OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 14 Juli 2017

Prof. Bahtiar: Yang Menganggap Ideologisasi Agama Musuh NKRI Tidak Paham Sejarah

Prof. Bahtiar: Yang Menganggap Ideologisasi Agama Musuh NKRI Tidak Paham Sejarah

10BeritaSlogan 'Saya Pancasila Saya Indonesia' merupakan bentuk pernyataan dari orang-orang yang tidak paham sejarah bangsa, selain juga merusak integrasi nasional.

Demikian disampaikan Guru Besar Ilmu Politik UIN Jakarta Prof. Dr. Bahtiar Effendi dalam seminar bertajuk 'Merawat Identitas Kebangsaan dan Meneguhkan NKRI' di kampus Universitas Hamka, Jakarta, Kamis (13/7).

Juga hadir sebagai pembicara dalam seminar yang digelar IMM DKI Jakarta dan Pusat Studi Buya Hamka tersebut Dr. M. Alfan Alfian (Majelis Hikmah PP Muhammadiyah),  Andar Nubowo, DEA (Direkur Lazismu),  dan dr. Rizki Edmi Edison, Ph.D (Dewan Riset Neurosains). Sementara dosen Uhamka  yang juga mantan Ketua Umum IMM Ciputat, Tohirin, M. Pd, sebagai moderator. 

"Bicara Pancasila juga tidak cukup di kelas, sebab yang demikian hanya akan bicara sisi filosofisnya saja. Tetapi harus dengan bahasa dan kenyataan sosial ekonomi masyarakat," ungkap Prof. Bahtiar, yang juga Ketua PP Muhammadiyah ini.

Menurutnya, pihak-pihak yang menyebut kesenjangan sedang terjadi di Indonesia selama ini adalah tidak mengerti akan Pancasila. Pasalnya, perbedaan yang amat jauh lebih disebut sebagai intoleransi dalam ekonomi.

"Dan itu (intoleransi dalam ekonomi) justru yang bertentangan dengan Pancasila," ujar Prof. Bahtiar.

Karena itu, dia berharap ada mahkamah ideologi yang berfungsi mengoreksi penerapan kebijakan-kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan Pancasila. Seperti memisahkan politik dari agama yang berarti sekuler dan bertentangan dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

"Kemudian ada yang memperhadapkan NKRI dengan ideologisasi agama sebagai musuh, adalah tidak paham sejarah. Sebab musuh NKRI adalah federalisme, bahkan Soekarno-Hatta pun tidak bisa mempertahankan NKRI ketika menerima Republik Indonesia Serikat," jelas Prof. Bahtiar.

Justru, sambungnya, Ketua Fraksi Masyumi di  Parlemen M. Natsir yang berjuang pada April 1950 dan disetujui pada Agustus 1950 dengan mosi integralnya mengembalikan Indonesia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Karena itu, Soekarno bilang yang pantas memimpin pemerintahan adalah Natsir pada saat itu," ungkapnya.

Prof. Bahtiar juga menyoroti tentang buruknya sistem politik di Indonesia karena menganut sistem winner takes all, akhirnya yang terjadi politik balas dendam.

"Semua lawan politik disingkirkan meski selisih tidak sampai 10 persen. Lantas di mana pengakuan 46 persen suara tersebut. Kemudian yang parah, semua dikuasai oleh teman-teman, relawan. Entah mampu, bisa ataupun tidak tidak penting," imbuhnya.

Sumber: Rmol