OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 21 September 2017

Penanggalan Hijriyah Dipicu Surat Gubernur Basra Kepada Khalifah Umar bin Khatab

Penanggalan Hijriyah Dipicu Surat Gubernur Basra Kepada Khalifah Umar bin Khatab


10Berita – Kamis 21 September, umat Islam di sebagian besar belahan dunia merayakan Tahun Baru Islam, 1 Muharam 1439 Hijriah. Kalender Hijriah sendiri menggunakan peredaran bulan dalam penghitungannya, sehingga bada’ magrib sudah memasuki tahun baru 1439 H.

Dalam suatu riwayat, ide pembuatan kalender Hijriah pertama kali terlontar oleh Gubernur Basrah Abu Musa al-Asy’ari. Saat itu dia mengirimkan surat balasan kepada Khalifah, Umar bin Khattab.

Nah Abu Musa mengawali suratnya dengan kalimat, “Menjawab surat dari tuan yang tidak bertanggal.”

Dari sinilah Khalifah Umar RA merasa penanggalan sangatlah penting bagi umat Islam. Lalu digelarlah musyawarah dengan para sahabat dengan pembahasan agar umat memiliki kalender dan sistim penanggalan sendiri.

Para sahabat yang diundang yaitu, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrhaman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah.

Dari hasil musyawarah tersebut akhirnya mendapatkan kesepakatan bahwa awal perhitungan kalender Islam disesuaikan pada awal waktu hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Yatsrib (Madinah). Gagasan tersebut berasal dari Ali bin Abi Thalib RA dan kalender ini dinamai “Hijriah”.

“Kalender Islam ditetapkan pada masa Pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Penghitungannya dimulai pada tahun hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Nama Hijriah sendiri dikaitkan dengan peristiwa hijrah tersebut,” ungkap Dr Abdul Mukti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Rabu (20/9).

Dikatakannya, kalender tersebut menggunakan sistem Qomariah (lunar calendar). Atau kalender bulan yang sudah dipergunakan masyatakat Arab pada waktu itu.

Sementara itu, Prof Aswadi, Konsultan Bimbingan Ibadah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi mengutarakan, penggunaan kalender Hijriah diberlakukan sejak masa Khalifah Umar Bin Khattab.

Baik untuk kepentingan regulasi penggajian karyawan, administrasi kenegeraan maupun keagamaan. Regulasi penggunaan kalender Hijriah ini dianggap lebih berpihak pada rakyat kecil.

Selain model penggajian lebih pendek dibandingkan kalender Masehi, penggunaan kalender Hijriah atau qamariyah lebih bernuansa pada perubahan mindset (pemikiran) manusianya.

Aswadi mengatakan, berbeda dengan kalender Syamsiyah atau Masihiyah yang lebih banyak jumlah harinya, Hijriyah lebih mengedepankan pada perubahan alam atau iklim. Sehingga wawasan manusianya lebih didikte oleh tindakan rutinitas alam.

“Boleh jadi kalender Hijriyah lebih progresif untuk perubahan bila dibandingkan dengan penggunaan kalender Masihiyah….wallau a’lam,” ungkapnya.

Khalifah Umar bin Khattab sendiri menetapkan awal tahun Hijriah 1 Muharram bertepatan dengan tanggal 15 Juli 622 Masehi yang jatuh pada hari Kamis, sebagaimana disepakati para pakar ilmu hisab. Jumlah hari dalam satu bulan pada kalender Hijriah tergantung pada posisi bulan, bumi, dan matahari.

Sebelum ditetapkannya sebagai kalender Hijriah, masyarakat Arab sudah memiliki nama-nama bulan dan hari sendiri. Nama bulan umumnya diambil dari peristiwa, musim, atau kegiatan besar yang pernah terjadi pada bulan tersebut. Tidak sedikit hadist yang menerangkan keutamaan bulan-bulan tertentu seperti Ramadan, Zulhijah, Muharam, dan lainnya.

Sementara itu, kondisi di Madinah, Arab Saudi menyambut tahun baru Hijriah jauh dari keramaian seperti di Tanah Air. Tak ada pawai atau sekadar spanduk memeringati pergantian tahun baru Islam tersebut. Kegiatan masyarakat dan pendatang di sini seperti hari-hari lainnya. Tak ada yang istimewa dengan datangnya tahun baru 1439 H. 


Sumber:Eramuslim