OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Sabtu, 07 Oktober 2017

Turki Berjanji akan Terus Mendukung Muslim Rohingya

Turki Berjanji akan Terus Mendukung Muslim Rohingya

hurriyetdailynews

Emine Erdogan memeluk pengungsi di kamp pengungsi Kutupalong

10Berita–Turki akan terus mendukung Rohingya dan semua masyarakat tertindas di seluruh dunia, Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu mengatakan seperti yang dilaporkanAnadolu Agency pada Kamis 5 Oktober 2017.

Menyoroti kamp yang akan dibangun di Bangladesh bagi Muslim Rohingya, yang lari dari kekerasan di negara bagian Rakhine, Myanmar, Cavusoglu mengatakan Turki akan membantu masyarakat Muslim bahkan jika tidak ada seorangpun yang menunjukkan dukungan mereka. “Bahkan jika tidak ada seorangpun yang muncul [mendukung] untuk Rohingya, kami akan membantu mereka, kami harus..,” menteri luar negeri itu mengatakan dalam sebuah wawancara dengan redaksi Anadolu Agency.

Sekitar 507.000 etnis Rohingya telah menyeberang ke Bangladesh sejak pecahnya kekerasan pada 25 Agustus, menurut badan migrasi PBB.

Para pengungsi itu sedang melarikan diri dari operasi keamanan terbaru yang di dalamnya pasukan keamanan dan ekstrimis Buddha telah membunuh para pria, wanita dan anak-anak, serta menjarah rumah-rumah dan membakar habis desa-desa Rohingya.

Baca: Turki Kirim 1000 Ton Bantuan Permulaan ke Rohingya


Turki telah berada di garis depan dalam menyediakan bantuan bagi para pengungsi Rohingya, dan Presiden Recep Tayyip Erdogan mengangkat isu itu di Majelis Umum PBB tahun ini.

“Badan Koordinasi dan Kerjasama Turki [TIKA], Palang Merah Turki dan Otoritas Manajemen Darurat dan Bencana [AFAD] Turki sedang melakukan yang terbaik dalam mengirimkan bantuan kemanusiaan bagi etnis Rohingya yang tinggal di Bangladesh,” ujar Cavusoglu mengatakan.

Rohingya, yang disebut oleh PBB sebagai orang-orang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat akan serangan sejak ratusan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada tahun 2012.

Oktober lalu, setelah serangan di pos-pos perbatasan di distrik Maungdaw, pasukan keamanan melancarkan tindakan keras selama lima bulan yang di dalamnya, menurut laporan kelompok-kelompok Rohingya, sekitar lebih 1000 orang telah terbunuh.

Baca: Isteri Presiden Erdoğan Kunjungi Pengungsi Rohingya di Bangladesh


PBB mencatat telah terjadi pemerkosaan massal, pembunuhan – termasuk balita dan anak kecil – pemukulan brutal dan penculikan yang dilakukan oleh personel keamanan. Dalam sebuah laporan, para penyelidik PBB mengatakan pelanggaran-pelanggaran seperti itu dinyatakan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Cavusoglu juga mengecam ketidakpedulian masyarakat internasional terhadap keadaan orang-orang Rohingya.

“Bahkan negara-negara Muslim tidak menunjukkan perhatian,” ujarnya menambahkan.

Menteri Luar Negeri Turki itu juga menyebutkan bahwa negara bagian Rakhine merupakan rumah bagi etnis Rohingya dan mereka telah hidup di sana sejak lama.

“Tidak ada yang bisa mengatakan bahwa Muslim di Arakan bukanlah bagian dari Myanmar,” kata Cavusoglu menggunakan sebutan lama dari negara bagian Rakhine.

Hubungan dengan Rusia

Ketika ditanya mengenai “pekerjaan teknis” yang direncakan selama kunjungan Presiden Vladimir Putin di Turki, Cavusoglu mengatakan beberapa tim telah dibentuk tidak hanya untuk bekerja dalam hubungan bilateral, tetapi juga terkait masalah Suriah.

“Tujuan dari pekerjaan teknis itu tidak hanya menyelesaikan masalah yang tersisa dalam hubungan bilateral. Tim-tim ini dibutuhkan untuk menghentikan serangan-serangan, meredam sepenuhnya ketegangan-ketegangan di Idlib, Suriah dan pertukaran informasi yang sehat dan tepat waktu.

Baca:  Turki-Rusia Sepakat Mengenai Teknis dalam Pembelian Rudal s400


“Dalam hubungan bilateral,” Cavusoglu menerangkan, “kami hampir sampai di titik di mana kami dapat kembali pada hubungan dengan Rusia yang kita alami sebelum jatuhnya jet [Rusia].”

Setelah Turki menembak jatuh sebuah jet militer Rusia karena melanggar wilayah udaranya pada November 2015, pemerintah Rusia mengambil beberapa tindakan terhadap Ankara, termasuk melarang impor produk pertanian Turki dan mengakhiri bebas visa bagi orang-orang Turki.

Selama kunjungan pada 3 Mei ke Rusia, Presiden Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin telah setuju untuk memulai kembali perdagangan, termasuk makanan dan tekstil, tetapi dengan tomat sebagai pengecualian. Bulan lalu, kedua presiden itu kembali bertemu di Ankara dan mengadakan pertemuan yang “produktif” dan bertukar pandangan terkait masalah politik, perdagangan dan energi.*

Sumber: Hidayatullah