OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Sabtu, 07 Oktober 2017

[Catatan] Di Balik Viralnya Salam Komando yang Dipaksakan Antara Panglima TNI dan Kapolri

[Catatan] Di Balik Viralnya Salam Komando yang Dipaksakan Antara Panglima TNI dan Kapolri


10Berita~ Unggahan foto dan video yang menampakkan Menko Polkam Wiranto sedang mengajak Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan Kapolri Tito Karnavian untuk melakukan "Salam Komando" beredar viral di jejaring sosial hingga ruang chat.

Panglima Gatot Tidak Mau Salam Komando dgn Tito dipaksa sama Mengkopohulkam���pic.twitter.com/F13HULsDDU

— @Segelas_kopi (@Limeyr1) October 6, 2017


Beberapa dari netizen, memberi caption pada foto dan video singkat itu.

"Jenderal Gatot Nurmantyo ‘ogah’ menuruti ajakan Jenderal Wiranto untuk bersalaman dengan Jenderal Tito Karnavian".

Peristiwa itu terjadi tanggal 1 Oktober 2017, seusai acara peringatan Hari Kesaktian Panca Sila, di Lobang Buaya, Jakarta Timur.

Foto dan video singkat ini menarik untuk dicermati, terutama dalam bingkai politik, bahwa ada semacam cold war antara Jendral Gatot sebagai pemberi info valid terkait impor senjata ilegal dengan Jendral Tito, sebagai pihak yang didudukkan di kursi pesakitan dalam kasus impor senjata ini.

Hal ini juga mungkin yang menyebabkan foto dan video pertemuan 3 Jendral ini menarik untuk diviralkan di ruang publik.

Publik dan beberapa analis mencoba meraba-raba persoalan di tubuh aparar negara ini.

Pasca reformasi, TNI yang dulu kerap mendapat cap negatif, berubah wajah, terutama sejak kepemimpinan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.

Di era SBY, TNI lebih hangat, lebih dekat dengan rakyat dan tidak lagi terkesan menyeramkan.

Sementara Polisi, sejak era Gus Dur justru diberi porsi besar dalam penanganan kasus-kasus keamanan yang sebenarnya membutuhkan dukungan data intelijen, kesigapan lapangan dan persenjataan berat ala militer.

Sebut saja penanganan konflik di Aceh, kini ditangani oleh pasukan Brimob, belum lagi terbentuknya Densus 88 anti teror yang diperlengkapi persenjataan canggih dan mahal, BNN, bahkan yang terakhir diwacanakan, densus anti korupsi.

Sayangnya, supremasi ini tak dimanfaatkan dengan baik oleh Polri. Adanya penangkapan sejumlah aktivis kontra rezim, termasuk para ulama, justru membuat Polri semakin berjarak dari rakyat kebanyakan.

Dalam kondisi inilah, muncul kabar adanya impor senjata dengan mencatut nama Jokowi.
Tak hanya sekedar ispaan jempol, kabar ini pun menjadi kenyataan.

Kebenaran yang sempat disangkal berkali-kali oleh beberapa pihak akhirnya menjadi bumerang bagi institusi Polri. Hal inilah yang semakin membuat rakyat antipati dan hilang kepercayaan pada Polri dan berharap lebih banyak pada TNI.

Mau tak mau, disadari atau tidak, keberpihakan rakyat kepada TNI bisa diterjemahkan sebagai wujud pecahnya persatuan rakyat dengan aparat.

Negara-negara asing, apalagi yang sudah mencoba menanamkan cakar mereka pada berbagai sektor di Indonesia, pasti melihat bibit perpecahan dan konflik di Indonesia, sebagai kesempatan emas untuk menghancurkan Indonesia, melalui berbagai cara, termasuk memasok persenjataan.

Maka langkah Jendral Gatot, untuk secara terbuka membuat pihak yang ingin mengambil kesempatan dalam konflik impor senjata, siapapun dia, merintih, sudah tepat. [*]

Sumber: Portal Islam