Jabat Tangan
Terkadang pula, ada orang yang salaman atau berjabat tangan sambil membaca shalawat.  Rasulullah Saw bersabda :

عن انس عن النبي صلى الله عليه وسلم, قال: مامن عبدين متحابين فى الله يستقبل أحدهما صاحبه فيتصافحان ويصليان على النبي صلى ألله عليه وسلم الا لم يتفرقا حتى تغفر ذنوبهماماتقدم منهاوما تأخّر. أخرجه أبويعلى والبيهقى فى شعب الايمان

“Tidaklah dua orang hamba yang saling mencintai di jalan Allah saling berhadapan lalu berjabatan tangan dan bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW, kecuali pasti mereka tidak berpisah sebelum diampuni dosanya baik yang terdahulu maupun yang kemudian” (HR Abu Ya’la dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Syu’abul Iman.)

Didalam hadits diatas, berjabat tangan sambil membaca shalawat jutru ada faidahnya yaitu dosa-dosa mereka diampuni Allah SWT.
Dan masih banyak aktifitas-aktifitas lain yang perlu diperkuat oleh umat Islam agar setidaknya bisa menunjukkan argumentasinya kepada orang-orang yang mudah menyalahkan kebiasaan baik di masyarakat.

Oleh: Ibnu L’ Rabassa

Sumber: muslimedianews.com