OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 13 Juli 2017

Starbucks dalam Sorotan ucks harus d

ibarengi usaha bersama untuk meningkatkan produksi, promosi, dan pemasaran kopi-kopi lokal

(Halaman 1 dari 2)

Oleh: Kunjorodiningrat

STARBUCKS merupakan perusahaan kedai kopi terbesar di dunia. Kedainya tersebar di enam puluh satu negara.

Pendapatan pertahun perusahaan ini sebesar 13,29 miliar dollar pertahun, dengan laba usaha hampir dua miliar pertahun, 1,38 miliar dollar laba bersih, 8,21 miliar dollar jumlah aset dengan ekuitas sebesar 5,10 miliar dollar pertahunnya.

Wajar saja jika perusahaan ini disoroti terus, termasuk pernyataan CEO dan Chief waralabanya di Indonesia.

Baru-baru ini Pengurus Pusat bidang ekonomi Muhammadiyah menyerukan boikot terhadap produk Starbucks. Boikot itu sebagai bentuk protes terhadap pernyataan CEO Starbucks, Howard Schultz yang mendukung Lesbian, Homoseksual, Biseksual dan Transgender (LGBTQ) dan pernikahan sesama jenis.

Starbucks memang telah lama mendukung LGBTQ dan pernikahan sesama jenis sejak tahun 2012. Pernyataan ini mendapat respon keras dari National Organization for Marriage, sebuah grup Kristen tradisionalis. (http://www.christianpost.com/news/nom-launches-boycott-of-Starbucks-over-same-sex-marriage-stance-72006).

Boikot ini kemudian mendapatkan respon lawanan berupa 640.000 petisi dukungan pro LGBTQ dan mereka berterima kasih kepada Starbucks atas sikap perusahaan tersebut. (http://www.pinknews.co.uk/2012/04/04/over-640000-thank-Starbucks-for-equal-marriage-support).

Gerakan boikot Starbucks pun menjadi viral dan juga dilakukan di Malaysia.

Baca: Seruan #BoikotStarbucks dan ‘LGBT’ Jadi Trending Topic


Nampaknya, boikot ini cukup memberikan dampak negatif bagiStarbucks. Saham MAP Boga Adiperkasa, pemilik Starbucks di Indonesia turun menjadi Rp. 2760 (11 Juli 2017). Telah terjadi penurunan sebesar 12 persen sejak posisi tertinggi pada tanggal 22 Juni 2017. Wajar ini memiliki dampak karena mayoritas penduduk Indonesia tidak mendukung LGBTQ.

Pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan sikap CEOStarbucks tersebut. Setidaknya, pemerintah Indonesia yang tidak mendukung LGBTQ secara legal-formal dan konstitusi harus menegaskan bahwa tidak boleh ada kampanye sosial-politik yang diikutsertakan di segala strategi pemasaran perusahaan yang tidak sesuai atau berlawanan dengan undang-undang dan konstitusi negara. Karena, banyak juga masyarakat yang risih, gerah, dan ingin Starbucks Indonesia bubar saja, izinnya dicabut.

“Sudah saatnya pemerintah Indonesia mempertimbangkan untuk mencabut izin Starbucks di Indonesia karena ideologi bisnis dan pandangan hidup yang mereka dukung dan kembangkan jelas-jelas tidak sesuai dan sejalan dengan ideologi bangsa kita yaitu Pancasila,”. (Anwar Abbas, Ketua Bidang Ekonomi PP Muhammadiyah,https://news.detik.com/berita/d-3544742/bos-Starbucks-dianggap-dukung-lgbt-muhammadiyah-serukan-boikot).

Baca: Ideologi Bisnisnya Dinilai Tak Sesuai Pancasila, Izin Starbucks Didesak Dicabut


Starbucks memang coffee shop kekinian yang banyak diminati oleh kaum-kaum muda. Selain menyajikan kopi-kopi racikan dan campuran, Starbucks juga menyediakan tempat “nongkrong” yang sejuk, dingin, dan “Instagram-able” sehingga yang minum disana bisa “pamer” ke media-sosial yang ada bahwa mereka sedang ada di Starbucks.

Sepertinya memang bagi anak-anak muda zaman sekarang, bisa “ngopi” di tempat mahal dan bergengsi di Starbucks adalah sebuah kebanggaan dan salah satu syarat untuk bisa dibilang “gaul”, “hype”, atau “kekinian”. Ironi, ada yang rela cuma makan mie instan tiga kali sehari agar bisa ngopi mahal di Starbucksdan update foto. Ini bukanlah kultur yang baik dan tidak patut dicontoh bagi anak-anak muda.

Tentu saja, perusahaan apapun akan mendukung terus pelanggan (terbesar) nya, kalau bisa, terus memfasilitasi. Seperti perusahaan sepatu NIKE atau Adidas yang pelanggan utamanya adalah para muda-mudi dan penggiat olah raga, akan terus hadir di setiap event olah raga, memberi dukungan,charity, dan lain-lain.

Begitu juga Starbucks yang  merasa LGBTQ adalah salah satu segmentasi pasar terbesarnya sehingga mendukung keberadaan mereka dapat dijadikan sebagai sebuah strategi pemasaran. Starbucks juga pernah menjadi medium strategi politik ketika menolak Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat. Adalah viralnya tagar #TrumptCup berwarna merah yang jika kita memesan kopi dan memesannya atas nama Trump, para Barista dan Pegawai lainnya akan meneriakkan nama “Trump” dengan keras dan semua orang yang ada di kedai tersebut menangis sejadi-jadinya. Selain itu, Starbucksjuga dinilai rasis karena menolak menulis nama “Black Lives Matter” di cup-nya. (http://www.cosmopolitan.com/food-cocktails/a8372723/most-controversial-Starbucks-cups-of-all-time/).

Starbucks menggunakan popularitasnya untuk mengkampanyekan berbagai pesan-pesan ++BERSAMBUNG)