Sri Mulyani, Norwegia, dan Indonesia
10Berita – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dikenal sebagai birokrat berhaluan neo-liberal, di mana konsep dan gagasannya tentang ekonomi sama-sebangun dengan Tim ekonomi di awal era Suharto yang disebut sebagai Mafia Berkeley. Sepak terjang kelompok seperti ini bersama para kompanion luar negerinya, dengan sangat bagus diceritakan oleh John Perkins dalam Teh Confession of Hit Men, pengakuan jujur seorang abndit ekonomi yang bukunya sudah lama beredar di Indonesia.
Dalam suatu acara di UGM, Yogyakarta, banyak yang menyentil Sri Mulyani dan mempertanyakan kenapa pemerintah Indonesia tidak mampu seperti pemerintah Norwegia yang mampu menjamin warganegaranya mulai lahir sampai meninggal dunia, semua keperluannya ditanggung negara. Sri Mulyani pun dengan enteng menjawab, “Norwegia yang mulai dari lahir sampai mati ditanggung negara, bisa saja (Indonesia seperti itu), tapi kamu tahu Norwegia bayar pajaknya 60%.”
Dia memaparkan, jika penghasilan setiap orang setiap bulannya di Norwegia Rp10 juta, maka jika pajaknya 60% artinya penghasilannya di potong Rp6 juta. Hal itulah dilakukan oleh Norwegia sehingga hidup di negara tersebut sangat menyenangkan karena ditanggung oleh negara. “Jangan minta seperti Norwegia tapi tidak mau bayar pajak, enggak ada itu, so if you have compare complete picture, pahami, partisipasi, awasi. Kalau kita lihat pajak di Indonesia, kepatuhan menjadi tantangan,” jelasnya.
Sri Mulyani meminta kita untuk melihat dengan komprehensif. Oke, itu memang harus. Nah, Norwegia adalah negara kecil di Semenanjung Skandinavia penganut sistem demokrasi konstitusionil dengan populasi sekitar 4.8 juta penduduk dan luasnya hanya 385 199 km2. Jadi, negara beribukota Oslo ini tingkat populasinya hanya 16 jiwa per km2.
Norwegia yang memiliki empat musim adalah salah satu negara pemasok minyak bumi dan gas di dunia. Minyak dan gas alam, diekstrak terutama dari Laut Utara, adalah sumber daya alami Norwegia yang paling penting. Kekayaan alam berupa minyak bumi dan gas inilah yang mendorong perkembangan ekonomi dan industri di Norwegia menjadi sejahtera dan makmur. Ini juga ditunjang para pejabatnya yang bekerja dengan bersih, tidak korup. Dunia mencatat Norwegia adalah negara terbersih tanpa korupsi.
Selain minyak dan gas bumi, Norwegia juga menghasilkan Bijih besi dan tembaga. Aliran sungainya yang deras oleh pemerintah Norwegia dijadikan salah satu sumber pembangkit tenaga listrik.
Jangan bandingkan dengan kekayaan alam dan segala-galanya yang dimiliki Indonesia. Norwegia kalah jauh. Indonesia adalah negeri yang dianugerahi kekayaan alam dan sumber daya manusia yang luar biasa.
Untuk membangun dan mensejahterakan rakyatnya, wajar Norwegia memungut pajak yang besar, sampai 60%, karena semua uang pajak itu dikelola dengan amanah, sama sekali tidak dikorupsi, tidak diambil oleh maling-maling berdasi. Norwegia menerapkan pajak yang tinggi karena tidak memiliki kekayaan alam dan SDM yang melimpah ruah seperti halnya Indonesia, dan itu pun dikembalikan untuk kesejahteraan warga negaranya sehingga rakyat Norwegia dikenal sebagai rakyat paling berbahagia di dunia.
Bagaimana dengan Indonesia? Kekayaan alam Indonesia sungguh dahsyat. Seharusnya, dengan kekayaan alam seperti ini pemerintah Indonesia mampu mensejahterakan rakyatnya melebihi yang dilakukan pemerintah Norwegia, TANPA PAJAK! Kenapa tanpa pajak, karena kekayaan alam Indonesia yang sungguh sangat besar dan banyak. Tentu saja dengan syarat: Pemerintahnya amanah TIDAK KORUP.
Tapi kenyataannya? Kita tahu sendirilah. Sehingga ada kalimat: “Di Norwegia amat susah mencari pejabat yang korup, sedangkan di Indonesia, amat teramat sulit menemukan pejabat yang tidak korup.”
Korupsi alias Malingisme sudah mentradisi di negeri ini sehingga di usia yang ke -72 tahun kemerdekaan, bangsa ini bukannya bertambah maju namun malah bertambah blangsak. Utang meroket tidak terperi. Namun pejabatnya masih gila-gilaan menjadi maling, dan hidup bersenang-senang yang dibiayai uang rakyat. Inilah Indonesia.
Memang, rakyat dan seluruh elemen yang mencintai negeri ini harus kembali berjuang untuk kembali merebut kemerdekaan yang kedua. Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sudah dibajak sedemikian rupa seperti ini sehingga sudah tidak lagi bersifat membebaskan rakyatnya. Semoga rakyat cepat sadar, dan mau berjuang kembali untuk merebut kemerdekaan yang kedua. Amin. []
Sumber: eramuslim
Jumat, 25 Agustus 2017
Sri Mulyani, Norwegia, dan Indonesia
By 10 BERITA 8/25/2017 09:50:00 AM