OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 22 Oktober 2017

3 Tahun Jokowi-JK, Ruang Berekspresi Dipersempit dengan UU

3 Tahun Jokowi-JK, Ruang Berekspresi Dipersempit dengan UU

10Berita - Jakarta – Amnesty International Indonesia turut mengevaluasi kinerja kepemimpinan Jokowi-JK kurung waktu tiga tahun, utamanya dalam bidang Hak Asasi Manusia. Catatannya, pemerintah kali ini kian mempersempit ruang berekspresi bagi masyarakat yang berujung pada kriminalisasi seseorang.

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan pihaknya selama tiga tahun terakhir terus mendapatkan laporan-laporan pelanggaran HAM di berbagai tempat di Indonesia. Pelanggaran-pelanggaran HAM ini salah satunya mencakup pembatasan terhadap kebebasan berekspresi, berkeyakinan, beragama, dan berkumpul secara damai.

Dalam Nawacita, Jokowi-JK juga menyatakan bahwa ruang partisipasi dan kontrol publik seharusnya tetap dibuka sehingga lembaga pemerintahan menjadi semakin akuntabel.

“Sayangnya Amnesty International terus mendapatkan laporan kasus-kasus pelanggaran HAM terkait isu ini di mana penggunaan pasal-pasal pemidanaan represif seperti pidana makar, penodaan agama, dan pencemaran nama baik terus terjadi di bawah Pemerintahan Jokowi-JK,” ungkapnya dalam rilis yang diterima oleh Kiblat.net, Sabtu, (21/10).

Dia menjelaskan Hukum HAM internasional menjamin dan melindungi ekspresi semacam ini dan tidak membenarkan negara untuk melakukan kriminalisasi, penangkapan, atau penahanan bagi para pelaku protes.

Dari problem-problem hak atas kebebasan berekspresi, berkeyakinan, dan beragama di atas Pemerintahan Presiden Jokowi justru menambah masalah dengan menerbitkan Perppu Ormas (No. 2/2017).

“Hal itu akan memperberat limitasi dan pengekangan terhadap kebebasan berpendapat, berkespresi, berorganisasi, berkeyakinan, dan beragama yang telah tersedia oleh UU Ormas (No. 17/2013) yang juga bermasalah,” urainya.

Dia menjelaskan masalah baru yang muncul dari Perppu Ormas ini tidak hanya mempermudah pemerintah untuk membubarkan suatu organisasi massa tanpa lewat proses peradilan tetapi juga menyediakan pemidanaan bahkan lebih berat dari ketentuan hukum yang ada. Korbannya kepada para anggota ormas yang dianggap bertentangan dengan ideologi Pancasila, melakukan kegiatan separatisme, atau melakukan penodaan agama.

“Meski Amnesty International paham bahwa pemerintahan saat ini ingin melawan kampanye atau advokasi kebencian berbasis agama atau ras oleh ormas-ormas tertentu yang bisa mendorong suatu tindak kekerasan, permusuhan, atau diskriminasi, tetapi solusi penyelesaian lewat Perppu Ormas ini sangat tidak tepat dan merupakan pelanggaran terhadap kewajiban HAM Indonesia,” pungkas Usman.

Reporter : Hafidz Salman
Editor: Hunef Ibrahim

Sumber : Kiblat.