OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 31 Juli 2017

Wahai Syaikh, Berlemah lembutlah Meskipun Ia Berbeda Denganmu

Wahai Syaikh, Berlemah lembutlah Meskipun Ia Berbeda Denganmu



Oleh: 
Muizz Abu Turob* حفظه الله
(Jeddah, KSA, 2-4-2017)

Di acara Daurah Internasional Jeddah, kami menyimak pemaparan kitab Iqtidha' Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah oleh Syaikh Prof. DR. Ahmad al Qadhi. 
Beliau adalah murid senior Syaikh Utsaimin dan dosen di Qashim University.

Banyak pelajaran yang kami dapat dari beliau, terutama nasihat untuk berlemah lembut kepada sesama muslim.

Syaikh Prof. Al Qadhi adalah orang yang banyak senyum, lembut, dan santun. Betah dan senang rasanya duduk di majelis beliau. Subhanallah... 

Di antara nasihat beliau; Jangan suka menebar kebencian dengan lisan. Ucapankanlah yang baik, karena Allah telah memerintahkannya;

وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا

"Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia." 
(QS. Al Baqarah: 83)

Beliau juga menyampaikan nasihat singkat penuh makna; 

كن قويا في الحق رقيقا بالخلق

"Pegang eratlah kebenaran, namun tetap lemah lembut kepada sesama."

Lemah lembut adalah tanda bahwa seseorang mendapat rahmat dari Allah, karena Allah berfirman;

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ

"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka." 
(QS. Ali Imran: 159)

Kita bisa perhatikan ayat di atas bahwa rahmat Allah tertanda saat bersikap lemah lembut, yang jika keras tentu umat akan lari. 
Dan konsekuensi kelembutan adalah mudah memaafkan sebagaimana tertera dalam ayat di atas.

Bahkan mereka tetap lembut saat berbeda pendapat, Allah Ta'ala berfirman;

وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ إِلَّا مَن رَّحِمَ رَبُّكَ

"Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu."
(QS. Hud: 118-119)

Coba kita perhatikan ayat di atas, orang yang mendapat rahmat dikecualikan saat terjadi perselisihan pendapat. Mengapa? Karena orang yang Allah rahmati memiliki sifat lembut dan santun.

Wahai Syaikh, berhati-hatilah dengan lisan, jika dirasa ucapanmu tidak baik maka jangan engkau biarkan lisanmu mengucapkannya. 

Bagaimana mungkin engkau berbicara, namun engkau halangi orang lain untuk menyebarkan ucapanmu? 
Jika engkau yakin itu kebaikan, mengapa tidak meminta umat untuk menyebarkannya ke grup-grup WA, telegram, FB, dan media lainnya?

Nyata sekali hatimu bergejolak saat mengucapkan, dan engkau khawatir fitnah melanda saat ucapanmu tersebar. Inikah kebaikan? 
Sungguh, kebaikan itu selalu mendatangkan ketenangan di hati, bukan ketegangan.

Bukankah Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda,

أفضلُ الإسلامِ الحنَفيَّةُ السَّمحةُ

"Islam yang paling utama adalah (tauhid) yang lurus dan toleran."
(Shahih al Jami', Al Albani, no. 1090)

Sungguh muslim yang baik adalah muslim yang tergugah hatinya untuk dapat toleran sesama muslim.

Sungguh nyata apa yang dikatakan Imam Malik,

ما في زماننا شيءٌ أقل من الإنصاف

"Di zaman kita tidak sesuatu yang lebih sedikit daripada sifat adil (moderat)." 
(Lihat Tafsir Al Qurthubi, 1/286-287, dan komentar Al Qurthubi)

Tentu zaman kita lebih parah daripada zaman beliau, namun kita selalu berusaha untuk menjadi orang yang bijak.

Tidakkah kita ingat nasihat Syaikh Abdul Muhsin al Abbad, yang nasihat beliau disebut Kalimatun wahidah ta'dilu alfan (satu kalimat sebanding dengan seribu), yakni; 

رفقا أهل السنة بأهل السنة

"Berlemah lembutlah wahai Ahlus Sunnah, dengan Ahlus Sunnah." 

Banyak nasihat Ulama dalam masalah ini, namun yang sedikit ini semoga menjadi pengingat.
Walhamdulillah..

Sumber:Kontenislam