OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 20 September 2017

Kesaksian Tragedi Tanjung Priok, AM. Fatwa: Umat Marah Tentara Menista Mushala (Bagian 3-Habis)

Kesaksian Tragedi Tanjung Priok, AM. Fatwa: Umat Marah Tentara Menista Mushala (Bagian 3-Habis)


10Berita, Jakarta – Dalam kesaksiannya, AM. Fatwa menyebut Tragedi Tanjung Priok kental akan permainan intelijen yang menyulut amarah umat Islam. Sembari terus membangkitkan atmosfir perlawanan di Tanjung Priok melalui mubaligh-mubaligh muda yang dakwahnya dinilai kelewat batas, tentara melalui anggota intelijennya juga melakukan provokasi nyata dengan menistakan Mushala As-Sa’adah.

AM. Fatwa mengungkapkan, sekira tanggal 7-8 September 1984, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) berpangkat Sersan Mayor dengan ditemani dua orang anggotanya melakukan provokasi kepada umat Islam Tanjung Priok. Caranya, dengan menistakan Mushala As-Sa’adah.

“Setelah suasana yang disebabkan mubaligh muda makin mengental, diangkatlah suatu tindakan provokatif dari Sersan Mayor, dan ditemani dua orang yang masuk ke masjid tanpa membuka sepatu, lalu mengahapus pengumuman-pengumuman di mushola itu menggunakan air comberan,” ungkap Fatwa ketika Kiblat.net bertamu ke rumahnya di bilangan Pasar Minggu, pada Rabu (13/09) sore.

“Tindakan para tentara itu provokatif, dan pengumuman (yang dihapus menggunakan air comberan, red) itu biasa ada di tiap masjid, misal anjuran memakai hijab, dan di tiap masjid kan memang ada seperti itu, oleh TNI hal itu yang dinodai,” lanjutnya.

Atas kejadian itu, masyarakat sekitar marah, ungkap Fatwa. Karena kelakuan anggota TNI itu, kemarahan masyarakat yang datang disalurkan dengan cara membakar sepeda motor pelaku penista mushola tersebut.

“Pemuda yang membakar sepeda motor ini lalu dibawa ke Kodim. Dengan alasan itu, Amir Biki mengkoordinir pemuda-pemuda dan massa. Lalu mengeluarkan suatu ultimatum bahwa sebelum pukul 12 malam pada tanggal 12 september, ‘kita harus mengeluarkan tahanan ini dari Kodim,” ungkapnya.

Amir Biki merupakan salah satu tokoh setempat yang dinilai dapat menghubungkan masyarakat dengan TNI. Fatwa mengungkapkan, peran Amir Biki dalam mengeluarkan ultimatum itu, sebenarnya banyak yang berpendapat bahwa Amir Biki sendiri tidak sadar bahwa itu bagian dari provokasi.

“Seharusnya provokasi ini tidak atau jangan dilawan dengan hal seperti itu, sebab itu bukan menyelesaikan masalah. Dan terjadilah demonstrasi menuju Kodim, dan memang sudah disiapkan pasukan utnuk menghadang mereka, dan Amir Biki sendiri tewas dalam insiden tersebut,” urainya.

Proses pengadilan terhadap pelaku pelanggaran hak asasi manusia di Tanjung Priok pun berlangsung jauh dari adil. AM Fatwa sendiri akhirnya justeru dianggap ikut terlibat sebagai aktor intelektual perlawanan warga dalam peristiwa itu, hingga dijatuhi hukuman penjara.

Versi KontraS

Dalam laporan Kronik Advokasi Priok yang disusun Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), disebutkan bahwa sekira tanggal 7 September 1984, Sertu hermanu, Babinsa Kodim 0502 datang ke Mushala As-Sa’adah. Dia meminta jamaah mencabut pamfletyang menempel di mushola yang mengkritisi penerapan pancasila sebagai sastu-satunya asas, pelarangan pemakaian jilbab terhadap pelajar putri dan Keluarga Berencana.

Pada 8 September 1984, sertu Hermanu kembali mendatangi Mushala As-Sa’adah. Tanpa membuka sepatu, Hermanu masuk Mushola dan memerintahkan rekanya melepas pamflet. Karena susah membuka pamflet, akhirnya Hermanu menyiram dengan air got dan menodongkan pistol kepada jamaah yang di Musholla yang berusaha melarang perbuatanya. Akibat dari perbuatan Hermanu, berita tersebut akhirnya menyebar keseluruh daerah Priok.

Ketika Hermanu melewati Gg IV Koja. Terjadi krumunan massa yang ingin menyerang Hermanu.Kejadian tersebut dicegah oleh Syarifudin Rambe dan Sofwan dan keduanya membawa Hermanu ke kantor RW. Anggota TNI itu diminta untuk meminta maaf pada masyarakat dan pengurus Musholla. Tetapi Hermanu tidak mau minta maaf dengan alasan menjalankan tugas.

Sementara itu, diluar orang semakin ramai dan ada seseorang yang berteriak “bakar saja motornya” dan terjadi pembakaran motor Hermanu. Dalam patroli polres menangkap M Noor sebagai orang yang bertanggung jawab atas pembakaran motor dan diserahkan malam harinya ke Kodim 0502.

Kodim 0502 juga menangkap Syarifudin Rambe dan Sofwan Sulaiman sebagai orang yang dituduh bertanggung jawab terhadap pembakaran motor. Ah. Sahi juga ditangkap karena sebagai ketua Mushola Assaadah.

Atas penangkapan dan penahanan itu, Amir Biki melobi supaya mereka yang ditahan dibebaskan. Loby yang dilakukan Amir Biki nampaknya tidak diindahkan oleh aparat sampai akhirnya terjadi peristiwa Tanjung Priok Berdarah pada 12 September 1984.

Reporter: Muhammad Jundii
Editor: Imam S.

Sumber: Kiblat.