OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 05 Oktober 2017

[Catatan Alumni KAMMI] Teror Penangkapan Kritikus Rezim, Cermin Ketidakdewasaan Demokrasi

[Catatan Alumni KAMMI] Teror Penangkapan Kritikus Rezim, Cermin Ketidakdewasaan Demokrasi


10Berita~ Akhir-akhir ini, bangsa kita dikejutkan dengan reaksi aparat dalam menangani para pengkritik. Teror penangkapan demi penangkapan para kritikus di sosial media, selalu dipertontonkan di depan mata kita. Semua tindakan itu tentu terasa aneh bagi orang-orang yang memahami konsep demokrasi.

Kritik kepada pemerintah hari ini terkesan dianggap sebagai ancaman. Dianggap menganggu ketenangan dan kedamaian negara, sehingga tidak jarang, ketika ada orang yang mengungkapkan kritikannya kepada pemerintah di sosial media, sering direspon dengan caci maki dan desakan agar kritikan kepada pemerintah dihentikan. Bahkan tak jarang berujung pada pelaporan-pelaporan hingga penangkapan.

Situasi ini tentu memicu keprihatinan bagi kita, para penikmat demokrasi. Karena respon orang-orang yang tidak menyukai kritik terhadap pemerintah, jumlahnya cukup banyak. Hal ini mengartikan bahwa masih banyak orang-orang yang tidak faham dalam berdemokrasi. Padahal, dalam negara yang menganut sistem demokrasi, kritik merupakan penyeimbang dari proses berjalannya kerja pemerintah.

Dalam konsep demokrasi, kritik kepada pemerintah boleh dilakukan oleh siapapun. Tidak mesti harus intraparlementer, tidak mesti pula harus dari partai politik ataupun komunitas. Perseorangan saja boleh melakukan kritik, tidak peduli walaupun dia seorang gembel. Sepanjang orang tersebut adalah warga negara Indonesia, maka boleh-boleh saja dia melakukan kritik kepada negaranya. Bahkan dia juga boleh mengkritik pemerintahan negara lain. Sampai sejauh itulah cover demokrasi.

Justru akan menjadi suatu hal berbahaya dalam sistem demokrasi, jika sebuah negara masyarakatnya tidak kritis kepada pemerintah. Karena situasi itu berkemungkinan bahwa negara sedang berjalan menuju otoritarian atau bahkan totaliter.

Proses transisi kepemimpinan di negeri ini, menghabiskan biaya yang sangat besar, triliunan. Dan biaya itu adalah milik rakyat, milik kita bersama sebagai warga Indonesia. Maka sudah seharusnya lah, kita kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.

Kritik adalah sesuatu yang biasa dalam konsep demokrasi. Bukan suatu hal yang tabu. Kesadaran ini seharusnya tumbuh subur dalam pikiran dan jiwa para pemimpin di bangsa kita, tumbuh dalam jiwa dan pikiran aparatur pemerintah dan masyarakat kita. Sehingga dengan demikian, bangsa ini bisa tumbuh menjadi lebih baik.

Penulis: Setiyono (Pengurus Nasional Keluarga Alumni KAMMI)

Sumber: Portal Islam