COVER STORY September 2017: Episode Songong DN Aidit kepada Soekarno
HUBUNGAN Presiden Soekarno dan DN Aidit, tokoh dan ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) mengalami turun naik. Kadang mesra, kadang renggang. Kedekatan Soekarno dengan Aidit bisa dikatakan hanya bermotif politik. Tidak lebih dari itu.
Soekarno mendekati PKI karena untuk mengimbangi kekuatan politik Angkatan Darat yang begitu dominan. Saat itu memang politik Indonesia dikuasai oleh segitiga kekuasaan yakni, Soekarno, PKI, dan Angkatan Darat. PKI diketahui sebagai pendukung utama Soekarno.
Yang namanya teman politik tentu tak pernah abadi. Pertemanan akan putus seketika manakala kepentingan politik berbeda. Menarik untuk disimak hubungan politik Soekarno dengan DN Aidit. Tercatat beberapa kali Hubungan Soekarno dan DN Aidit mengalami ketegangan. Diantara sebabnya adalah sikap songong alias tidak tahu adat yang ditunjukan DN Aidit kepada Soekarno.
Berikut diantaranya.
Aidit Tak Mau Berdiri Saat Soekarno Datang
Dalam buku Bung Hatta Menjawab diceritakan mengenai hubungan Soekarno dengan DN Aidit. Menurut M Hatta, ia ketika itu selaku penasehat pada balatentara Jepang, berkantor di Jalan Pegangsaan. DN Aidit adalah satu dari satu pegawai dari sejumlah pegawai orang Indonesia, Di kantor itu hanyalah terdiri dari orang Indonesia dan memang M Hatta tidak menghendaki mempunyai pegawai orang Jepang.
Menurut Moh Hatta, ketika Soekarno memasuki ruangan, semua orang yang ada di ruangan biasanya langsung berdiri. Tetapi DN Aidit tidak beranjak dari tempat duduknya dan melihat perilaku yang diperlihatkan DN Aidit, Soekarno marah dan langsung mengajukan pertanyaan, mengapa tidak tetap duduk dan tidak berdiri seperti pegawai yang lainnya.
Teguran Soekarno, dijawab DN Aidit dengan menyatakan,” Biasanya orang datang dan memberi salam, baru kami bediri. Ini Bung masuk, tanpa memberi salam. Lihat Bung Hatta, kalau dia masuk, dia memberi salam terlebih dahulu, baru kami berdiri membalasnya. Ini, Bung minta berdiri. Ini sistem Jepang. Kami tidak biasa demikian.”
Menurut pengakuan Moh Hatta, melihat situasi semacam itu, akhirnya Hatta memutuskan untuk memindahkan DN Aidit ke kantor yang agak berjauhan tempat. Sebab kalau Hatta membiarkan DN Aidit berada di tempat semula, hanya merepotkan dirinya saja. Tampaknya Hatta mengerti betul tabiat kawan seperjuangannya, Soekarno.
Sebenarnya pengakuan Moh Hatta, telah menunjukkan bahwa Soekarno dan DN Aidit mempunyai bibit-bibit saling tidak menyukai satu sama lain. Tetapi dalam perjalanannya, masyarakat politik kemudian melihat hubungan Soekarno dengan DN Aidit begitu mesra. Sebagaimana yang diperlihatkan di dalam perayaan ulang tahun PKI ke 45. Indonesia di bawah Demokrasi Terpimpin semakin bergeser ke kiri saja.
Soekarno Marah Aidit Tak Menyebut Nama Hatta
Suatu ketika, Soekarno marah ketika Ketua CC DN Aidit membacakan naskah proklamasi saat 17 Agustus tanpa menyebut nama Hatta. Soekarno menilai, DN Aidit tak menghormati bahkan meremehkan peran dan jasa Bung Hatta dalam proses kemerdekaan atau proklamasi.
Sebaliknya, Hatta pun selalu membela Soekarno dari orang-orang yang mengejeknya. Hatta tak rela presiden RI dilecehkan di luar negeri. Soekarno dan Hatta adalah sepasang kawan yang saling menjaga kehormatan di antara keduanya.
DN Aidit Sindir Soekarno di Depan Ribuan Mahasiswa PKI
Organisasi mahasiswa Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) underbouw PKI pernah meminta kepada Soekarno untuk membubarkan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sebelum Kongres II, CGMI kerap melakukan aksi demonstrasi meminta pembubaran HMI karena perbedaan pandangan politik.
Bahkan saat Soekarno menghadiri Kongres II CGMI di Istora Senayan, 28 September 1965, ribuan anggota CGMI kompak berteriak semangat.
"Bubarkan HMI! HMI antek nekolim!"
Wakil Perdana Menteri II Johannes Leimena dan Presiden Soekarno yang berpidato malam itu dengan tegas menolak permintaan CGMI. Pemerintah tak akan membubarkan HMI.
Giliran Ketua Central Comite Partai Komunis Indonesia (CC PKI) Dipa Nusantara Aidit naik ke mimbar. Pidato Aidit menggebrak diiringi teriakan dukungan massa.
"Kalau CGMI tak bisa membubarkan HMI lebih baik kalian memakai kain seperti perempuan!" kata Aidit disambut gemuruh teriakan anggota CGMI. "Bubarkan HMI, Bubarkan HMI."
Aidit tak selesai sampai situ. "Indonesia belum mencapai kemajuan dan kemakmuran. Negara ini memang tidak akan bisa maju kalau diurus oleh pemimpin yang mempunyai empat atau malahan lima orang istri!" teriak Aidit.
Sejumlah hadirin terkesiap. Wakil Komandan Tjakrabirawa Kolonel Maulwi Saelan menggeleng-gelengkan kepala mendengar pidato Aidit.
"Kasar sekali, pernyataan Aidit itu kasar sekali," kata Saelan menceritakan kisah itu pada merdeka.com.
Semua tahu pada siapa sindiran Aidit itu dialamatkan kalau bukan Presiden Soekarno yang memiliki lima istri. Fatmawati, Hartini, Ratna Dewi, Haryati dan Yurike.
Tak ada yang berani melihat wajah Soekarno. Tapi Soekarno dengan tenang meninggalkan acara tersebut tanpa berkata apapun.
Padahal baru beberapa hari sebelumnya Soekarno menganugerahkan penghargaan prestisius Bintang Mahaputera pada Aidit. Soekarno pun hadir pada peringatan HUT PKI ke-45, 23 Mei 1965 di Istora Senayan. Dalam acara itu Soekarno dan Aidit berangkulan mesra.
Bukan kali pertama Aidit melancarkan serangan pada Soekarno. Aidit pernah menyatakan kalau rakyat Indonesia sudah bersatu dan sosialisme sudah terwujud, maka Pancasila tak dibutuhkan lagi.
Seluruh rakyat tahu, Soekarnolah yang merumuskan Pancasila. Kritik Aidit dijawab Soekarno dengan menetapkan 1 Juni sebagai hari kelahiran Pancasila. * [Dbs/Syaf/
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!
Sumber: voa-islam.com