Zeng Wei Jian: Peta Kaum Tionghoa di Indonesia
10Berita -STOP menggiring opini Anies Rasis Anti Tionghoa. Ngemeng-ngemeng soal Tionghoa, begini kisahnya.
Gelombang migrasi Tionghoa paling masif terjadi di era Gold Rush (1750). Ada yang cari emas sampe Amerika dan Kanada. Sebagian ke nusantara: Bangka, Borneo, Medan dan Jawa. Menurut Prof Liang Liji, nama “Jawadwipa” sudah ada dalam dokumen Dinasti Han tahun 131 SM.
Di era revolusi, pasca Dr Sun Yat Sen merobohkan Dinasti Qing (1911) sampai masa pra proklamasi Agustus 45, Tionghoa pecah tiga golongan.
Chung Hua Hui (CHH) Pro Belanda. Sin Po, THHK, (Totok atau Singke) berkiblat ke Tiongkok. Partai Tionghoa Indonesia (PTI) Pro Republik Indonesia.
Secara sosial kultural, saat itu Tionghoa pecah dua golongan: Totok dan Peranakan (Babah). Distingsinya di bahasa. Totok masih gunakan bahasa Tionghoa. Sedangkan peranakan gunakan bahasa lokal seperti Melayu, Jawa atau Sunda.
Golongan peranakan pecah dua kubu: Pro Belanda dan Pro Republik. Kelompok totok sekali pun menolak status sebagai “Indonesier”, namun mendukung kemerdekan RI. Semangatnya berasal dari spirit revolusioner Dr Sun Yat Sen melawan kolonialisme Eropa.
Otomatis, golongan totok bersama PTI berkonflik dengan peranakan Pro Belanda. Pasca kemerdekaan, Pro Belanda terserap menjadi WNI.
Pasca revolusi komunis Tiongkok, Tionghoa totok pecah dua. Ada yang bloking ke Red China melawan Pro Nasionalis Kuomintang.
Era tahun 1950-1965, Tionghoa berhaluan kiri dominan. Dekat dengan Sukarno, PKI dan Beijing. Motornya Baperki. Tionghoa anti komunis jadi marginal.
Soe Hok Gie anti Sukarno. Arief Budiman bergabung dengan MANIKEBU melawan Lekra.
Pasca G30S/PKI, Tionghoa Kiri kocar kacir. Ada yang kembali ke Tiongkok. Harapannya, sesama komunis akan saling melindungi.
Tapi alas, di Tiongkok sedang pecah Revolusi Besar Kebudayaan Proletar (RBKP). The Gang of Four Jiang Qing sedang berkuasa. Banyak kisah Tionghoa dari Indonesia malah dipersekusi di Tiongkok. Dituduh sebagai mata-mata asing.
Semasa Orde Baru, taipan Tionghoa mulai menggeliat. Di sisi politik, Tionghoa ngumpul di CSIS dan kelompok-kelompok agama. Ada Harry Tjan Silalahi, Sofyan Wanandi, PK Ojong dan sebagainya.
Reformasi buka pintu bagi generasi kedua Tionghoa Kiri. Mantan CGMI, Pemuda Rakyat, Baperki dan sebagainya berhimpun dalam 400-an ormas berbasis Tionghoa yang tiba-tiba lahir.
Semasa Ahok berkuasa, Tionghoa Kiri dan CSIS menyatu. Konflik ideology berakhir. Mayoritas Pro Ahok. Saya cuma tau Lieus Sungkharisma saja yang kontra Ahok.
Pasca Pilkada 2017, Anies-Sandi menang telak. Tionghoa sedang bingung. Terlanjur buka front Anti ASA. Hanya kelompok pengusaha, pebisnis, tukang proyek yang lincah bermanuver. Langsung jilat-jilat Gubernur Baru.
Sebaiknya, Tionghoa melupakan Ahok. Start brand new life. Support Anies-Sandi demi kemajuan Jakarta. Jangan mau dihasut dan dikadalin dengan slogan “Anies Rasis”. Itu nggak benar. Jangan lagi berkonyol-ria dengan baju kotak-kotak dan kirim bunga. Jangan mau dimasukan ke dalam golongan kaum IQ 1-digit.
Penulis: Zeng Wei Jian (kl/gr)
Sumber: Eramuslim