Perang Media: Pesan Ust. Rahmat Abdullah Kepada Jurnalis Muslim
10Berita ~Suatu siang bada zuhur di Masjid Iqro, Jatimakmur, Pondok Gede-Bekasi, beberapa tahun lalu, aku diajak Ustadz Rahmat Abdullah untuk duduk-duduk sambil ngeteh di serambi depan rumahnya yang masih berada di dalam lingkungan masjid. Obrolan kami tak lepas dari segala permasalahan seputar dakwah Islam dan gerakannya. Dalam satu kesempatan, Ustadz Rahmat berpesan,
“Akhi, semua jurnalis Muslim seharusnya memahami dengan baik dan kritis semua terminologi bahasa yang dipakai musuh-musuh dakwah. Janganlah jurnalis-jurnalis Muslim ikut-ikutan, latah, menggunakan istilah-istilah ciptaan musuh-musuh dakwah di dalam tulisan-tulisan yang dibuatnya. Tiap istilah, setiap kata, setiap simbol, yang diciptakan kelompok Zionis-Yahudi dan musuh-musuh dakwah lainnya itu tidak serta merta timbul begitu saja. Ada think-tank mereka yang bekerja siang malam menciptakan istilah-istilah, jargon-jargon, dan simbol-simbol, yang bertujuan untuk merusak Islam. Mereka sangat serius menciptakan istilah-istilah untuk memerangi dakwah ini, Akhi. Ini perang! Perang tidak saja dilakukan dengan bom dan mesiu, tetapi juga lewat pena dan kata-kata…,” ujarnya dengan kalimat yang berapi-api. Di balik wajahnya yang lembut, tersimpan kegeraman dan keseriusan dalam setiap kalimatnya.
“Akhi,” lanjutnya. “…Sebagai jurnalis Muslim, Antum harus selalu berada di jalur yang lurus. Seorang jurnalis Muslim itu merdeka dari segala hal yang ada di dunia ini kecuali terhadap Allah swt dan Rasul-Nya. Jurnalis Muslim adalah seseorang yang berada di garda terdepan di dalam perang tauhid bersama-sama, satu barisan, dengan para mujahid yang sekarang tengah berada di medan tempur yang sesungguhnya. Tugas seorang jurnalis Muslim adalah menyingkirkan semua kotoran-kotoran fikrah di setiap kepala umat Islam, dan mengisinya dengan pencerahan tauhid sehingga semua isi kepala umat Islam hanya tunduk pada Panji Syahadatain, bukan tunduk pada yang lainnya.”
Entah mengapa, pertemuan yang terjadi beberapa tahun lalu itu kembali timbul dalam kesadaran. Adalah fakta jika sekarang ini umat Islam menjadi sasaran berbagai macam serangan musuh-musuhnya. Dan yang paling menyedihkan adalah ketika ada sebagian umat Islam yang tidak sadar jika agamanya tengah menjadi target pengrusakan dan malah bahu-membahu bergandengan tangan dengan musuh-musuh Islam untuk menisbikan peperangan tauhid itu.
Lihat kasus Charlie Hebdo. Dengan begitu mudahnya media-media sekular memblow-up kasus ini sehingga menjadi bahan perbincangan di mana-mana. Padahal kasus ini teramat banyak janggalnya dan kuat dugaan memang inside-job dari Zionis-Yahudi sendiri untuk mengambil keuntungan darinya, seperti halnya kasus WTC, 11 September 2001, lalu.
Betapa tidak lucunya seorang Benjamin Netanyahu, pembunuh 17 wartawan dan 2.143 anak-anak kecil Palestina, dalam satu kali musim panas tahun lalu, bergandengan tangan bersama para pemimpin dunia lainnya menyerukan perdamaian dan mengutuk aksi penyerangan terhadap Charlie Hebdo. Namun dunia seolah tersihir oleh pemberitaan media-media mainstream. Bahkan banyak umat Islam yang ikut-ikutan latah bersimpati pada penista Rasul SAW dengan mengucapkan atau mengenakan kaos bertuliskan “Jesuis Charlie”. Ini benar-benar absurd! Lantas di mana akidah kalian?
Dan di Indonesia saat ini, karena media pulalah, seorang badut dan pembohong bisa menjadi seorang pemimpin. Badut dan pembohong ini jelas dipilih pula oleh orang-orang Islam, padahal para ulama dan ustadz sudah memberikan arahan soal kriteria seorang pemimpin, tapi arahan ini malah diangap angin lalu. Menyedihkan, memang. Tapi inilah fakta riil umat Islam di Indonesia dan dunia sekarang, walau pun tidak seluruhnya.
Menyadari betapa media memiliki kemampuan dahsyat untuk mempengaruhi dunia inilah, maka aku teringat pesan-pesan ustadz Rahmat soal perang media. Inilah pesan-pesan Beliau Allahuyarham yang harus diingat oleh setiap jurnalis Muslim dan setiap media Islam yang ingin menegakkan kalimah tauhid di muka bumi.
Perang Media Adalah Perang Istilah
Pesan Pertama, gunakan istilah “Zionis” setiap kali kita menuliskan kata “Israel” atau “Yahudi”, yaitu menjadi “Zionis-Israel” atau “Zionis-Yahudi”.Pesan Kedua, gunakan istilah “Dunia Arab” dan jangan gunakan istilah “Timur Tengah”. Ini dua hal yang sangat berbeda. Jika kita menulis “Timur Tengah” maka secara tersirat kita telah mengakui eksistensi Zionis-Israel di Bumi Palestina. Sedangkan bila kita menggunakan istilah “Dunia Arab” maka secara tegas kita menolak keberadaan bangsa Zionis-Yahudi di wilayah Arab. Yahudi tidak termasuk rumpun bangsa Arab. Ini merupakan persoalan akidah, mungkin tanpa kita sadari.Pesan Ketiga, gunakan istilah “Teroris” kepada siapa saja yang melakukan upaya pengrusakan terhadap Masjid, membunuhi umat Islam, menindas kaum Muslimin, simbol-simbol Islam, memusuhi dakwah, dan sebagainya. Selama ini media Zionis berusaha keras menciptakan istilah “Teroris” untuk dilekatkan kepada umat Islam. Kita harus melawan ini. Umat Islam adalah umat yang mencintai keadilan, sebab itu siapapun yang melakukan upaya-upaya teror, dia adalah Teroris. Dan Zionis-Israel adalah “King of Terrorism”.Pesan keempat, terhadap pemberitaan yang bersumber dari media-media musuh dakwah, umat Islam harus mendahulukan suudzon terlebih dahulu, terlebih menyangkut berita-berita dari Dunia Islam. Tabayunlah terlebih dahulu sebelum menilai langkah-langkah apa yang diambil oleh saudara-saudara seiman. Dont judge a book by its cover. Dan sebaliknya, jika ada suatu berita dari saudara-saudara seiman, dari media-media dakwah, dahulukan huznudhon, walau juga harus ditabayunkan untuk hal-hal yang dianggap perlu. Tutupilah aib atau kekurangan saudara seiman, jika hal itu tidak menyebabkan kemudharatan yang lebih luas ke umat secara keseluruhan.Pesan kelima, terhadap media-media yang sudah jelas-jelas memusuhi Islam dan umat-Nya, atau jelas-jelas merusak akidah, maka boikotlah. Jika itu media TV, hapus salurannnya dari pesawat tv Anda di rumah. Tontonlah sesuatu yang bisa mempertinggi keimanan dan pengetahuan. Jika tidak ada, matikan saja pesawat tv di rumah dan bacalah buku-buku yang jauh lebih bermanfaat.
Seingatku pesan-pesan dari Ustadz Rahmat seperti itu, dan point-point di atas itu sangat bisa ditambahkan dengan yang lain-lain.
Seiring perkembangan zaman, dalam era media internet di mana peperangan media juga tidak kalah sengitnya, maka ada satu lagi yang harus kita lakukan yaitu,
Jika ingin share artikel-artikel menarik di Media Sosial seperti Facebook, Twiter, dan sebagainya, jangan menshare dari artikel-artikel yang bersumber dari Media-Media Musuh Dakwah. Ingat, jika kita menshare berita-berita dari media-media musuh Dakwah, walau beritanya kelihatannya bagus dan islami, tetap saja kita turut berkontribusi menguntungkan media-media musuh dakwah itu, karena setiap share yang kita lakukan akan dihitung Google, dan akan menaikan kekuatan atau posisi website media-media musuh dakwah tersebut di dunia maya. Bagi mereka yang mempelajari SEO (Search Engine Optimatization) akan memahami hal ini
Sharinglah artikel-artikel dari media-media dakwah saja sehingga posisi dan kekuatan website dakwah tersebut akan semakin kuat di dunia maya. Isilah blog pribadi milik Anda dengan artikel-artikel dari media-media dakwah dengan memberikan link aslinya. Ini semua akan memperkuat dakwah tauhid kita.
Semoga, pesan-pesan dari Ustadz yang sudah berada di sisi Allah swt ini bisa menjadikan jurnalis-jurnalis Muslim selalu waspada. Suatu istilah itu kelihatan sepele namun dibaliknya mengandung makna yang sangat dalam dan penting. (Rizki Ridyasmara)
Sumber: eramuslim