OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 27 September 2017

Politikus PDIP: Penyadapan yang Dilakukan KPK Langgar HAM

Politikus PDIP: Penyadapan yang Dilakukan KPK Langgar HAM


JAKARTA–Masinton Pasaribu, politikus PDIP anggota Komisi III DPR RI, mempertanyakan soal penyadapan yang dilakukan KPK. Masinton mempermasalahkan prosedur penyadapan yang dianggapnya bertentangan dengan HAM.

“Penyadapan yang dilakukan KPK jelas bertentangan dengan HAM. Di konvensi internasional dibatasi betul kapan disadap dan berakhir. Di SOP KPK tidak ditentukan, 30 hari bisa berapa kali. Menurut saya kita semua tentu ingin penegakkan hukum ini secepat-cepatnya kita bisa tuntaskan. Namun tidak boleh penggunaan kewenangan juga melanggar HAM, di luar ketentuan prosedur hukum,” tegas Masinton seperti dikutip dariKumparan, Rabu (27/9/2017).

“Kewenangan sangat diatur ketat. Kewenangan menyadap memang harus diatur dengan ketentuan yang setara. Kalau cuma berdasarkan SOP itu dia, kita enggak tahu. Dan perintah MK bukan SOP.”

Sementara itu Wakil Ketua Pansus Hak Angket dari Fraksi Partai Nasdem, Taufiqulhadi mengatakan, jika KPK meminta izin pengadilan untuk melakukan penyadapan, dirinya tidak keberatan. Namun jika penyadapan dilakukan KPK hanya berdasarkan SOP, dia dengan tegas menolaknya.

Menurut Taufiqulhadi, jika penyadapan bertentangan dengan UU yang ada, maka dengan tegas Pansus meminta penyadapan dihentikan.

Di lain pihak, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif heran dengan mayoritas anggota DPR yang masih mempertanyakan soal penyadapan yang dilakukan KPK. Semestinya DPR lebih banyak menanyakan pencegahan, lanjut Laode, bukan soal penyadapan.

“Saya ingin sekali untuk RDP bagian pencegahan ditanyakan lebih banyak atau sekurang-kurangnya sama banyaknya dibandingkan penyadapan,” kata Laode.

Hal senada juga dikatakan Ketua KPK Agus Rahardjo. Agus membantah penyadapan yang dilakukan KPK melanggar HAM. Dia menjelaskan, sebelum melakukan penyadapan, penyidik selalu berkoordinasi dengan pimpinan KPK dan meminta izin.

Agus menjelaskan, kewenangan penyadapan sudah diatur dalam UU KPK. Sementara keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) meminta ada UU khusus terkait penyadapan, namun UU tersebut belum ada sampai sekarang.

“Itu kan gini, keputusan MK itu kan emang membuat UU. Yang buat UU kan yang berwenang DPR dan pemerintah. Kalau bisa cepat-cepat dibuat kan enggak harus bertele-tele,” ujar Agus.

Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan menegaskan, selama ini penyadapan hanya dilakukan untuk memperkuat bukti, bukan untuk menyasar seseorang, parpol, atau instansi tertentu. Sebab menurut Basaria, mayoritas kasus korupsi yang diselidiki KPK berasal dari pengaduan masyarakat.

“Tidak ada juga kepentingan dari kita untuk mengincar partai politik atau institusi tertentu, hampir semua ya penanganan kasus itu berasal dari pengaduan masyarakat, walaupun ada satu dua dari pemberitaan, tapi mayoritas dari laporan masyarakat,” kata Basaria.

Proses penyadapan oleh tim penyidik KPK tak melulu dilakukan untuk seluruh jenis kasus korupsi yang ditangani. Basaria mengatakan setiap jenis kasus yang ditangani oleh tim penindakan, memiliki perlakuan yang berbeda. Bahkan menurutnya proses penyadapan tidak selalu menjadi pilihan utama bagi penyidik dalam menyelesaikan suatu perkara.

“Jadi setiap jenis kasus berbeda pula penanganannya, tidak semua kasus membutuhkan proses penyadapan itu,” ujar Basaria Pandjaitan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III di DPR, Selasa (26/9).

Basaria mengatakan, sebelum melakukan penyadapan, penyidik yang berada di lapangan selalu berkoordinasi dengan pimpinan KPK terlebih dahulu untuk memproses izin penyadapan. Basaria memastikan penyadapan yang dilakukan anak buahnya itu masih dalam ranah pembuktian proses hukum yang sedang dijalankan oleh KPK.

“Orang lapangan lah yang memerlukan dan akhirnya meminta kepada kami berlima, pimpinan KPK, untuk melakukan izin melakukan penyadapan terkait pengembangan kasus oleh tim penyelidik di lapangan,” ujarnya. []

Sumber;portal islam