OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 06 Oktober 2017

Mengunjungi Muslim Amerika

Mengunjungi Muslim Amerika

10Berita–Sungguh sebuah tantangan bagi saya yang berhijab, untuk menjelajahi Amerika. Kadangkala saya dapati ekspresi kurang ramah kepada orang Islam.Bahkan sekarang ini jg terjadi di San Fransisco, kota yang hetrogen berbagai suku bangsa dan banyak pendatang.

Namun beberapa waktu lalu saya menemukan pengalaman yang menyejukkan. Bagaikan menemukan danau di tengah padang pasir luas. Saat perjalanan dari San Francisco menuju Chicago, tukar pesawat di Detroit, saya bertemu dengan bule yang friendly. Mereka senasib dengan saya, ketinggalan pesawat karena pindah gate tanpa adanya informasi. This is super awesome, tidak pandang bangsa dan agama.  Saya rasakan, What a beautiful life… Respect each other.

Memang belakangan ini minoritas Muslim di Amerika harus ekstra hati-hati. Pasalnya beberapa waktu sebelumnya di Virginia dekat Washigton DC terjadi peristiwa Nebra, seorang remaja Muslimah yang menjadi korban kejahatan sepulang dari Masjid. Ia ditemukan tewas akibat tindakan kriminal yang diduga merupakan Islamophobia. Juga belum lama berselang terjadi insiden di Michigan, dimana seseorang menembak polisi dengan meneriakkan Takbir. Tidak jelas apakah ia benar-benar seorang Muslim, ataukah sebenarnya fitnah semata.

Justru sebenarnya saya memutuskan ke Amerika kali ini untuk merasakan Ramadhan. Di sini saya merasakan keakraban bersaudara, brotherhood dan sisterhood di antara kaum Muslim. Selain berasal dari negara mayoritas Muslim seperti Pakistan, India, Indonesia, Bangladesh, Malaysia, Turki atau negara-negara Arab, Amerika merupakan rumah bagi Muslim dari kalangan Hispanik, Black Muslim, atau White Muslim.

Baca: Beragam Wajah Muslimah Amerika


Di sini Muslim saling mendukung, saling membantu, karena merasa menjadi minoritas. Di sini saya bisa merasakan indahnya persaudaraan. Kebanyakan Muslim yang saya ketahui berasal dari kalangan yang terpelajar. Apalagi Muslim yang tinggal di area Silicon Valey seperti di San Jose, Santa Clara dan sekitarnya, yang menjadi kantor pusat Facebook, Google, atau Apple. Banyak Muslim merupakan ahli IT.

Di Amerika Serikat masjid-masjid biasanya didirikan oleh komunitas Muslim dari berbagai bangsa. Salah satunya adalah yang saya kunjungi, yaitu Masjid Al Mustafa di San Jose. Bangunannya baru dua tahunan dibeli seharga sekitar tujuh juta dollar. Masjid ini dikelola oleh South Bay Islamic Association(SBIA), sebuah organisasi Muslim di Bay Area yang jamaahnya sebagian besar berasal dari Pakistan dan India.

SBIA memiliki beberapa masjid di daerah South Bay ini. Yang saya tahu pula ada beberapa masjid yang diorganisir oleh warga Indonesia, seperti di Houston, Washington DC, New York, dan Seattle.

Bukber di rumah sahabat di Indiana,tetangga Muslim asal Palestina turut hadir (Foto: Rustika Thamrin)

 Di Bulan Ramadhan biasanya masjid-masjid membuat acaraiftaar, yang dilakukan setiap weekend; Jumat, Sabtu, dan Ahad. Acara buka bersama seperti ini biasanya dibiayai secara swadaya oleh para jamaah. Masjid di Amerika biasanya juga mengundang non-Muslim untuk experiencing islam atau bahkan interfeith dialogue. Mereka diajak merasakan berbuka bersama, ataupun merasakan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan seorang Muslim. Dari kegiatan semacam itu beberapa non-Muslim tertarik menjadi mualaf. Seperti pengalaman saya tahun lalu di Silicon Valey, di sebuah masjid di Santa Clara. Masjid ini terorganisir dengan sangat baik, dengan sekolah Islam yang well established. Di sini hampir setiap hari ada saja orang yang masuk Islam.

 Baca: “Ada 4 Ribu Orang Masuk Islam setiap Tahun di Amerika

Saya menilai banyak mualaf di Amerika yang serius mempelajari agama barunya dan mencari  kebenaran. Mereka berusaha all out dan istiqomah.

Banyak diantara yang setelah memeluk Islam pergi ke Mesir atau Sudan untuk merasakan sendiri dan belajar tentang Islam. Mereka menetap satahun untuk belajar membaca Al Quran secara serius. Kadang saya yang asli Muslim dari lahir merasa malu, dibandingkan Muslim mualaf yang memiliki bacaan Al Quran dengan tajwid yang sangat bagus.

Tarawih malam terakhir Ramadhan di Masjid Highland di Indiana(Foto: Rustika Thamrin)

Perkembangan Islam sangatlah pesat di Amerika, hampir menyamai pesatnya perkembangan Islam di Eropa. Mereka yang telah menjadi Muslim nampak sangat istiqomah, dan bangga menjadi Muslim. Para mualaf ini memperjuangkan dengan sungguh-sungguh islam sebagai way of life mereka. Mereka orang Barat yang awalnya non-Muslim kemudian merubah dirinya menjadi Muslim style. Semoga pengalaman ini memacu saya untuk menjadi Muslimah yang lebih lebih kaffah. Aamiin.

 

Hal menarik lain yang saya temui saat menggalang dana Muslim Amerika luar biasa, yaitu memiliki target. Seperti saya lihat sendiri di

Perkembangan Islam sangatlah pesat di Amerika, hampir menyamai pesatnya perkembangan Islam di Eropa

Baca: Kota Pertama di Amerika yang Mayoritas Anggota Dewan Beragama Islam [1]


Banyak sekali yang datang pada malam ke-27 Ramadhan tahun ini yang Insyaallah malam lailatul qaddar. Sumbangan yang berhasil digalang dalam satu malam tersebut mencapai 200 ribu Dollar, atau setara 2,7 Milyar Rupiah. Dana sebesar itu bisa digunakan untuk memenuhi biaya operasional masjid tersebut selama satu tahun kedepan.

Dari amatan saya, banyak kebijakan publik di Amerika juga telah mengakomodir hal-hal penting bagi Muslim. Di sini semakin banyak restoran halal.

Menariknya, banyak pula non-Muslim  yang makan di restoran halal ini. Alasan mereka selain enak, restoran halal menyajikan makanan yang sehat. Tentu alasan tersebut selain masalah rasa, juga terasa logis dan ilmiah, seperti ajaran islam itu sendiri. Demikianlah sekelumit pengalaman saya merasakan pengalaman Muslim di Amerika Serikat.*/Rustika Thamrin,Traveller, sedang berkunjung ke Amerika Serikat

Sumber: Hidayatullah