OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 07 November 2017

Apakah Jual Beli Inden itu Dilarang?

Apakah Jual Beli Inden itu Dilarang?

Apa hukum inden barang dengan bayar DP. Dimana penjual belum memiliki barang. Apakah ini termasuk menjual barang yang belum dimiliki?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Diantara bentuk transaksi yang terlarang adalah jual beli utang dengan utang. Dasar larangan ini adalah konsensus (ijma’) ulama bahwa transaksi al-Kali’ bil Kali – jual beli utang dengan utang – hukumnnya terlarang.

Imam as-Syafii dalam kitabnya al-Umm pernah membahas hukum menjual barang yang masih dalam tanggungan. Beliau mengatakan,

والمسلمون ينهون عن بيع الدين بالدين

“Kaum muslimin dilarang untuk jual beli utang dengan utang.” (al-Umm, 4/30)

Pernyataan kesepakatan ulama,

Ibnu Qudamah menukil keterangan ijma’ ulama dari Ibnul Mundzir,

قال ابن المنذر: أجمع أهل العلم على أن بيع الدين بالدين لا يجوز. وقال أحمد : إنما هو إجماع

Ibnul Mundzir mengatakan, ‘Ulama sepakat bahwa jual beli utang dengan utang tidak boleh. Imam Ahmad mengatakan, “Ulama sepakat dalam masalah ini.” (al-Mughni, 4/186).

Ijma’ inilah yang menjadi landasan kita untuk menyatakan bahwa jual beli utang dengan utang hukumnya terlarang.

Pengertian Jual Beli Utang dengan Utang

Kata alKali’ [الكالئ] secara bahasa artinya sesuatu yang tertunda (nasiah). Dari kata kala-a ~ yakla-u [كلأ – يكلأ] yang artinya tertunda. (an-Nihayah, Ibnul Atsir, 4/194)

Dalam kitab al-Muwatha’, terdapat penjelasan tentang jual beli al-Kali’ bil Kali

وَالْكَالِئُ بِالْكَالِئِ أَنْ يَبِيعَ الرَّجُلُ دَيْنًا لَهُ عَلَى رَجُلٍ بِدَيْنٍ عَلَى رَجُلٍ آخَرَ

Jual beli al-Kali’ bil Kali adalah seseorang (si A) menjual barang miliknya yang masih terutang kepada pembeli (si B) dengan pembayaran yang masih terutang di tempat orang lain (si C). (Muwatha’ Malik, 2/659)

Diantara menjual barang yang belum dimiliki dengan pembayaran yang tidak tunai. Karena yang terjadi adalah tukar menukar barang yang belum ada, dengan uang yang juga belum ada.

Definisi ini dinyatakan an-Nawawi dalam al-Majmu’,

لا يجوز بيع نسيئة بنسيئه بأن يقول بعني ثوبا في ذمتي بصفته كذا إلى شهر كذا بدينار مؤجل إلى وقت كذا فيقول قبلت وهذا فاسد بلا خلاف

Tidak boleh menjual utang dengan utang. Bentuknya ada pembeli mengatakan,

“Tolong jual sehelai kain untukku tertunda dengan kriteria tertentu, dan tolong serahkan bulan sekian, dengan harga 1 dinar dibayar kredit sampai tanggal sekian.”

Kemudian penjual menerimanya.

Transaksi ini batal, tanpa ada perbedaan pendapat ulama. (al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 9/400).

Bahkan Syaikh Islam membatasi, bahwa bentuk jual beli kali’bil kali’ yang terlarang hanya bentuk ini. Beliau mengatakan,

وإنما ورد النهي عن بيع الكالئ بالكالئ والكالئ هو المؤخر الذي لم يقبض بالمؤخر الذي لم يقبض وهذا كما لو أسلم شيئا في شيء في الذمة وكلاهما مؤخر فهذا لا يجوز بالاتفاق وهو بيع كالئ بكالئ

Adanya larangan jual beli kali’ bil kali – al-Kali’ artinya tertunda yang belum ada di tangan, ditukar dengan sesuatu yang juga belum ada di tangan. Ini seperti orang yang melakukan akad salam untuk barang yang masih dalam tanggungan dengan bayaran tertunda, sehingga keduannya tertunda. Jual beli semacam ini tidak boleh dengan sepakat ulama. itulah ba’I al-Kali’ bil Kali’. (Majmu’ Fatawa, 20/512).

Contoh riil jual beli semacam ini di zaman kita adalah jual beli inden. Pesan barang kepada seorang penjual, sementara si penjual belum memiliki barang, dan konsumen diminta bayar DP.

Sebagai ilustrasi,

Mukidi pemilik konter HP. Datang Paijo hendak membeli HP merk ‘JaDe’. Saat itu Mukidi tidak punya barang yang dimaksud, dan Mukidi menjanjikan barangnya akan dipesankan ke produsennya dan akan datang sebulan lagi. Lalu Mukidi minta agar Paijo bayar DP dulu 10%. Lalu mereka melakukan akad dan transaksi, deal harga dan berpisah.

Ketika Paijo membayar DP, pembayarannya tidak tunai. Sehingga uang terutang. Sementara Mukidi belum memiliki barang. Sehingga barangnya juga terutang. Ketika ini ditransaksikan, jadilah tukar menukar antara utang dengan utang.

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Sumber : Konsultasisyariah.com