OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 13 Oktober 2017

Hamas-Fatah Sepakat Rujuk, Perbatasan Rafah Siap Dibuka

Hamas-Fatah Sepakat Rujuk, Perbatasan Rafah Siap Dibuka

Palinfo

Hamas-Fatah sepakat rujuk

10Berita—Dua faksi Palestina berpengaruh, Hamas dan Fatah, menandatangani sebuah kesepakatan damai di Ibu Kta Mesir, Kairo, hari Kamis, sebagai bagian dari upaya rujuk setelah perbedaan yang telah berlangsung selama satu dekade terakhir lapor Aljazeera.

Pengumuman itu muncul setelah perwakilan dari Hamas dan Otoritas Palestina (PA) yang dipimpin Fatah berkumpul di Kairo hari Selasa untuk melaksanakan sebuah rekonsiliasi yang disetujui pada 2011 tetapi belum ditindaklanjuti.

Pihak penengah Mesir mengatakan Otorita Palestina yang didominasi Fatah akan mengambil alih tanggung jawab administrasi sepenuhnya Jalur Gaza dari Hamas terhitung mulai 1 Desember mendatang.

Sementara pintu perlintasan Rafah dari Gaza ke Mesir akan segera diserahkan kepada pemerintah bersatu Palestina.

“Berdasarkan langkah-langkah keamanan yang akan diterapkan dan diadopsi oleh Otoritas Palestina di mana para pengawal kepresidenan akan disebar di seluruh perbatasan,” kata al-Ahmad.

Dia menambahkan bahwa di bawah instruksi Abbas, kedua kelompok tidak akan kembali ke wilayah Palestina kecuali mereka memiliki sebuah “keputusan final yang akan mengakhiri keretakan selamanya … untuk mewujudkan impian Palestina, mengakhiri penjajahan, dan untuk memiliki sebuah negara berdaulat, independen, Palestina dengan Jerusalem Timur sebagai ibu kotanya.”

Saleh al-Arouri, Wakil Kepala Kantor Politik Hamas juga angkat suara, berterimakasih pada Mesir atas “peran seimbang” nya.

“Masalah Palestina merupakan masalah Mesir,” kata al-Arouri.

Kesepakatan itu menetapkan bahwa pemilihan legislatif, presiden dan dewan nasional harus dilakukan dalam jangka satu tahun setelah penandatanganannya, meskipun rincian mengenai kesepakatan damai itu belum diumumkan.

Kesepakatan itu juga akan menyaksikan Hamas dan Fatah membentuk sebuah pemerintahan sementara sebelum pemilihan umum.

Kesepakatan ditandatangani oleh pemimpin delegasi Fatah, Azzam al-Ahmad, dan pemimpin tim perunding Hamas, Saleh Arouri, dengan disaksikan oleh Kepala Dinas Intelijen Mesir, Khaled Fawzi.

Hamas yang berbasis di Gaza pada bulan lalu memutuskan akan membubarkan komite administratifnya yang menjalankan wilayah Gaza. Kelompok itu juga mengungkapkan keinginannya berdamai dengan PA, badan semi-otonomi yang memerintah di Tepi Barat.

Sesudah itu, Perdana Menteri PA Rami Hamdallah mengunjungi Gaza dan mengumumkan bahwa pemerintahan persatuan nasional akan mulai memikul tanggungjawab administratif atas Gaza.

Hamas telah menjadi pemimpin de-facto Jalur Gaza sejak kemenangan Pemilihan Umum Legislatif yang diselenggarakan pada Rabu, 25 Januari 2006.  Hamas meraih 76 dari 132 kursi di parlemen, sedangkan perolehan Fatah hanya 43 kursi.  Dengan suara mayoritas ini Hamas berhak membentuk kabinet Pemerintahan Palestina yang sah.

Namun kemenangan Hamas ini disambut getir oleh Negara Barat dan Penjajah Israel.  PM Italia Silvio Berlusconi bahkan menyebut kemenangan Hamas sebagai hasil yang sangat, sangat, buruk, sebagai bentuk dukungan agar Fatah yang sekuler terus mengendalikan Palestina.

Fatah yang didukung AS dan Israel menolak mengakui hasil dari pemungutan suara itu yang dimenangkan Hamas, membuat gerakan ini mengusir Fatah keluar dari Gaza.

Senada dengan Israel, beberapa pemerintahan Barat seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa tiba-tiba menetapkan Hamas –yang selama ini berjuang membebaskan tanahnya dari penjajahan Israel–  justru ditetapkan sebagai kelompok teroris.

Dalam waktu tak lama, Penjajah Israel juga merespon kemenangan Pemilu Hamas yang didukung mayoritas rakyat itu dengan menjatuhkan blokade, hingga hari ini, yang sudah berlangsung 11 tahun.

Blokade yang menyebabkan kekurangan listrik dan bahan bakar di wilayah tersebut.

Hamas akhirnya mengendalikan Gaza, sementara Fatah  mengendalikan Tepi Barat. Sejak itu beberapa upaya perdamaian gagal dicapai karena berbagai kepentingan Negara-Negara Barat masuk.*

Sumber: Hidayatullah