OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Sabtu, 23 September 2017

Studi: Hamas Bisa Kalahkan Fatah dalam Pemilu Palestina

Studi: Hamas Bisa Kalahkan Fatah dalam Pemilu Palestina

JP

Ismail Haniyah dan Mahmoud Abbas

10Berita–Pemimpin Gerakan Pelawanan Islam di Palestina (Hamas), Ismail Haniyah  diperkirakan akan menyusul pemimpin Otorita Palestina (PA), yang juga pemimpin Fatah yang sekuler, Mahmoud Abbas, dalam pemilihan berikutnya, kutip Koran Al-Risalah, Jumat kemarin.

Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Kebijakan Palestina bekerjasama dengan lembaga Konrad Adenauer Foundation di Ramallah  menunjukkan, Haniyah akan mendapatkan 50% suara dan Abbas hanya 41 suara apabila digelar pemilu presiden. Mayoritas  responden  memilih Kepala Biro Politik Gerakan Hamas Ismail Haniyah.

Jajak pendapat ini juga menunjukan bahwa 67% mendukung Abbas lengser. Sementara itu 27% mendukung Abbas tetap menjadi presiden. Sementara itu jumlah mereka yang meminta Abbas lengser 60% di Tepi Barat dan 80% di Jalur Gaza.

Hasil jajak pendapat ini juga menjelaskan bahwa gerakan Fatah akan kehilangan popularitasnya secara cepat di Jalur Gaza akibat tindakan Abbas yang memberlakukan sanksi terhadap Jalur Gaza. Saat ini popularitas gerakan Fatah hanya 28% yang sebelumnya 40% pada 9 bulan lalu.

Hasil lain jajak pendapat ini menunjukkan 73% rakyat Palestina mendukung penghentian komunikasi dengan Israel. Termasuk penghentian koordinasi keamanan. Sementara itu 33% melihat bahwa Abbas adalah orang yang bertanggung jawab terhadap buruknya menejemen pemerintahan Hamdallah di Ramallah.

Jajak pendapat ini menjelaskan bahwa 61% rakyat Palestina mensyaratkan partisipasi gerakan Hamas dan Jihad Islam untuk menggelar pertemuan Dewan Nasional.

Sebanyak 64% rakyat Palestina tidak puas dengan kinerja pemerintah Rami Hamdallah. Sementara itu perasaan aman dan kedamaian individu meningkat di Jalur Gaza dan sebaliknya menurun di Tepi Barat.

Hasil jajak pendapat juga menunjukkan 59% penduduk Tepi Barat dan Jalur Gaza meyakini bahwa ketakutan semua orang menjadikan mereka tidak bisa mengkritik Otoritas Palestina di Tepi Barat.

Menurut jajak pendapat, mayoritas besar Palestina khawatir dengan masa depan kebebasan setelah terjadinya peningkatan penangkapan di kalangan wartawan dan aktivis yang dijerat dengan UU Kejahatan Eleltronik dan perubahan yang diusulkan terhadap UU Otoritas Yudikatif.

Sementara itu 50% masyarakat Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza menilai bahwa Otoritas Palestina adalah beban bagi rakyat Palestina, demikian dikutip Palinfo.

Direktur lembaga penelitian berbasis di Ramallah ini,  Khalil Shikaki mengatakan kepada kantor berita Jerman bahwa Abbas telah kehilangan popularitas di Gaza karena tindakannya terhadap orang-orang Palestina yang tinggal di Jalur Gaza yang dikepung oleh Penjajah Israel.

Dia menambahkan bahwa Abbas terus memperketat kontrol atas warga Palestina di Gaza, meski dia kurang mendapat dukungan.

Pada tanggal 17 September, Hamas menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan Jalur Gaza kepada pemerintah konsensus Abbas, dan sepakat untuk bernegosiasi dengan Fatah, untuk membubarkan komite administrasi Gaza dan mengadakan pemilihan umum.

Langkah tersebut diambil untuk menandatangani sebuah kesepakatan untuk mengakhiri perselisihan antara kedua kelompok tersebut dan menyerahkan Jalur Gaza kepada Perdana Menteri Rami Hamdallah.

Sebagaimana diketahui, Jalur Gaza berada di bawah administrasi Hamas dengan gaji yang dibayarkan PA, sedangkan wilayah Palestina lainnya dikelola oleh PA, beberapa daerah diperintah oleh Rezim Penjajah Israel.

April lalu, Abbas memberlakukan tekanan pada pemerintah Gaza, saat memotong listrik yang dipasok oleh Israel. Langkah tersebut menyebabkan Zionis memperpendek masa pasokan listrik di Gaza.

Abbas juga mengurangi pengiriman obat-obatan dan memotong gaji staf Hamas di Gaza, menyebabkan banyak orang terpaksa pensiun dini.*

Sumber: Hidayatullah