OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 04 Oktober 2017

Rupiah Melemah, Utang Meroket, Bank Dunia: Ini Berbahaya!

Rupiah Melemah, Utang Meroket, Bank Dunia: Ini Berbahaya!

10Berita – Pengamat ekonomi-politik Ichsanuddin Noorsy mengatakan, Bank Dunia telah menempatkan utang luar negeri Indonesia di level bahaya. Sebab, fluktuasinya sudah di atas 30 persen. Sementara melemahnya nilai tukar rupiah rp13.500./dolar AS pada sesi pembukaan hari ini terhadap Dollar AS membuat sejumlah kalangan cemas tak terkecuali kalangan anggota DPR RI.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Achmad Hafisz Thohir mengaku waswas dengan kondisi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS saat ini.

“Waduh gawat nih pertanda jelek,” tandas Mantan Ketua Komisi VI DPR itu saat dihubungi di Jakarta, Senin (02/10/2017).

Menyikapi kondisi tersebut, Hafisz menyarankan agar otoritas terkait melakukan langkah-langkah strategis untuk membendung pelemahan Rupiah.

“BI harus segera melakukan antisipasi,” ujar Politikus PAN itu.

Menurutnya, ada berbagai faktor yang menyebabkan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap USD.

“Kemungkinan sentimen luar. Mungkin The Fed Bank mau merubah suku bunga,” singkatnya.

Ichsanuddin mengatakan hal itu dalam dialektika demokrasi ‘Utang Luar Negeri untuk Siapa?” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (13/7/2017). Hadir juga sebagai pembicara dalam diskusi ini adalah Anggota Komisi XI DPR RI FPDIP Maruarar Sirait dan Ketua Banggar DPR RI Azis Syamsuddin.

Menurut Ichsanuddin, jika beban utang luar negeri suatu negara itu fluktuasinya mencapai 30 %, maka dalam level bahaya. Bank dunia menempatkan Indonesia pada level tersebut, dengan fluktuasi beban utang luar negeri sebesar 34,08%.

“Dan, selama negara didekte oleh asing, maka Indonesia sampai 2040 tak akan mampu menghadapi kekuatan asing,” katanya.

Negara-negara yang memberi pinjaman kepada Indonesia adalah: Singapura (58 M dollar AS), Jepang (31 M dollar AS), Belanda (11 M dollar AS), Amerika Serikat dan lain-lain.

Sementara itu, Maruarat Sirait mengatakan, pemerintah harus lebih realistis dalam menargetkan pertumbuhan ekonomi maupun pajak. Hal ini untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan utang luar negeri tidak membebani negara.

Pada 2017, target pertumbuhan 5,2 % dan realisasinya 5,1 %, sedangkan penerimaan pajak tidak memenuhi target di level Rp 1.307,6 triliun.

“Harus ada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan target pajak. Memang ekonomi sedang melambat di seluruh dunia, tapi sektor riil ekonomi kecil dan menengah di Indonesia tetap tumbuh dengan baik,” tegas Maruarar.

Menurut dia, seharusnya kenaikan pertumbuhan ekonomi diikuti kenaikan pajak. “Kondisi setiap negara memang berbeda-beda. Namun, Jokowi telah membangun pondasi perekonomian jangka panjang yang kuat dengan membangun berbagai insfrastruktur di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Azis Syamsuddin berpandangan, meski utang luar negeri terus naik, namun rasio utang negara masih aman.(kl/krf)

Sumber: Eramuslim