OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 09 Oktober 2017

Tumbuhkan Akar Kehidupan Keluarga

Tumbuhkan Akar Kehidupan Keluarga


Ilustrasi. (inet)

10Berita – Menarik mengetahui bagaimana pohon kurma bisa tumbuh dengan kokoh di padang gurun yang tandus panas dan sulit air, serta bisa berbuah dengan lebat, tak goyah oleh goncangan angin.

Saat biji kurma di tanam, ternyata diletakkan pada kedalaman 2 atau 3 meter di bawah permukaan tanah, dan diatasnya ditimbun dengan bebatuan.
Yang pertama kali Allah tumbuhkan adalah akarnya, terus menghunjam kebawah tanah, berapapun dalamnya akan terus ditembus sampai ketemu sumber air.

Setelah memastikan ada sumber air yang cukup, barulah akan tumbuh tunas.
Lantas kenapa harus ditimbun dengan bebatuan?

Saat bebatuan menimpa calon tunas/batang, akar akan memperkokoh dirinya sampai benar benar kuat, dan tidak membiarkan batang tumbuh begitu saja.

Saat sudah cukup kuat, batang pohon akan kembali tumbuh dengan kekuatan yang lenoh dahsyat, sehingga dapat mengalahkan dan bahkan memecahkan tumpukan bebatuan di atasnya.

Sungguh hal ini menjadi filosofi yang indah bagi kehidupan kita, baik sebagai pribadi, keluarga atau sebagai sebuah komunitas/organisasi.

Seorang individu mukmin, sudah selayaknya sebelum bergerak lebih jauh keluar, berkiprah di tengah masyarakat, berkreasi dalam berbagai bidang, ia harus memiliki akar yang kokoh dalam kehidupannya. Tak peduli sejauh dan sedalam apa, tapi ia harus terus menggali ” tanah” pemahaman dan kesadaran dibawahnya, agar dapat mengokohkan diri dan menghasilkan buah manis bagi perjuangan. Dan pondasi akar tersebut, bagi seseorang, adalah keyakinan/keimanannya.

Keimanan yang kokoh kuat menjamin dirinya tak takut dan khawatir dengan berbagai rintangan dalam kehidupannya. Bahkan rintangan itu akan memperkuat keimanannya.

Pada tangga amal yang kedua, sebagai sebuah “organisasi” keluarga, maka akar bagi kehidupan keluarganya adalah bagaimana keluarga muslim harus mengokohkan ketahanan keluarganya.
Menjadi inspirasi dan “contoh” bagi keluarga lain di sekitarnya.

Sebuah keluarga sakinah bukan berarti tak pernah ketemu permasalahan. Akan tetapi permasalahan yang dihadapi, dengan kesepahaman dan saling pengertian, justru akan memperkokoh ketahanan keluarga tersebut. Ibarat tanaman kurma, tekanan batu-batu di atasnya, akan memperkokoh akar dan batangnya.

Filosofi sebatang lilin yang hancur dirinya saat menerangi lingkungan sekitarnya, mestinya tidak terjadi pada keluarga mukmin.

Marilah menengok tauladan keluarga Ibrahim as beserta sarah dan hajar, juga teladan keluarga Nabi Muhammad saw dan khadijah. Dari sana kita bisa berkaca diri bagaimana sudah seharusnya seorang mukmin apalagi seorang dai, harus berjuang sungguh2 untuk memgokohkan keluarganya, agar bisa menjadi inspirasi. bagi keluarga lainnya.

Pada gilirannya akan terbentuk masyarakat yang tertata dari batu bata keluarga yang indah.

Allah swt mengingatkan kita semua dengan sebuah ayatnya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ ؟ | ٦١:٢
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ | ٦١:٣

Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (Ash- Shaff: 2-3)

Salah satu kunci keberhasilan Rasulullah saw dalam berdakwah, adalah beliau mampu memberikan teladan, baik dalam kehidupan pribadinya, ataupun kehidupan keluarganya.
Lihatlah bagaimana Rasulullah saw dam Khadijah ra saling bekerjasama , saling menguatkan dan saling mengokohkan perjuangan dakwah. Salah satu pihak tidak melemahkan pasangannya.

Meski kita mengenal tipe keluarga Nabi Nuh as atau Nabi luth as , dimana pasangannya tidak mengokohkan, bahkan melemahkan dakwahnya, tetapi tentu ini menjadi pelajaran bagi mukmin, agar jangan sampai terjadi pasangan kita menjadi faktor pelemah. Sikap antisipatif dan korektif diri harus dihidupkan.

Lazimnya, hancurnya tatanan keluarga , mestilah ada andil “kesalahan” dari dua belah pihak, istri dan suami.

Rabbana hablanaa min azwaajina wa dzurroyatina qurrota a’yun. Waj alna lil muttaqiina imaama.

Wallahu a’lam bis shawwab. (neni/)

Sumber : dakwatuna.com