Siapa Sangka? Panji Raksasa Yang Diarak Saat Aksi Save Rohingya di Magelang Ternyata Dibawa Pemuda Naik Motor Dari Bandung
10Berita - Siapa sangka, aksi Save Rohingya yang diadakan di Masjid An Nur Mungkid Magelang ada hal yang belum banyak diketahui oleh umat Islam.
Salah satunya adalah dalam aksi pada 7 September 2017 tersebut yaitu pengarakan Panji kalimat Tauhid raksasa yang dibawa langsung dari Bandung oleh seorang pemuda.
Tachta Rizqi Yuandri, yang merupakan aktivis Komunitas Royaatul Islam Bandung menceritakan hal ini melalui laman facebooknya membawa panji raksasa tersebut sendirian naik motor ke Magelang dari kota Bandung.
Ia mengaku sempat ragu-ragu untuk mengikuti aksi di Magelang ini dengan naik motor, apalagi dari berbagai daerah banyak massa umat Islam yang tidak diizinkan atau dipersulit kepolisian untuk mengikuti aksi ini.
Iapun menceritakan banyak hal, dari perjalanannya sampai perjuangan membawa panji Raksasa ke Masjid An Nur yang harus melewati metal detector dari aparan kepolisian yang mengamankan aksi ini.
Video Aksi di Magelang
Berikut cerita lengkap Tachta Rizqi Yuandri melalui catatannya panjangnya "ROYATUL ISLAM MAGELANG 'UNDERCOVER'
ROYATUL ISLAM MAGELANG 'UNDERCOVER'
Oleh : Tachta Rizqi Yuandri
Sempat berpikir bahwa dengan menulis hal ini, kelak saya akan menghadapi kesulitan di kemudian hari. Akan tetapi, bila saya mengingat perjuangan rekan-rekan, maka saya hanya bisa beristighfar dan kembali menguatkan diri. Bahwa apa yang saya lakukan masih belum seberapa dibandingkan yang dilakukan rekan-rekan.
Terima kasih kepada Ustadz Rois Al Harom yang telah menagih saya untuk membuat tulisan ini.
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Jumat 8/9/2017 sekitar 08.30 WIB, saya beristirahat sejenak di sekitar Masjid An Nuur Mungkid, Kab. Magelang. Saya coba menenangkan diri dan sedikit demi sedikit mengumpulkan keberanian. Tidak sedikit jumlah aparat keamanan yang berjaga di sekitar masjid tersebut, terlebih lagi di pintu gerbang masjid.
Penggeledahan dilakukan kepada setiap jamaah dan di gerbang tersebut bahkan dilengkapi dengan metal detector yang biasa saya lihat di bandara atau kantor.
Pandangan saya tertuju pada tas berisi Ar Raya Raksasa yang terlipat. Saya berpikir, bagaimana bila Ar Raya tersebut disita oleh aparat keamanan.
Bila saya masuk, khawatir Ar Raya Raksasa disita. Bila saya tidak masuk, peluang membentangkan Ar Raya Raksasa akan hilang. Begitu dilema yang saya hadapi saat itu.
Pintu Gerbang Masjid An Nuur merupakan tahap terakhir penjagaan aparat keamanan yang saya hadapi. Sebelumnya, atas Izin Allah saya beberapa kali bisa melewati pemeriksaan aparat keamanan di jalan raya.
Akhirnya, sekitar 09.30 WIB saya datangi juga gerbang tersebut dan saya diperbolehkan masuk. Atas izin Allah, Ar Raya Raksasa juga ternyata 'diperbolehkan' masuk. Adrenalin mengalir dalam tubuh saya. Sebab, saya sangat bahagia dan ingin rasanya saya bertakbir sekeras mungkin karena Ar Raya Raksasa bisa saya bawa masuk melewati penjagaan aparat keamanan. Namun demikian, saya berusaha tetap tenang dan langsung berwudhu.
Di dalam masjid, saya langsung mengincar shaf terdepan. Sebab, perhatian utama akan tertuju pada mimbar, di mana khatib akan membahas mengenai Rohingya dan imam sholat akan akan membacakan doa untuk Rohingya. Dengan demikian, bila akan membentangkan Ar Raya Raksasa, saya pikir maka inilah tempat yang strategis. Saya berencana membentangkannya setelah doa bersama dilakukan.
Namun, sejak 09.30 WIB hingga 11.30 WIB, rekan-rekan saya yang berangkat dari berbagai daerah seperti Purwokerto, Solo, termasuk Magelang tidak kunjung tiba. Sementara jamaah sudah memadati masjid. Sebagian mengabari bahwa mereka kesulitan mendatangi masjid karena dihadang aparat keamanan di beberapa titik.
Saya merasa 'sendirian' dan khawatir. Sebab, saya tidak kenal orang di samping kiri kanan dan belakang saya. Keraguan menghinggapi saya, apakah nanti dibentangkan atau tidak. Sebab, tidak menutup kemungkinan terdapat sejumlah aparat keamanan yang berada di dalam masjid dan membaur bersama jamaah Sholat Jumat. Bila Ar Raya Raksasa hendak disita oleh aparat keamanan, maka akan saya berikan kepada siapa Ar Raya Raksasa tersebut. Sementara di sekitar saya tidak ada yang saya kenali dan bisa saya titipi.
Di tengah kebingungan, saya berpikir, tidaklah Ar Raya Raksasa bisa 'lolos' pemeriksaan karena suatu sebab. Pasti terdapat sebuah alasan kuat. Semua yang terjadi atas izin Allah, pasti memiliki alasan. Akhirnya, tepat sebelum adzan, saya memutuskan, apapun risikonya nanti, Ar Raya Raksasa tersebut mesti dibentangkan. Disita atau tidak, saya pasrahkan semuanya kepada Allah swt. Saya sudah tidak sanggup lagi berpikir dan mengkalkulasi kemungkinan. POKOKNYA DIBENTANGKAN, TITIK.
Setelah Sholat Jumat, imam sholat dan jamaah melaksanakan Sholat Ghaib Untuk Rohingya, lalu setelahnya imam sholat dan jamaah melakukan doa bersama. Usai Doa Bersama Untuk Rohingya, saya langsung mengeluarkan Ar Raya Raksasa dari tas dan bersiap untuk membentangkan. Saya juga akan meminta tolong pada jamaah di kanan dan kiri saya, meski saya tidak mengenal mereka.
Namun, rencana saya belum bisa terlaksana. Di dalam masjid, sebagian jamaah melakukan sholat sunat setelah doa bersama. Saya juga tidak ingin pembentangan Ar Raya Raksasa justru mengganggu jamaah yang melakukan sholat. Apalagi, saya berencana panji itu akan diestafetkan setelah dibentangkan.
Di tengah 'kebuntuan', terdengar pekik takbir beberapa kali dari arah pintu masjid. Saya berpikir, 'point of interest' atau pusat perhatian ternyata sudah berpindah dari mimbar di dalam masjid ke teras dekat pintu masjid. Tanpa pikir panjang, saya pun membawa Ar Raya Raksasa yang masih terlipat menuju pintu masjid.
Tiba di teras masjid, ribuan jamaah telah berdiri dan bertakbir berkali-kali. Para tokoh berada di dekat pintu masjid dan di belakang tokoh terdapat puluhan orang yang juga tengah berdiri.
Ini dia, inilah saatnya dan inilah tempatnya.
Saya langsung meminta bantuan pada beberapa orang yang berada di dekat pintu masjid untuk membentangkan Ar Raya Raksasa. Padahal, saya tidak mengenali mereka.
Alhamdulillah, Ar Raya Raksasa dapat dibentangkan dan dilihat oleh ribuan jamaah. Bahkan panji tersebut sempat diarak dan diestafetkan oleh ribuan Umat Islam.
Ternyata inilah klimaks dari perjalanan yang saya tempuh dari Bandung menuju Magelang.
FROM BANDUNG WITH LOVE
Sempat terpikir untuk menggunakan travel, bus, atau kereta api. Namun, adanya status siaga satu di Jawa Tengah membuat saya khawatir perjalanan saya akan terhenti sebelum tiba di Masjid An Nuur. Saya khawatir aparat keamanan akan mempersulit akses masuk ke lokasi acara.
Akhirnya, saya gunakan kendaraan yang bersifat lebih taktis, yakni motor. Meskipun saya mengetahui menggunakan motor akan sangat melelahkan. Terlebih lagi, rute terjauh yang pernah saya tempuh menggunakan motor yakni Jakarta - Bandung.
Saya sama sekali belum berpengalaman menggunakan motor lebih jauh dari perjalanan Jakarta - Bandung.
Salah satu faktor yang menguatkan saya adalah, bila para Pengungsi Rohingya bisa melakukan perjalanan dari desa mereka ke Perbatasan Bangladesh, apalah arti perjalanan yang saya lakukan. Masih sangat jauh dibandingkan dengan perjuangan para Muslim Rohingya.
Awalnya, saya hanya berniat untuk mengikuti acara yang telah ditetapkan panitia. Itu saja, tidak lebih. Sementara perjalanan yang saya lakukan, diharapkan bisa menyemangati rekan-rekan lainnya yang hendak berangkat menuju Masjid An Nuur.
Oleh karena itu, dari Bandung, saya tidak membawa Ar Raya Raksasa. Sebab, bisa saja kena razia dan disita oleh aparat keamanan.
SKENARIO DAN PERTOLONGAN ALLAH UNTUK MEMENANGKAN PANJI ISLAM
Ide untuk membentangkan Ar Raya Raksasa muncul setelah saya mengobrol hangat dengan Ustadz Dodon dan Ustadz Nur Rohman di Purwokerto pada Kamis malam. Pada saat itu, kami berdiskusi mengenai banyak hal, salah satunya bagaimana agar bisa menyosialisasikan Opini Islam dengan kreatif, salah satunya yakni membentangkan Ar Raya Raksasa pada Acara Doa Bersama Dan Penggalangan Dana Untuk Rohingya di Masjid An Nuur Mungkid, Kab. Magelang.
Kami kesulitan mencari Ar Raya Raksasa yang akan dipergunakan untuk rencana tersebut. Mulai Kamis 20.00 WIB hingga Jumat 07.40 WIB saya belum mendapatkan Ar Raya Raksasa.
Hingga atas izin Allah, saya mendapatkan Ar Raya Raksasa pada 07.42 WIB dari Ustadz Bambang di Magelang.
SKENARIO CANTIK
Bertemunya saya dengan Ustadz Dadang Abu Alfath di Bandung yang memberikan ide dan menyemangati saya untuk melakukan perjalanan Bandung - Magelang menggunakan motor.
Bertemunya saya dengan paman saya Ustadz Rusli Hidayat hingga saya bisa menggunakan motor yang tangguh di berbagai medan.
Bertemunya saya dengan Ustadz Dash Shameel dan Ustadz Nur Rohman di Purwokerto yang memunculkan ide untuk membentangkan Ar Raya.
Adanya bantuan luar biasa dari Ustadz Luthfi Kurniawan di Cimahi. Sehingga perjalanan dari Purwokerto ke Magelang bisa dilanjutkan.
Berkomunikasinya saya dengan Ustadz Narko dan Ustadz Drajat di Yogyakarta sehingga dapat diperkenalkan dengan Ustadz Bambang.
Lalu 'bertemunya' saya dengan Ustadz Bambang di Magelang sehingga Ar Raya Raksasa bisa dibawa masuk ke Masjid An Nuur.
Dan bertemunya saya dengan saudara-saudara Umat Islam yang tidak saya kenal tapi mencintai panji yang sama dengan saya, yakni kain hitam bertuliskan Laa Ilaa Ha Illallaah Muhammadur Rasulullaah
Semua akhirnya menjawab pertanyaan saya. Mengapa saya yang begitu malas melakukan perjalanan jauh menggunakan motor, tiba-tiba sangat terdorong berkendara sekitar 700 km (PP).
Dari perjalanan ini, saya semakin meyakini jika Umat Islam bekerja sama dan bersatu, di bawah kalimat Laa Ilaa Ha Illallaah Muhammadur Rasulullah, disertai adanya pertolongan Allah. Maka, pasukan sebanyak apapun, peralatan secanggih apapun, penggembosan dan propaganda seluas apapun, tidak akan dapat mencegah ribuan Umat Islam mengibarkan Laa Ilaa Ha Illallaah Muhammadur Rasulullah.
Kelak, dengan izin Allah, kalianlah para tentara dan aparat keamanan yang akan mengibarkan kalimat tersebut di Myanmar dan seluruh penjuru dunia.
Kami mendoakan, kalian aparat keamanan, yang memata-matai kami, menghalang-halangi kami, dan menghadang kami bahkan hanya untuk melakukan doa bersama di masjid, adalah para calon Khalid Bin Walid. Musuh Umat Islam yang akhirnya justru menjadi Pedang Allah dan 'memenangkan' Allah dan Rasul Nya atas kaum kafir. Aamiinn.
Alhamdulillah, atas Izin Allah saya dipertemukan dengan Ustadz Abu Fahmi di Kab. Cilacap. Sehingga saya bisa beristirahat, makan, charge telepon selular, dan buka facebook. Lalu mengetahui bahwa Ustadz Rois Al Haram 'manasin' saya supaya menulis. :-D
Alhamdulillah, Telah Saya Tunaikan Peran Ini Ya Allah. Berilah Saya Keselamatan Dalam Perjalanan Pulang. Saya Kangen Anak-Anak Dan Istri Saya. Aamiinn.
- Kab. Cilacap, Jateng, Ahad 10/9/2017 00.25 WIB -
Wawancara dengan Tachta Rizqi Yuandri
Sumber: www.beritaislamterbaru.org