OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 22 September 2017

Eropa Tak Ingin Ada Pemimpin Kuat Macam Erdogan di Timur Tengah

Eropa Tak Ingin Ada Pemimpin Kuat Macam Erdogan di Timur Tengah


Presiden Turki saat Memimpin Upacara Peringatan 95 Tahun Kemerdekaan. (trtworld.com)

10Berita – Ankara. Jana Jabbour, profesor Hubungan Internasional asal Prancis, mengungkapkan analisisnya terkait sosok Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. Menurutnya, Eropa tidak menghendaki adanya pemimpin kuat di Timur Tengah, yang berani bilang “tidak” di hadapan Barat.

“Eropa menghendaki pemimpin-pemimpin yang tunduk patuh di Timur Tengah. Oleh sebab itulah mereka terus menyangkal kemampuan dan kedudukan Turki di kancah internasional,” tambahnya, dilansir dari aa.com.tr/ar, Jumat (22/09/2017).

Jabbour mengungkapkan, hubungan Turki dan Uni Eropa (UE) mulai mengembang ke permukaan sejak partai AKP berkuasa tahun 2002 silam. Menurutnya, itu disebabkan oleh kesalahan Eropa dalam memahami arah pembangunan Turki di masa Erdogan.

Ia menambahkan, Turki ingin dianggap sebagai mitra setara oleh Eropa. Selain itu Turki juga ingin diakui kekuatan yang dimilikinya, serta agar Eropa memberikan status yang layak di kancah internasional. “Tapi Eropa menyangkal itu semua, dan terus menjuluki Erdogan dengan pemimpin Islam diktator,” lanjutnya.

Bahkan Jabbour juga menyebut tindakan Jerman, utamanya Kanselir Angela Merkel, yang seakan memusuhi Turki. Menurutnya itu hanya sebuah propaganda pemilihan. Para pemimpin Eropa umumnya dan Jerman khususnya, beranggapan akan mendapat suara banyak melalui propaganda tersebut.

Di sisi lain, Jabbour sendiri tidak menolak anggapan dari pemimpin Eropa bahwa Erdogan menjalankan kebijakan anti-Barat sejak berkuasa.

Jabbour juga membahas sikap Presiden Prancis, Emmanuel Macron. Menurutnya, pemimpin baru itu tidak akan menghalangi Istana Elysee untuk melakukan negosiasi aksesi Turki ke UE.

Lanjutnya, Macron sangat menyadari perlunya Eropa terhadap Turki. Utamanya terkait isu pemberantasan teroris dan masalah pengungsian. “Aku melihat Macron mengadopsi kebijakan yang lebih realistis ketimbang Merkel dalam masalah ini,” yakinnya.

Lebih lanjut, Jabbour mengakui bahwa Turki telah menempati posisi yang bagus di kancah internasional. Hal itu terlepas dari berbagai tantangan yang mereka hadapi. Dalam hal ini, ia mengambil contoh peran efektif Erdogan di kancah negara-negara G20.

Terkait sosok Erdogan, Jabbour mengatakan, “Ia pemimpin yang berdiri di samping kaum Muslim dan kaum terzalimi di seluruh dunia. Membela hak-hak rakyat Palestina. Juga tidak segan memberikan bantuan kepada Muslim di Provinsi Rakhine, Myanmar.”

Ia menambahkan, “Uni Eropa terkejut dengan pembelaan Erdogan pada kaum terzalimi serta pidato-pidatonya yang mengkritisi tatanan dunia.”

“Pidato-pidato itu menampilkan Erdogan sebagai sosok pemimpin yang membela hak-hak manusia. Hal itu juga cerminan positif atas reputasi dan kedudukan Turki sebagai negara,” lanjutnya.

Erdogan memang dikenal keras mengkritisi tatanan dunia yang berlaku saat ini. Paling baru, ia menyerukan restrukturisasi di tubuh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ia dengan lantang menyebutkan “Dunia lebih besar dari lima negara.”

Erdogan beranggapan, lima negara pemegang veto di PBB sebagai blok internasional. Jika tidak diubah, menurutnya, maka akan menghambat langkah PBB dalam menyelesaikan berbagai persoalan penting. (whc/)

Sumber: Anadolu Ajansi Arabic, dakwatuna