OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 14 Juli 2017

HTI Beri Kuasa Yusril Ihza Mahendra Ajukan Uji Materi Perppu Ormas ke MK

HTI Beri Kuasa Yusril Ihza Mahendra Ajukan Uji Materi Perppu Ormas ke MK


10Berita- Jakarta- Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan bahwa pihaknya akan mengajukan permohonan uji materi Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas yang baru saja dikeluarkan. Pihaknya mendapat kuasa dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

“HTI memutuskan memberi kuasa kepada Ihza-Ihza Law Firm untuk mengajukan permohonan uji materil atas Perppu tersebut yang diyakini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945,” katanya dalam rilis yang diterima Kiblat.net pada Rabu (12/07).

Langkah yang ditempuh HTI menurut Yusril akan disusul oleh beberapa ormas lain. Alasannya, Perpu tersebut dianggap merupakan kemunduran demokrasi di tanah air.

“Sebab, Perpu ini membuka peluang untuk Pemerintah berbuat sewenang-wenang membubarkan Ormas yang secara secara subyektif dianggap Pemerintah bertentangan dengan Pancasila, tanpa melalui proses peradilan,” jelasnya.

Dia menegaskan bahwa kewenangan absolut Pemerintah untuk secara sepihak membubarkan ormas sebagaimana diatur dalam Perpu No 2 Tahun 2017 adalah bertentangan dengan prinsip negara hukum, karena kebebasan berserikat adalah hak warganegara yang dijamin oleh UUD 1945. Menurutnya, norma undang-undang yang mengatur kebebasan itu tidak boleh bertentangan dengan norma UUD yang lebih tinggi kedudukannya.

Yusril juga berpendapat bahwa tidak cukup alasan bagi Presiden untuk menerbitkan Perpu sebagaimana diatur oleh Pasal 22 ayat (1) UUD 45. Ia menilai, Perppu hanya bisa diterbitkan dalam “hal ikhwal kegentingan yang memaksa”.

Tafsir tentang kegentingan yang memaksa, kata dia,ada dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, yang menyebutkan adanya kebutuhan mendesak menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang tetapi undang-undangnya belum ada. Atau undang-undangnya ada tapi tidak memadai.

“Sementara waktu sangat mendesak sehingga akan memerlukan waktu yang lama untuk menyusun UU dengan persetujuan DPR,” tuturnya.

Ia juga mengatakan bahwa UU No. 17 Tahun 2003 sebenarnya lebih daripada lengkap mengatur prosedur sanksi administratif sampai pembubaran ormas. Namun, Pemerintah dengan Perpu No 2 Tahun 2017 ini justru memangkasnya, dengan menghapus kewenangan pengadilan dan  memberi kewenangan absolut pada Pemerintah untuk secara subyektif menilai adanya alasan yang cukup untuk membubarkan ormas.

Perpu ini, lanjutnya, juga mengandung tumpang tindih pengaturan dengan norma-norma dalam KUHP, terkait delik penodaan agama, permusuhan yang bersifat suku, agama, ras dan golongan, serta delik makar yang sudah diatur dalam KUHP.

“Adanya tumpang tindih ini bisa menghilangkan kepastian hukum yang dijamin oleh UUD 1945,” tandasnya.

Reporter: Taufiq Ishaq
Editor: Imam S.

Sumber: Kiblat