OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 04 Oktober 2017

Sri Mulyani Ganas Ke Rakyat Lembek Ke Asing


Sri Mulyani Ganas Ke Rakyat Lembek Ke Asing


10Berita~Rencana penurunan pajak untuk Freeport dari 35 persen menjadi 25 persen patut disesalkan. Hal ini dinilai menjadi bukti nyata Menteri Keuangan Sri Mulyani hanya galak kepada rakyat namun lembek terhadap asing.

“Harus diingat, konstitusi menyatakan bahwa tanah air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah untuk kemakmuran rakyat. Namun bila pemerintah terus-terusan mengalah kepada Freeport, maka yang menikmati kemakmuran adalah bangsa asing,” kata Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima) Sya’roni kepada redaksi, Selasa (3/10).

Dia menjelaskan sudah terlalu lama Freeport menikmati kekayaan alam Indonesia, sehingga mestinya diberlakukan pajak yang semakin tinggi. Dengan begitu dapat terdistribusi kemakmuran yang berkeadilan.

“Artinya Freeport untung, rakyat Indonesia juga untung. Tetapi jika pemerintah terus-terusan mengalah hingga bersedia menurunkan pajak menjadi 25 persen, maka Freeport yang untung sementara rakyat buntung,” kata Sya’roni.

Sya’roni lantas membandingkan dengan langkah Sri Mulyani yang sangat “ganas” memungut pajak dari rakyat. Petani tebu mau dikenakan pajak tapi setelah diprotes akhirnya dibatalkan. Kemudian pajak penulis buku dinaikkan, lalu smartphone dan sepeda dimasukkan ke dalam SPT Pajak.

Rencana penurunan pajak untuk Freeport tercantum dalam draft beleid berbentuk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Freeport yang sudah ada di laci meja Setneg. Menteri ESDM Ignasius Jonan memastikan draf soal penurunan pajak Freeport disusun Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Dalam bab VII Pasal 14 RPP tersebut disebutkan tarif PPh Freeport hanya 25 persen. Angka ini turun ketimbang PPh badan Freeport saat masih rezim Kontrak Karya (KK), yaitu 35 persen.

Sepintas, ujung-ujungnya perusahaan tambang asal AS itu tetap membayar 35 persen sebagaimana sebelum menyandang status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Sebab perusahaan asal AS itu menanggung bagian pemerintah pusat sebesar 4 persen dari keuntungan bersih pemegang IUPK dan bagian pemerintah daerah sebesar 6 persen.

Namun jika ditelisik lebih dalam jumlah yang akan dibayar Freeport justru menjadi lebih rendah. Sebagai ilustrasi laba operasi Freeport Rp 1.000.000. Sesuai ketentuan Freeport harus membayar PPh Rp 350.000. Jumlah ini dihitung dari laba perusahaan sebelum dikurangi bunga utang dan pajak terutang alias EBITDA.

Di sisi lain, tambahan pajak bagian pemerintah pusat dan pemda 10 persen dihitung dari laba bersih. Maka dengan RPP yang disusun Sri Mulyani, Freeport membayar PPh Badan Rp 350.000 ditambah bagian pemerintah pusat dan daerah Rp 75.000 (laba operasi PPh Badan). Jadi total yang harus dibayar hanya Rp 325.000.

“Sebaiknya, Presiden Jokowi tidak menandatangi RPP Freeport. Jika menandatangi maka bukti nyata pemerintah tunduk pada kemauan Freeport,” demikian Sya’roni.[] 

Sumber : intelijen.co.id, www.tribunislam.com